primaku
Mitra resmi kami:
kemenkesidaibkkbn
Unduh PrimaKu di:
playstoreappstore

Spina Bifida: Etiologi, Pencegahan, Tatalaksana, Komplikasi, dan Prognosis

Oleh: dr. Afiah Salsabila

Topik: Spina Bifida, Neural Tube Defects, deformitas, Kongenital

Pendahuluan

Spina bifida, salah satu bentuk paling umum dari neural tube defects (NTDs), adalah kelainan bawaan serius yang terjadi pada sistem saraf pusat yang terjadi akibat kegagalan penutupan neural tube selama embriogenesis. [1,2] Kondisi ini dapat menyebabkan disabilitas seumur hidup, termasuk gangguan motorik, disfungsi kandung kemih, serta komplikasi neurologis lainnya. [2]


Etiologi

Penyebab spina bifida bersifat multifaktorial, melibatkan faktor genetik, lingkungan, dan maternal. Studi menunjukkan bahwa sekitar 60–70% risiko NTD berkaitan dengan faktor genetik. Selain itu, kekurangan folat maternal, diabetes, obesitas, serta paparan panas berlebihan selama trimester pertama kehamilan diketahui meningkatkan risiko. [2] Mutasi pada gen seperti VANGL1, FUZ, dan PAX3 juga telah dikaitkan dengan kejadian spina bifida. Semua hal ini dapat berkontribusi pada kegagalan penutupan neural tube yang  biasanya terjadi pada hari ke-17 hingga ke-28 pasca pembuahan. [2]


Pencegahan

Pencegahan spina bifida berfokus pada intervensi prenatal yang bertujuan untuk mengurangi risiko kegagalan penutupan tabung saraf. Salah satu langkah paling efektif adalah suplementasi folat. Konsumsi folat harian sebesar 4 mg sebelum konsepsi telah terbukti secara signifikan menurunkan risiko spina bifida hingga 70%. [1,2] Folat, yang memainkan peran penting dalam sintesis DNA dan proses metilasi, mendukung perkembangan tabung saraf yang optimal selama trimester pertama kehamilan. [2]

Selain suplementasi, edukasi masyarakat mengenai pentingnya folat sangat krusial. Di banyak negara, penambahan asam folat dalam bahan makanan pokok seperti tepung telah menunjukkan keberhasilan dalam menurunkan insiden NTD. Namun, di beberapa wilayah, akses terhadap makanan fortifikasi atau suplementasi tetap menjadi tantangan yang perlu diatasi. [2]

Selain aspek nutrisi, pengendalian faktor risiko maternal seperti obesitas dan diabetes juga memainkan peran penting. Dengan mempersiapkan kondisi tubuh yang optimal sebelum kehamilan, ibu hamil dapat membantu mencegah terjadinya gangguan perkembangan tabung saraf. Konseling prakonsepsi untuk mengatur berat badan, mengelola gula darah, dan mengurangi paparan panas berlebihan juga menjadi bagian penting dari upaya preventif.  [2]


Tatalaksana

Tatalaksana spina bifida membutuhkan pendekatan yang terintegrasi dan kolaboratif antara berbagai disiplin kedokteran. Setelah diagnosis prenatal atau pasca-kelahiran, langkah awal biasanya adalah menutup defek tabung saraf untuk mencegah kerusakan lebih lanjut pada jaringan saraf. [2]

Tatalaksana standar spina bifida dan NTD lainnya meliputi penutupan defek melalui pembedahan yang segera dilakukan dalam waktu 48 jam pasca-kelahiran. Namun, kemajuan teknologi berhasil menyediakan opsi untuk melakukan pembedahan koreksi defek secara in utero, yang kini semakin banyak diterapkan. Bedah dalam kandungan ini tidak hanya menurunkan risiko herniasi otak, tetapi juga meningkatkan fungsi neurologis bayi. [2]

Selain prosedur bedah, tatalaksana berfokus pada pengelolaan komplikasi yang menyertai. Misalnya, hidrosefalus, yang sering terjadi pada pasien dengan spina bifida, memerlukan pemasangan shunt ventrikuloperitoneal (VP Shunt) untuk mengurangi tekanan dalam otak. Perawatan ini harus dipantau secara ketat untuk mencegah infeksi atau kegagalan shunt yang dapat membahayakan. [2]

Gangguan kandung kemih dan usus juga membutuhkan pendekatan multidisiplin. Kateterisasi intermiten dan terapi farmakologis sering digunakan untuk meningkatkan kontinensia dan mencegah komplikasi seperti infeksi saluran kemih. Sedangkan untuk fungsi usus, penggunaan laksatif, enema, atau bahkan intervensi bedah diperlukan untuk memastikan eliminasi yang efektif. [2]

Fungsi motorik juga menjadi fokus utama dalam tatalaksana. Rehabilitasi fisik yang melibatkan penggunaan alat bantu seperti kursi roda atau alat bantu jalan dapat membantu meningkatkan mobilitas dan kualitas hidup pasien. [2]




Komplikasi

Spina bifida seringkali disertai berbagai komplikasi yang signifikan dan memengaruhi kualitas hidup pasien. Salah satu komplikasi utama adalah hidrosefalus, yang sering terjadi akibat gangguan sirkulasi cairan serebrospinal. Penanganan yang tidak memadai dapat menyebabkan tekanan intrakranial yang tinggi dan kerusakan otak lebih lanjut. [2]

Komplikasi lain termasuk sindrom Arnold-Chiari tipe II, yang melibatkan herniasi cerebellar vermis and tonsil. Sindrom ini dapat menyebabkan gejala neurologis seperti gangguan keseimbangan, kesulitan menelan, dan gangguan pernapasan. Selain itu, pasien dengan spina bifida sering mengalami skoliosis akibat deformitas tulang belakang. [2]

Disfungsi kandung kemih dan usus merupakan masalah kronis yang membutuhkan manajemen jangka panjang. Jika tidak ditangani dengan baik, gangguan ini dapat menyebabkan infeksi saluran kemih berulang, kerusakan ginjal, serta konstipasi berat atau inkontinensia fekal. Masalah mobilitas juga sering berkembang, terutama pada pasien dengan lesi tinggi di tulang belakang, yang menyebabkan ketergantungan pada alat bantu jalan atau kursi roda. [2]

Secara psikososial, spina bifida dapat menyebabkan stres pada pasien dan keluarga mereka. Keterbatasan fisik, kebutuhan perawatan yang kompleks, serta tantangan sosial seperti diskriminasi atau kurangnya aksesibilitas dapat memengaruhi kesejahteraan mental pasien. Oleh karena itu, pendekatan holistik yang melibatkan dukungan psikologis sangat penting dalam tatalaksana komplikasi ini. [2]


Prognosis dan Keluaran

Sebagian besar bayi dengan spina bifida yang mendapatkan tatalaksana medis memadai dapat bertahan hidup hingga dewasa. Namun, kualitas hidup mereka sangat bergantung pada tingkat lesi dan pengelolaan komplikasi. Lesi lebih tinggi cenderung menghasilkan disabilitas lebih berat. [2] Teknik bedah fetal dan terapi regeneratif seperti penggunaan sel punca sedang dieksplorasi untuk meningkatkan hasil jangka panjang. [2]


Kesimpulan

Pendekatan pencegahan melalui suplementasi folat dan kontrol risiko maternal sangat penting untuk menurunkan insiden spina bifida. Tatalaksana multidisiplin yang komprehensif diperlukan untuk memberikan kualitas hidup terbaik bagi pasien. Dengan kemajuan teknologi seperti bedah fetal dan terapi regeneratif, diharapkan hasil pasien dapat terus meningkat di masa depan.


Referensi

  1. Greene NDE, Copp AJ. Neural Tube Defects: Genetic and Environmental Mechanisms. Annu Rev Neurosci. 2014;37:221–42. [1]
  2. Hassan AES, Du YL, Lee SY, Wang A, Farmer DL. Spina Bifida: A Review of the Genetics, Pathophysiology and Emerging Cellular Therapies. J Dev Biol. 2022;10(2):22. [2]



familyfamily
Baca artikel tumbuh kembang anak di PrimaKu!
Unduh sekarang
playstoreappstore
primaku
Aplikasi tumbuh kembang anak Indonesia. Didukung penuh oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)
Mitra resmi kami:
kemenkesidaibkkbn
Unduh PrimaKu
playstoreappstore
© 2023 All rights reserved PRIMAKU, Indonesia
Cari kami di: