Panduan Tatalaksana Hiperbilirubinemia Terbaru dari AAP
Oleh: dr. Afiah Salsabila
Topik: Bayi Kuning
Bayi-bayi dengan hiperbilirubinemia perlu diberi tatalaksana yang sesuai secara dini untuk mencegah komplikasi-komplikasi berat seperti ensefalopati dan kernikterus. Kedua komplikasi tersebut dapat menghambat perkembangan dan kualitas hidup anak. Untuk mencegah morbiditas yang dapat disebabkan oleh hiperbilirubinemia, The American Academy of Pediatrics (AAP) mempublikasikan panduan untuk bayi baru lahir yang baru saja diperbaharui pada tahun 2022 silam. Berikut adalah poin-poin penting yang terkandung dalam panduan tersebut.
Bayi yang baru lahir perlu diperiksa secara visual tiap 12 jam sejak persalinan untuk melihat apakah bayi tampak kuning atau tidak. JIka bayi mulai kuning di bawah 24 jam, bilirubin serum total (BST) perlu diperiksakan segera. Jika tidak tampak kuning, BST tetap rutin diperiksa namun bisa dilakukan 24-48 jam setelah persalinan. Jika BST tinggi, bilirubin transkutan (BTc) melebihi 3 mg/dL dari ambang batas fototerapi, atau BTc > 15 mg/dL, BST perlu diulang. Angka kenaikan BST tiap jamnya bisa dipakai untuk menilai jika pasien memiliki risiko tinggi untuk hiperbilirubinemia atau tidak.
Fototerapi dan transfusi tukar adalah modalitas utama dalam tatalaksana hiperbilirubinemia. Terapi-terapi tersebut diindikasikan berdasarkan kadar BST bayi; ada ambang batas tertentu yang harus dicapai hingga terapi-terapi tersebut bisa dimulai. Ambang batas fototerapi bisa dilihat pada Gambar 1. Diagram pada Gambar 1 menunjukkan bahwa ambang batas ditentukan berdasarkan usia gestasi, usia bayi sejak persalinan, dan risiko neurotoksisitas. Setelah 12 jam pasca-fototerapi, kadar BST perlu diulang untuk menentukan apakah bayi perlu eskalasi perawatan berupa transfusi tukar atau tidak. Seperti fototerapi, Indikasi transfusi tukar ditentukan oleh ambang batas kadar BST tertentu, namun tentunya pada level yang lebih tinggi dari ambang batas fototerapi. Ambang batas transfusi tukar bisa diilihat pada Gambar 2. Selain BST, pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan pada bayi yang menjalankan fototerapi adalah konsentrasi hemoglobin, hematokrit, atau darah lengkap untuk melihat apakah ada anemia atau tidak. Aktivitas enzim G6PD juga perlu diperiksa pada bayi yang kadar bilirubinnya terus meningkat walaupun diberikan fototerapi yang adekuat.
Peningkatan bilirubin yang drastis, yaitu sebanyak >0.3 mg/dL per jam dalam 24 jam pertama, atau >0.2 mg/dL per jam setelah 24 jam pertama, dapat menandakan hemolisis. Jika hal tersebut terjadi, lakukan direct antibody test (DAT). Pemeriksaan DAT dilakukan jika ada antibodi yang menyerang sel darah merah bayi atau tidak. Pemeriksaan ini sebenarnya bisa mulai dilakukan ketika ibu hamil ketika skrining. Deteksi dini kondisi ini memberi kesempatan untuk melakukan upaya pencegahan misalkan dengan memberikan imunoglobulin Rh. Jika tidak sempat dilakukan DAT ketika skrining, DAT bisa dilakukan ketika bayi baru lahir bersamaan dengan pemeriksaan golongan darah.
Bagi beberapa pasien, fototerapi berbasis LED bisa menjadi pilihan terapi bagi bayi baru lahir yang telah dipulangkan ke rumah. Namun, ada syarat-syarat tertentu yang perlu dipenuhi: usia gestasi >38 minggu, umur >48 jam, kondisi klinis baik dengan asupan nutrisi adekuat, tidaka ada faktor risiko neurotoksisitas, dan tidak pernah dilakukan fototerapi sebelumnya. Perlu diperhatikan bahwa BST juga tetap harus diukur secara rutin pada bayi yang melakukan fototerapi di rumah.
Gambar 1. Grafik ambang batas BST untuk indikasi fototerapi berdasarkan usia gestasi, usia sejak persalinan, dan faktor risiko neurotoksisitas
Jika karena alasan apapun BST terus meningkat, perlu dilihat apakah eskalasi perawatan berupa transfusi tukar perlu dilakukan atau tidak. Eskalasi perawatan perlu dilakukan jika BST sampai pada ambang batas eskalasi perawatan, yaitu 2 mg/dL di bawah ambang batas transfusi tukar pada bayi tanpa faktor risiko neurotoksisitas atau 1 mg/dL di bawah ambang batas transfusi tukar jika terapat faktor risiko nefrotoksisitas.
(a)
(b)
Gambar 2. Grafik ambang batas BST untuk indikasi transfusi tukar (a) dengan faktor risiko neurotoksisitas, (b) tanpa faktor risiko neurotoksisitas
Pemeriksaan lab yang diperlukan untuk bayi yang akan dilakukan transfusi tukar adalah bilirubin total dan direk, darah lengkap, albumin serum, kimia serum, dan golongan darah.
Bayi yang memiliki indikasi untuk transfusi tukar perlu diberikan hidrasi via saluran intravena dan fototerapi intensif cito. Bayi perlu ditransfer ke Neonatal Intensive Care Unit (NICU) yang bisa melakukan transfusi tukar. BST perlu diukur tiap 2 jam sejak eskalasi perawatan diindikasikan.
Pada bayi dengan DAT-positif dan memiliki BST berada atau melebihi ambang batas untuk eskalasi perawatan, immunoglobulin bisa diberikan secara intravena (IV) dengan dosis 0.5-1 g/kg dalam durasi 2 jam. Dosis bisa diulang dalam 12 jam. Transfusi tukar cito harus dilakukan pada bayi dengan gejala ensefalopati hiperbilirubin akut sedang-berat yang baisanya ditandai dengan hipertoni, arching, retrokoli, menangis dengan nada tinggi, dan apnea berulang. Namun, jika saat persiapan transfusi tukar BST menurun ke kadar di bawah ambang, maka transfusi tukar bisa ditunda. Selagi ditunda, bayi diberikan fototerapi intensif dan pengukuran BST tiap 2 jam
Indikasi pemulangan pasien dilihat berdasarkan usia bayi, keadaan klinis, dan kadar BST pasien. Sebelum bayi dipulangkan, orang tua dan pengasuh pasien perlu diberi edukasi secara verbal maupun tertulis mengenai kuning pada bayi baru lahir. Hal-hal penting yang perlu dikomunikasikan adalah waktu dan tempat follow-up, serta hasil pemeriksaan khususnya BST dan DAT. Selain itu, orang tua juga perlu diberitahu kalau pada kasus breastfeeding jaundice, suplementasi oral dengan air dan dextrose tidak boleh diberikan. Jika follow-up perlu dilakukan dalam waktu dekat pada pasien yang memiliki kesulitan untuk datang kembali, pemulangan bisa ditunda terlebih dahulu. Jika bayi yang diberi air susu ibu masih kuning pada usia 3-4 minggu, atau bayi yang diberi susu formula masih kuning pada usia 2 minggu, bilirubin direk dan total perlu diperiksakan untuk melihat apakah bayi memiliki kolestasis atau tidak.
Panduan ini menekankan pentingnya pemeriksaan BST untuk menentukan tatalaksana pasien. Dengan adanya alur yang jelas, tatalaksana hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir bisa dijalankan dengan lebih cepat dan efisien untuk mencegah timbulnya komplikasi.