
Kenali Tanda Awal Penyakit Keganasan pada Anak
29 Jan 2018
Author: dr. Afiah Salsabila
17 Apr 2025
Topik: Gagal ginjal, Kelainan Ginjal Bawaan, Kesehatan ginjal, Gangguan Ginjal Akut, Ginjal Akut, hipertensi, Penyakit Ginjal Kronik
Pendahuluan
Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah kondisi medis yang relatif jarang terjadi pada anak dibandingkan pada orang dewasa. Walaupun demikian, penyakit ini memiliki dampak yang besar terhadap tumbuh kembang serta prognosis jangka panjang pada anak yang mengidapnya. Pada anak, PGK sering kali tidak bergejala pada tahap awal, namun dapat berprogesi dengan cepat. Maka dari itu, peran dokter anak menjadi penting dalam deteksi dini, klasifikasi, dan pengelolaan klinis dari PGK.
Epidemiologi PGK pada Anak di Indonesia
Berdasarkan laporan dari 16 rumah sakit pendidikan pada tahun 2017, sebanyak 220 anak menjalani dialisis dan 13 anak telah menjalani transplantasi ginjal sebagai terapi pengganti ginjal (TPG) untuk PGK tahap akhir (PGTA). Penemuan ini menunjukkan bahwa angka anak dengan PGK di Indonesia tidak bisa disepelekan. Walaupun demikian data prevalensi PGK pada anak secara nasional masih sangat terbatas sehingga perlu penelitian lebih lanjut. [1]
Etiologi PGK pada Anak
Penyebab PGK pada anak memiliki pola yang khas dan berbeda dari populasi dewasa. Berdasarkan Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Kementerian Republik Indonesia (PNPK KEMENKES), 37% PGK desebabkan oleh congenital anomalies of the kidney (CAKUT), 27% disebabkan oleh kelainan glomerular, dan 5% disebabkan oleh penyakit ginjal kistik. [1] Pola ini konsisten dengan tren internasional di mana CAKUT menjadi penyebab terbanyak PGK anak di negara maju dan berkembang.
Secara molekuler, kemajuan dalam teknologi sekuensing generasi baru (NGS) juga mengungkap bahwa hingga 20% kasus PGK dengan awitan dini pada anak memiliki dasar genetik tunggal. Lebih dari 200 gen telah diidentifikasi terkait dengan kategori utama penyebab PGK pada anak, termasuk CAKUT, SRNS, dan kelainan glomerular herediter seperti sindrom Alport dan nefropati kistik [2]. Penemuan ini memperkuat perlunya pendekatan genetik dalam evaluasi diagnostik PGK anak, terutama bila tidak ditemukan penyebab klinis yang jelas.
Klasifikasi dan Stratifikasi Risiko
PGK didefinisikan sebagai kelainan fungsi atau struktur ginjal yang berlangsung ≥3 bulan dan menyebabkan gangguan fungsi ekskresi, metabolik, atau hormonal. Klasifikasi PGK anak didasarkan pada perhitungan laju filtrasi glomerulus (eGFR) menggunakan rumus Schwartz:
eGFR = (k × tinggi badan dalam cm) / serum kreatinin, dengan konstanta k tergantung usia dan jenis kelamin [1].
Kriteria klasifikasi menurut stadium eGFR adalah sebagai berikut:
Pada anak di bawah usia dua tahun, nilai eGFR meningkat secara non-linear dan klasifikasi menggunakan grafik khusus berdasarkan usia [1]. Penentuan risiko progresivitas PGK didasarkan pada kombinasi nilai eGFR dan kadar albuminuria.
Tatalaksana Klinis dan Prinsip Pengelolaan
Tatalaksana PGK pada anak harus mempertimbangkan kondisi pertumbuhan, perkembangan psikososial, serta potensi komplikasi jangka panjang yang dapat dialami oleh anak. Tujuan terapi adalah memperlambat progresivitas penyakit, mencegah komplikasi metabolik, dan mempertahankan kualitas hidup optimal.
Secara umum, penanganan PGK meliputi pengendalian tekanan darah, koreksi gangguan metabolik (seperti anemia dan asidosis metabolik), pencegahan dan pengobatan gangguan mineral dan tulang (CKD-MBD), serta pemantauan status nutrisi dan pertumbuhan. Pada anak dengan gangguan pertumbuhan, terapi hormon pertumbuhan dapat dipertimbangkan setelah stabilisasi kondisi metabolik [2].
Terapi anemia PGK dilakukan melalui pemberian eritropoietin rekombinan dan suplementasi zat besi sesuai indikasi. Koreksi asidosis metabolik menggunakan natrium bikarbonat diperlukan bila kadar bikarbonat <22 mmol/L. Gangguan CKD-MBD diatasi dengan pengaturan asupan fosfat, suplementasi vitamin D, dan pengikat fosfat bila perlu [1].
Prognosis
Analisis data nasional yang dilakukan oleh Hustrini et al.[3] di lima rumah sakit tersier di Jakarta menunjukkan bahwa pada pasien dengan gagal ginjal stadium akhir pada anak dan dewasa penyebab PGK terbanyak adalah glomerulonefritis (24,2%), diikuti oleh nefropati hipertensif (20,4%) dan nefropati diabetik (16,2%) [3]. Menariknya, sebanyak 31,5% dari pasien yang menjalani terapi pengganti ginjal di fasilitas tersier tidak diketahui etiologinya secara pasti [3]. Penemuan ini menimbulkan dugaan bahwa sebagian dari kasus dengan etiologi tidak diketahui tersebut dapat merupakan progresi penyakit ginjal kronik yang sudah dimulai sejak masa anak-anak tetapi tidak terdiagnosis atau tidak tercatat secara sistematis. Ini menggarisbawahi pentingnya deteksi dini dan pencatatan longitudinal pada pasien anak dengan gangguan ginjal, terutama mereka yang memiliki faktor risiko struktural atau glomerular sejak dini.
Kesimpulan
Penyakit ginjal kronik pada anak di Indonesia menghadirkan tantangan epidemiologis dan klinis yang kompleks. Kelainan kongenital masih menjadi penyebab utama, dengan kontribusi penyakit glomerular meningkat seiring pertambahan usia anak. Meskipun data epidemiologi nasional masih terbatas, laporan dari rumah sakit pendidikan menunjukkan perlunya strategi deteksi dini dan tatalaksana yang komprehensif.
Dokter anak berada pada posisi strategis untuk melakukan skrining dini, memulai terapi suportif, dan memastikan rujukan tepat waktu. Pedoman nasional yang telah disahkan menjadi landasan penting dalam mewujudkan pelayanan PGK anak yang bermutu dan berkesinambungan.
Referensi