TB Laten pada Anak: Apa yang Perlu Diketahui?
Author: dr. Afiah Salsabila
Topik: Tatalaksana, Tuberkulosis, TBC
Tuberkulosis (TB) laten adalah kondisi di mana seseorang memiliki infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis namun tidak bergejala ataupun menunjukkan tanda-tanda radiologis. Bukti bahwa seseorang memiliki TB laten hanyalah dari uji imunologi positif seperti uji tuberkulin atau Interferon Gamma Release Assay (IGRA). Penemuan kasus TB laten perlu dilakukan pada kelompok berisiko tinggi terinfeksi TB yang memiliki kontak erat dengan pasien TB aktif. Kelompok berisiko terinfeksi TB meliputi populasi anak dan/atau imunokompromais.
Pada TB laten, bakteri yang menyebabkan tuberkulosis terlokalisasi pada sebuah area bernama Ghon’s focus. Lokalisasi ini terjadi akibat respon imun tubuh terhadap infeksi M. tuberculosis. Pada kondisi ini, M. tuberculosis akan dorman dan tidak menyebabkan gejala. Namun, jika imunitas pasien turun, M. tuberculosis dapat “bangun” dan menyebabkan TB aktif. Proses ini bernama proses reaktivasi. Anak dan populasi imunokompromais rentan untuk mengalami TB primer yang reaktivasi, maka TB laten perlu didiagnosis dengan cepat dan ditatalaksana dengan seksama pada pasien-pasien tersebut.
Diagnosis TB laten dilakukan melalui uji imunologis, bisa melalui IGRA atau pun uji tuberkulin. Diagnosis TB laten perlu didukung dengan pembuktian bahwa tidak ada TB aktif pada pasien melalui anamnesis riwayat pengobatan, foto reaksi, pemeriksaan fisks, dan jika diperlukan tes sputum BTA. Tes tuberkulin dilakukan dengan menyuntikkan 0,1 mL Purified Protein Derivative (PPD) sebanyak 5 Tuberculin Unit (TU) secara intradermal . Pembacaan hasil tes tuberkulin dilakukan 48-72 jam oleh tenaga kesehatan yang terlatih. Pada pasien imunokompeten, indurasi pada lokasi penyuntikan yang memiliki diameter lebih dari 10 mm baru bisa diinterpretasikan sebagai hasil positif, sedangkan pada pasien imunokompromais, indurasi yang berdiameter lebih dari 5 mm sudah bisa dianggap sebagai hasil positif. Alternatif bagi tes tuberkulin jika pasien terbukti memiliki riwayat alergi terhadap PPD adalah tes IGRA. Saat ini ada dua jenis IGRA: (1) quantiFERON®-TB Gold-in-Tube test (QFT-GIT) plus dan (2) T-SPOT®.TB.
Tatalaksana TB laten tidak sama di semua bagian dunia. World Health Organization (WHO) merekomendasikan pemberian obat anti tuberkulosis dengan regimen khusus bagi pasien TB laten di bawah usia lima tahun yang ada di negara berpendapatan rendah-sedang. Sebelum pengobatan, pasien perlu dipastikan bahwa pasien tidak memiliki TB aktif.
Pemilihan obat dan regimen yang diberikan pada pasien perlu disesuaikan dengan hasil uji kepekaan obat dari pasien yang menularkan, penyakit penyerta, dan kemungkinan adanya interaksi obat dengan obat lain yang dikonsumsi oleh pasien TB laten. Pilihan regimen untuk pasien TB laten adalah sebagai berikut:
1. Isoniazid selama 6 bulan
2. Isoniazid selama 9 bulan
3. Isoniazid dan Rifapentine (RPT) sekali seminggu selama 3 bulan
4. Isoniazid dan Rifampisin selama 3-4 bulan
5. Rifampisin selama 3-4 bulan
Walaupun TB laten tidak menunjukkan gejala, kondisi ini masih perlu diperhatikan karena jika dibiarkan dapat berubah menjadi TB aktif. Untuk mencegah konversi TB laten menjadi TB aktif, kasus TB laten perlu diidentifikasi dengan proses skrining pada anak-anak yang kontak erat dengan pengidap TB aktif. Jika sudah dipastikan bahwa seorang anak memiliki TB laten, anak perlu diberi diberi regimen pengobatan untuk TB laten seperti yang telah dipaparkan sebelumnya. DIharapkan dengan adanya diagnosis dan tatalaksana dini Tb laten, morbiditas dan mortalitas yang diakibatkan oleh penyakit TB dapat berkurang, khususnya pada anak-anak.
Referensi:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441916/