Meta PixelSkrining Keterlambatan Bicara pada Anak<!-- --> | Articles | <!-- -->PrimaKu - Pelopor Aplikasi Tumbuh Kembang Anak di Indonesia

Skrining Keterlambatan Bicara pada Anak

Author: dr. Afiah Salsabila

22 Mei 2025

Topik: Speech Delay, speech development, speech, Stimulasi Perkembangan

Keterlambatan bicara dan bahasa merupakan salah satu alasan terbanyak orang tua membawa anaknya ke dokter anak. Bagi sebagian besar keluarga, kata pertama anak adalah momen penting yang ditunggu-tunggu. Namun, tidak semua anak mencapainya sesuai waktu yang diharapkan. Ketika seorang anak menunjukkan perkembangan bicara yang lebih lambat dibandingkan teman sebayanya, kekhawatiran wajar muncul—dan sering kali, kekhawatiran ini memang berdasar.

Keterlambatan bicara (speech delay) dapat terjadi sendiri (idiopatik), atau menjadi bagian dari kondisi medis atau neurodevelopmental lainnya, seperti gangguan pendengaran, autisme, atau gangguan perkembangan global. Dokter anak memegang peran sentral dalam deteksi dini dan tindak lanjut keterlambatan ini, termasuk menentukan kapan intervensi cukup dilakukan di layanan primer, dan kapan perlu intervensi segera.


Memahami Normal dan Deviasi Perkembangan Bahasa

Perkembangan bahasa meliputi dua komponen utama: bahasa reseptif (pemahaman terhadap komunikasi orang lain) dan bahasa ekspresif (kemampuan menyampaikan pesan secara verbal atau nonverbal). Pada usia 12 bulan, anak umumnya sudah mengucapkan tiga hingga lima kata bermakna; di usia 18 bulan memiliki kosakata 10–25 kata; dan pada usia dua tahun, mulai menyusun frasa dua kata secara spontan. Kosakata minimal 50 kata pada usia dua tahun adalah batas penting untuk mendeteksi keterlambatan. (1)

Speech delay dapat dicurigai ketika anak tidak mencapai tonggak perkembangan tersebut. Sebagai contoh, tidak adanya kata bermakna pada usia 16 bulan atau tidak adanya frasa dua kata pada usia 24 bulan merupakan red flag yang mengharuskan evaluasi lebih lanjut. (1)


Strategi Skrining di Layanan Primer

Skrining keterlambatan bicara dapat dilakukan secara sistematis menggunakan alat bantu terstandar atau melalui pengamatan klinis. Salah satu alat yang terbukti efektif adalah Language Development Survey (LDS), kuesioner yang dilaporkan orang tua dengan sensitivitas hingga 91% dan spesifisitas 96% untuk keterlambatan bahasa ekspresif pada usia 18–30 bulan. (2).Di Singapura, Denver Developmental Screening Test – Singapore (DDST-SG) juga digunakan secara luas dan mencakup tolok ukur 90th percentile untuk menentukan red flag perkembangan. (1)

Skrining ideal dilakukan pada setiap kunjungan imunisasi dan pemeriksaan rutin: usia 9 bulan, 18 bulan, dan 30 bulan. Dokter anak sebaiknya aktif menanyakan perkembangan bahasa dan komunikasi anak, termasuk pemahaman, penggunaan kata, gestur, dan interaksi sosial.


Evaluasi Bila Ditemukan Risiko

Jika anak menunjukkan tanda keterlambatan, langkah selanjutnya adalah evaluasi menyeluruh oleh dokter anak. Ini mencakup:

  • Pemeriksaan pendengaran (meskipun telah lulus skrining neonatal)
  • Penilaian motorik, sosial, dan kognitif
  • Eksklusi autism spectrum disorder (ASD) bila terdapat gangguan komunikasi sosial atau perilaku repetitif
  • Wawancara tentang lingkungan rumah dan paparan bahasa


Dokter anak dapat melakukan pemantauan aktif pada anak dengan keterlambatan ringan dan tanpa red flag, sambil memberikan stimulasi bahasa melalui bimbingan kepada orang tua. Namun, keterlambatan dengan red flag menuntut rujukan yang lebih lanjut.


Kapan Anak Perlu Intervensi Segera?

Seorang anak perlu intervensi segera bila memenuhi salah satu kriteria berikut:

  • Terdapat red flag: tidak ada babbling pada 9 bulan, tidak mengucapkan kata pada 16 bulan, tidak membentuk frasa dua kata pada 24 bulan, regresi bahasa atau keterampilan sosial pada usia berapa pun  (1)
  • Ditemukan defisit multisistem (misalnya keterlambatan motorik dan kognitif)
  • Dicurigai ASD, seperti kurangnya kontak mata, tidak menggunakan gestur, tidak merespons interaksi sosial (1)
  • Riwayat atau temuan klinis yang mengarah pada gangguan genetik, metabolik, atau neurologis
  • Terdapat gangguan pendengaran (baru diketahui atau progresif)
  • Tidak ada perbaikan setelah 2–3 bulan stimulasi aktif dan bimbingan orang tua


Selain itu, rujukan juga dibenarkan bila orang tua sangat cemas meskipun keterlambatan belum signifikan secara klinis, terutama bila anak memiliki faktor risiko seperti kelahiran prematur, riwayat infeksi kongenital, atau paparan ototoksik.


Intervensi Sederhana di Layanan Primer

Pada kasus keterlambatan ringan tanpa red flag, intervensi berbasis rumah dapat dimulai. Orang tua perlu diedukasi untuk:

  • Menanggapi semua inisiasi komunikasi dari anak (verbal maupun nonverbal)
  • Memperluas ucapan anak secara kontekstual (“bola” → “bola besar warna merah”)
  • Menggunakan rutinitas harian untuk memperkenalkan kosa kata
  • Membacakan buku dan bernyanyi setiap hari
  • Mengurangi paparan layar dan memperbanyak interaksi langsung


Stimulasi ini dapat disesuaikan dengan budaya dan bahasa keluarga. Bilingualisme tidak menyebabkan keterlambatan, namun interaksi aktif dalam satu atau dua bahasa tetap penting.  (1)


Penutup

Keterlambatan bicara adalah masalah umum namun tidak boleh diremehkan. Dokter anak memiliki peran kunci dalam mengenali tanda awal, melakukan skrining sistematis, membedakan antara keterlambatan ringan dan yang memerlukan evaluasi lanjut, serta mengedukasi keluarga untuk melakukan stimulasi bahasa yang tepat. Keputusan untuk intervensi segera harus berdasarkan red flag klinis dan hasil evaluasi menyeluruh. Dengan pendekatan yang kolaboratif dan terstruktur, anak dengan speech delay memiliki peluang besar untuk mengejar ketertinggalannya dan berkembang optimal.


Daftar Pustaka

  1. Liang WHK, Gn LWE, Tan YCD, Tan GH. Speech and language delay in children: a practical framework for primary care physicians. Singapore Med J. 2023;64(12):745–50.
  2. Feltner C, Wallace IF, Nowell S, et al. Screening for Speech and Language Delay and Disorders in Children Age 5 Years or Younger: An Evidence Review for the U.S. Preventive Services Task Force. AHRQ Publication No. 23-05306-EF-1. Rockville, MD: Agency for Healthcare Research and Quality; 2024.