Meta PixelPentingnya Penerapan Responsive Feeding dalam Masa MPASI<!-- --> | Articles | <!-- -->PrimaKu - Pelopor Aplikasi Tumbuh Kembang Anak di Indonesia

Pentingnya Penerapan Responsive Feeding dalam Masa MPASI

Author: dr. Afiah Salsabila

7 Jul 2025

Topik: Panduan MPASI, Guideline

Masa pemberian makan pendamping ASI (MPASI) merupakan fase krusial dalam perkembangan anak. Pada periode ini, anak tidak hanya membutuhkan asupan gizi yang cukup untuk mendukung pertumbuhan, tetapi juga membutuhkan pola interaksi yang membentuk perilaku makan yang sehat. Salah satu pendekatan yang direkomendasikan oleh World Health Organization (WHO) untuk menjawab kebutuhan tersebut adalah responsive feeding, atau pemberian makan responsif. Pendekatan ini mengakui bahwa proses makan adalah interaksi timbal balik antara anak dan pengasuh, dan bukan sekadar tindakan memberi makan secara pasif. (1)


Pengertian Responsive Feeding

WHO mendefinisikan responsive feeding sebagai praktik pemberian makan yang mendorong anak untuk makan secara mandiri dan merespons kebutuhan fisiologis maupun perkembangan anak. Praktik ini mendorong anak untuk mengatur sendiri rasa lapar dan kenyangnya serta mendukung perkembangan kognitif, emosional, dan sosial. (2)

Komponen utama responsive feeding mencakup pengenalan sinyal lapar dan kenyang anak oleh pengasuh, respons yang cepat dan sesuai terhadap sinyal tersebut, serta suasana makan yang menyenangkan dan suportif. Dalam praktiknya, responsive feeding menghindari pendekatan yang bersifat memaksa atau terlalu permisif. Sebaliknya, pengasuh diajak untuk menjadi aktif dan terlibat secara emosional dalam proses makan anak. (2)

Berbeda dari pemberian makan yang kaku dan berorientasi pada jadwal, responsive feeding menekankan fleksibilitas dan kepekaan terhadap kebutuhan anak. Konsep ini juga diintegrasikan dalam pendekatan responsive parenting, yang mengakui bahwa makan, tidur, dan bermain merupakan aktivitas yang saling terkait dalam kehidupan anak usia dini. (2)


Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Responsive Feeding

Penerapan responsive feeding mencakup tiga langkah utama: pertama, anak memberi sinyal lapar atau kenyang melalui gerakan motorik, ekspresi wajah, atau vokalisasi; kedua, pengasuh mengenali sinyal tersebut dan merespons secara cepat, penuh empati, dan sesuai usia; ketiga, anak memberikan respons positif terhadap pola interaksi tersebut, seperti tenang, puas, atau tertarik untuk makan. Hal-hal yang perlu diperhatikan meliputi pemberian makan dalam suasana tenang dan bebas gangguan, pemberian waktu yang cukup bagi anak untuk makan, serta mendorong eksplorasi makanan sesuai tahap perkembangan motoriknya. Pengasuh juga perlu menghindari tekanan, paksaan, atau distraksi seperti layar gawai saat makan, serta memahami bahwa penolakan terhadap makanan baru dapat terjadi dan membutuhkan paparan berulang agar anak dapat menerima. (2)


Manfaat Responsive Feeding

Sejumlah studi dan tinjauan sistematik menunjukkan bahwa pendekatan responsive feeding berkontribusi positif terhadap tumbuh kembang anak. Anak yang dibesarkan dengan pendekatan ini memiliki kemampuan regulasi diri yang lebih baik, preferensi terhadap makanan sehat, serta risiko yang lebih rendah terhadap obesitas di kemudian hari. (2)

WHO secara eksplisit merekomendasikan responsive feeding dalam pedoman globalnya tentang pemberian makan anak usia 6–23 bulan. Praktik ini dianggap sebagai salah satu intervensi kunci untuk mencegah seluruh spektrum malnutrisi—baik kekurangan gizi seperti stunting, maupun kelebihan gizi seperti obesitas. (1)

Selain itu, responsive feeding juga dikaitkan dengan peningkatan ikatan emosional antara anak dan pengasuh, perkembangan sensorimotorik yang lebih baik, serta pencapaian keterampilan makan secara mandiri sesuai tahap perkembangan anak. (2) Dalam jangka panjang, pendekatan ini membentuk fondasi perilaku makan sehat yang berkelanjutan hingga usia dewasa. (2)


Penerapan Responsive Feeding dalam Praktik Klinis

Dalam konteks pelayanan kesehatan anak, dokter anak memiliki peran penting dalam mengedukasi orang tua dan pengasuh mengenai pentingnya responsive feeding. Edukasi ini dapat dimulai sejak masa kehamilan, dengan menyampaikan bahwa proses makan bukan hanya soal memenuhi kebutuhan nutrisi, tetapi juga bagian dari pengasuhan yang responsif dan penuh kasih. (3)

Dokter dapat mendorong orang tua untuk memperhatikan sinyal-sinyal lapar dan kenyang dari anak, seperti gerakan mulut, tatapan, ekspresi wajah, dan perubahan perilaku. Selain itu, dianjurkan untuk menciptakan lingkungan makan yang tenang, tanpa distraksi seperti televisi atau gawai, serta membiarkan anak bereksplorasi dengan makanannya, termasuk makan sendiri sesuai usia dan kemampuan. (2)

Pengasuh juga perlu diingatkan agar tidak memaksa anak untuk menghabiskan makanan atau mengabaikan keinginan anak untuk berhenti makan. Praktik memaksa dapat mengganggu kemampuan anak dalam mengatur rasa kenyang, sedangkan sikap tidak responsif dapat menghambat pembentukan keterampilan makan yang sehat. (2)


Tantangan Implementasi dan Rekomendasi WHO

Penerapan responsive feeding bukan tanpa tantangan. Diperlukan kapasitas tenaga kesehatan yang memadai dalam memberikan panduan yang praktis dan sensitif budaya. WHO menekankan bahwa untuk mengimplementasikan pendekatan ini secara efektif, tenaga kesehatan dan petugas lapangan perlu dibekali pelatihan yang komprehensif dan konsisten. (1)

Selain itu, waktu dan sumber daya keluarga juga harus diperhitungkan. Pengasuh perlu hadir secara fisik dan emosional selama anak makan, yang mungkin menjadi kendala bagi keluarga dengan keterbatasan waktu atau kondisi sosial ekonomi tertentu. Oleh karena itu, pendekatan berbasis komunitas dan pemberdayaan keluarga menjadi penting untuk keberhasilan implementasi. (2)

Secara umum, WHO merekomendasikan agar responsive feeding diintegrasikan secara sistematis ke dalam panduan nasional pemberian makan anak. Hal ini mencakup penyusunan materi edukasi yang mudah dipahami, konsistensi pesan lintas fasilitas kesehatan dan lembaga pendidikan anak usia dini, serta pemantauan dan evaluasi rutin terhadap praktik pemberian makan di rumah. (2)


Kesimpulan

Responsive feeding bukan hanya teknik pemberian makan, melainkan bagian integral dari pengasuhan yang mendukung tumbuh kembang anak secara holistik. Dalam masa MPASI yang penuh potensi dan risiko, praktik ini memberikan kerangka kerja yang seimbang antara nutrisi, perkembangan perilaku makan, dan pembentukan relasi emosional anak-pengasuh.

Sebagai tenaga kesehatan garda depan, dokter anak memiliki peran strategis dalam menyampaikan pesan-pesan responsive feeding kepada keluarga, memastikan bahwa setiap anak mendapatkan haknya untuk makan dalam suasana yang suportif dan menghargai otonomi diri. Integrasi praktik ini ke dalam layanan kesehatan dasar anak merupakan langkah penting menuju generasi yang sehat, mandiri, dan memiliki perilaku makan yang positif sepanjang hayat.


Daftar Pustaka

  1. World Health Organization. WHO Guideline for Complementary Feeding of Infants and Young Children 6–23 Months of Age. Geneva: WHO; 2023.
  2. Pérez-Escamilla R, Yakes Jimenez E, Dewey KG. Responsive feeding recommendations: harmonizing integration into dietary guidelines for infants and young children. Curr Dev Nutr. 2021;5(5):nzab076. doi:10.1093/cdn/nzab076
  3. UNICEF UK Baby Friendly Initiative. Responsive Feeding Infosheet. London: UNICEF UK; 2016.