Mutisme Selektif pada Anak: Etiologi, Diagnosis, Tatalaksana, dan Prognosis
Author: dr. Afiah Salsabila
Topik: Selective Mutism, Anxiety, Perkembangan Sosial Emosional Anak, Perkembangan
Pendahuluan
Mutisme selektif adalah gangguan kecemasan pada anak yang ditandai dengan ketidakmampuan berbicara secara konsisten di situasi sosial tertentu, meskipun anak mampu berbicara di lingkungan yang lebih nyaman, seperti di rumah. Prevalensi gangguan ini diperkirakan antara 0,03% hingga 1,9%.[1] Mutisme selektif biasanya mulai terdeteksi pada usia prasekolah, tetapi biasanya baru dapat menyebabkan dampak yang signifikan ketika anak memasuki sekolah, di mana ekspektasi untuk berkomunikasi verbal meningkat [2]. Artikel ini bertujuan untuk membantu dokter anak dalam memahami etiologi, diagnosis, dan penanganan mutisme selektif agar pengelolaan kasus dapat dilakukan lebih efektif.
Etiologi
Penyebab mutisme selektif bersifat multifaktorial, mencakup faktor genetik, psikologis, dan lingkungan. Terdapat bukti yang kuat bahwa gangguan ini berkaitan erat dengan kecemasan, khususnya kecemasan sosial. Meta-analisis yang ditulis oleh Driessen et al. [3] menunjukkan bahwa 80% anak dengan mutisme selektif juga memenuhi kriteria diagnostik untuk setidaknya satu gangguan kecemasan lain, dengan 69% dari kasus mutisme selektif menunjukkan gejala social anxiety disorder (SAD). Penemuan ini didukung oleh Vogel et al. [4] yang menemukan bahwa anak-anak dengan mutisme selektif seringkali mengalami ketakutan terhadap penilaian sosial negatif, yang membuat mereka enggan berbicara di depan umum.
Dari sisi temperamen, anak-anak dengan mutisme selektif sering menunjukkan inhibisi perilaku yang tinggi, seperti rasa malu berlebih dan penarikan diri dari situasi baru. Inhibisi perilaku ini adalah faktor risiko yang signifikan untuk kecemasan sosial dan merupakan karakteristik umum yang ditemukan pada anak-anak dengan mutisme selektif [5].
Diagnosis
Proses diagnosis mutisme selektif membutuhkan pendekatan komprehensif, yang meliputi wawancara dengan orang tua, observasi langsung, serta penilaian oleh guru. Untuk memastikan bahwa gejala tidak disebabkan oleh gangguan komunikasi atau autisme, alat diagnostik seperti Anxiety Disorders Interview Schedule for Children and Parents (ADIS-C/P) dapat digunakan untuk memeriksa gangguan yang sering bersamaan seperti SAD [6].
Instrumen seperti Selective Mutism Questionnaire (SMQ) yang disusun berdasarkan laporan orang tua juga berguna untuk mengukur frekuensi perilaku diam anak dalam berbagai situasi sosial, seperti di rumah atau sekolah. Instrument SMQ dinilai memiliki validitas dan reliabilitas yang baik dalam mengukur tingkat keparahan gejala [7].
Tatalaksana
Penanganan mutisme selektif memerlukan penanganan yang melibatkan kolaborasi dengan psikiater. Intervensi paling efektif untuk kondisi ini adalah penerapan Cognitive Behavioural Therapy (CBT), yang telah terbukti sebagai intervensi yang efektif untuk gangguan kecemasan pada anak [1].
Dalam kasus yang tidak membaik dengan CBT saja, penggunaan antidepresan, khususnya selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs), dapat dipertimbangkan. Meskipun penelitian tentang efektivitas SSRIs pada mutisme selektif masih terbatas, hasil awal menunjukkan adanya perbaikan dalam gejala kecemasan. Kombinasi CBT dan SSRI dapat meningkatkan hasil terapi dalam beberapa kasus, tetapi riset lebih lanjut diperlukan untuk mengonfirmasi efektivitas kombinasi ini. [1,8]
Prognosis
Prognosis untuk anak-anak dengan mutisme selektif cenderung bervariasi. Menurut penelitian, sekitar 70% anak menunjukkan perbaikan signifikan atau remisi total setelah menjalani terapi CBT dalam jangka panjang, sementara sekitar 23% anak tetap mengalami gejala mutisme selektif. [8]
Kesimpulan
Mutisme selektif adalah gangguan kecemasan kompleks pada anak yang memerlukan pendekatan komprehensif yang melibatkan kerjasama dengan ahli kesehatan jiwa anak dan remaja. Teknik CBT merupakan pilihan utama yang direkomendasikan untuk terapi, sementara SSRIs dapat dipertimbangkan untuk diberikan pada kasus-kasus berat. Prognosis umumnya baik apabila intervensi dilakukan sejak dini dengan melibatkan lingkungan keluarga dan sekolah. Pemahaman dokter anak mengenai gangguan ini dapat sangat membantu dalam memberikan dukungan yang tepat bagi anak-anak dengan mutisme selektif.
Referensi
- Muris P, Ollendick TH. Current Challenges in the Diagnosis and Management of Selective Mutism in Children. Psychology Research and Behavior Management. 2021;14:159-167.
- American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. 5th ed. Washington, DC: American Psychiatric Association; 2013.
- Driessen J, Blom JD, Muris P, Blashfield RK, Molendijk M. Anxiety in children with selective mutism: a meta-analysis. Child Psychiatry Hum Dev. 2020;51:330–341.
- Vogel F, Gensthaler A, Stahl J, Schwenck C. Fears and fear-related cognitions in children with selective mutism. Eur Child Adolesc Psychiatry. 2019;28(9):1169–1181.
- Genthaler A, Khalaf S, Ligges M, Kaess M, Freitag CM, Schwenck C. Selective mutism and temperament: the silence and behavioral inhibition to the unfamiliar. Eur Child Adolesc Psychiatry. 2016;25:1113–1120.
- Albano AM, Silverman WK. Anxiety Disorders Interview Schedule for Children and Parents, DSM-IV Version. New York: Graywind; 1996.
- Bergman RL, Keller ML, Piacentini J, Bergman AJ. The development and psychometric properties of the Selective Mutism Questionnaire. J Clin Child Adolesc Psychol. 2019;28(2):456–464.
- Oerbeck B, Stein MB, Wentzel-Larsen T, Langsrud O, Kristensen H. A randomized controlled trial of a home and school-based intervention for selective mutism: defocused communication and behavioural techniques. Child Adolesc Mental Health. 2014;19:192–198.