Perhatikan, Ini Dampak Polusi bagi Anak dengan Rinitis Alergi!
Author: dr. Afiah Salsabila
Topik: Rhinitis Alergi, Polusi Udara
Baru-baru ini, Jakarta dinobatkan sebagai kota paling berpolusi di dunia. Hal ini menjadi risiko kesehatan pada 10,5 juta penduduk Jakarta. Menurut World Health Organization
(WHO), polusi dapat meningkatkan risiko untuk berbagai penyakit,
terutama penyakit pernapasan seperti rinitis alergi. Polusi berdampak buruk bagi semua kalangan, namun anak-anak lebih rentan dibandingkan orang dewasa karena sistem pertahanan tubuh mereka masih berkembang.
Rinitis alergi adalah penyakit alergi kronis yang paling banyak ditemui di seluruh dunia; sekitar 40% populasi dunia memiliki rinitis alergi. Gejala rinitis alergi seperti hidung tersumbat, gatal, bersin, dan pilek muncul ketika antigen di udara menginduksi reaksi berantai yang dimediasi oleh IgE dan akhirnya menyebabkan pelepasan mediator-mediator inflamasi seperti histamine dan berbagai sitokin-sitokin. Gejala-gejala tersebut sangatlah mengganggu sehingga dapat menurunkan produktivitas dan performa akademis pada anak.
Komponen-komponen polusi udara yang berperan dalam memperburuk gejala rinitis alergi adalah ozone (O3), NO2, sulfur dioxide (SO2), dan particulate matter (PM). Komponen polusi udara seperti O3 dan NO2 , walaupun dalam konsentrasi rendah, dapat menyebabkan inflamasi pada mukosa nasal. Selain itu, Zat O3 dapat memicu pelepasan sitokin dan metabolit arachidonic acid. meningkatkan respon inflamasi lokal. PM juga berperan penting dalam menyebabkan jalan nafas menjadi hiperresponsif dan SO2 diasosiasikan dengan gejala-gejala akut.
Selain zat-zat tersebut, polutan di udara juga terbentuk dari karbon hitam dari diesel exhaust, nitrous oxide dari transportasi bermotor, dan karbon monoksida (CO) dari petrol exhaust, zink dari rem mobil, dan tembaga dari ban. Semua ini disebut dengan Traffic Related Air Pollution (TRAP). Pada sebuah studi yang dilakukan di Sydney, Australia, PM yang memiliki ukuran di bawah 10 mikrometer (PM10) dapat meningkatkan sekresi mediator inflamasi IL-6 dan CXCL 1. Sebuah penelitian lain juga menunjukkan bahwa paparan terhadap TRAP di dalam kandungan dan tahun pertama kehidupan dapat meningkatkan risiko untuk memiliki rinitis alergi pada anak balita. Pada anak-anak umur 4 tahun yang terpapar TRAP dari lahir, ditemukan bahwa mereka yang terpapar partikel diesel exhaust pada umur 1 tahun tersensitisasi dengan aeroallergen pada umur 2 dan 3 tahun.
Keberadaan polutan di udara, termasuk TRAP dapat menyebabkan perubahan iklim. Perubahan iklim memiliki peran penting dalam mempengaruhi allergen yang dibawa oleh udara dan polusi luar ruangan. Menurut simulasi matematis yang telah dilakukan, perubahan iklim dapat meningkatkan keparahan rinitis alergi hingga 60%.
Perubahan iklim menyebabkan udara menjadi lebih panas. Hal ini dapat mengubah pola pertumbuhan tanaman, sehingga produksi pollen, yang merupakan alergen yang sering menjadi pemicu gejala rinitis alergi, meningkat. Perubahan iklim juga dapat meningkatkan curah hujan, yang dapat menyebabkan kelembaban dalam ruangan dan pertumbuhan jamur, yang dapat mengakibatkan penyakit pernafasan, memperburuk gejala rinitis alergi.
Dapat disimpulkan dari bukti di literatur bahwa polusi dapat meningkatkan angka rinitis alergi dan memperburuk gejala klinisnya. Zat-zat polutan seperti O3, SO2, TRAP, PM dapat meningkatkan inflamasi pada anak yang sudah memiliki rinitis alergi dan bahkan, dapat bereaksi dengan sistem pertahanan tubuh dengan sensitisasi pada anak yang belum memiliki rinitis alergi. Hal ini membuat polusi menjadi masalah yang harus ditangani demi kesehatan masyarakat. Kebijakan-kebijakan bebas asap telah diadopsi dan perjanjian-perjanjian untuk mengurangi emisi karbon di berbagai negara dan diasosiasikan dengan perbaikan kesehatan secara umum, namun dampaknya pada rinitis alergi belum diteliti secara spesifik. Diharapkan masalah polusi bisa ditanggulangi dengan sigap dan masalah-masalah kesehatan yang muncul karena hal itu, termasuk rinitis alergi dapat berkurang.
Referensi:
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/34863689/
https://edition.cnn.com/2023/08/16/asia/indonesia-pollution-jokowi-cough-intl-hnk/index.html
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC9963985/