MomDad tahu enggak kalau hari ini, 21 Maret 2022, diperingati sebagai hari Down Syndrome sedunia, lho. Down Syndrome atau Sindrom Down merupakan salah satu jenis kelainan genetik dengan angka kejadian sekitar 1 dari 700 kelahiran hidup. Sindrom Down bukanlah penyakit, sehingga anak dengan sindrom Down tidak disebut sebagai penderita Sindrom Down, melainkan disebut sebagai penyandang sindrom Down. Lantas, apa sih penyebab seseorang menyandang Sindrom Down dan apa yang bisa dilakukan MomDad sebagai orang tua? Yuk, simak penjelasan dari DR. Dr. Siska Mayasari Lubis, M.Ked(Ped), Sp.A(K), dari UKK Endorkrinologi IDAI berikut!
Penyebab Sindrom Down
Seperti MomDad ketahui, seharusnya manusia mempunyai 22 pasang kromosom ditambah dengan 1 pasang kromosom penentu jenis kelamin, sehingga total kromosom manusia adalah sebanyak 23 pasang atau 46 buah kromosom. Nah, penyandang Sindrom Down mempunyai kromosom nomor 21 yang terlalu banyak.
Pada umumnya, manusia memiliki masing-masing, 1 pasang yang terdiri dari 2 buah kromosom (no. 1 - no. 22), ditambah dengan 1 pasang kromosom penentu jenis kelamin, XX untuk anak perempuan dan XY untuk anak laki-laki.
Kromosom normal
Sekitar 95% penyandang Sindrom Down mempunyai 3 (tiga) kromosom no. 21 dan kelainan ini disebut sebagai Trisomi 21. Penyandang Trisomi 21 mempunyai 47 kromosom yang bersifat sporadik, tidak diturunkan dari orang tua, seperti pada gambar di bawah.
Kromosom Sindrom Down dengan trisomi 21
Diagnosis pasti sindrom Down dilakukan dengan pemeriksaan analisis kromosom, yang nantinya akan diagnosis guna mengetahui risiko berulangnya memiliki anak dengan sindrom Down pada kehamilan berikutnya, terutama jika MomDad memiliki anak pertama sindrom Down pada usia yang masih muda.
Bisakah Sindrom Down diketahui sejak masa kehamilan?
Hingga saat ini diketahui bahwa usia ibu di atas 35 tahun memiliki risiko lebih tinggi, lho. Semakin tinggi usia ibu, semakin tinggi risikonya. Meskipun begitu, terkadang ibu yang masih muda juga dapat melahirkan anak dengan Sindrom Down. Faktor risiko terjadinya Sindrom Down belum sepenuhnya terpetakan.
MomDad yang calon buah hatinya memilki risiko tinggi menyandang Sindrom Down, dapat melakukan skrining pranatal. Skrining ini adalah pemeriksaan biokimia, yakni kadar pregnancy-associated plasma protein A (PAPP-A), human chorionic gonadotropin (hCG), alpha-feto-protein (AFP), unconjugated estriol, dan inhibin A.
Pemeriksaan USG berperan untuk menilai ketebalan nuchal translucency (NT) janin, yaitu daerah di bawah tengkuk janin yang terisi cairan. NT biasanya akan menebal pada bayi dengan Sindrom Down. Pemeriksaan Chorionic villus sampling (CVS) pada trimester pertama (usia kehamilan 10-12 minggu) dan amniosentesis yang dilakukan pada usia kehamilan 15-18 minggu merupakan pemeriksaan yang invasif, dan memiliki risiko ibu mengalami keguguran.
Sementara Non-invasive prenatal testing (NIPT), merupakan pemeriksaan yang direkomendasikan saat ini karena tidak invasif, aman, dan tidak mengakibatkan keguguran bayi. Pemeriksaan ini dapat dilakukan setelah usia kehamilan 9 minggu dengan memeriksa DNA janin pada serum darah ibu, sehingga bisa mendeteksi Sindrom Down lebih dini.
Risiko kesehatan anak dengan Sindrom Down
Penyandang sindrom Down juga dapat memiliki beberapa masalah kesehatan, seperti:
• Gangguan pendengaran (75%)
• Obstructive sleep apnea (50%–79%)
• Radang telinga tengah (50%–70%)
• Kelainan mata (60%) termasuk katarak (15%) dan gangguan refraksi (50%)
• Penyakit jantung bawaan (50%)
• Gangguan neurologis (1%– 13%)
• Masalah saluran cerna (12%)
• Dislokasi panggul (6%)
• Gangguan tiroid (4%–18%)
• Leukemia (1%)
• Hirschsprung (<1%)
Sementara itu, anak dengan Sindrom Down mempunyai kemampuan belajar, motorik, bahasa, dan perilaku yang berbeda-beda lho, MomDad. Derajat gangguan kognitif juga dapat bervariasi, dari yang ringan (IQ 50 –70), sedang (IQ 35–50), atau berat (IQ 20 –35). Selain variasi dalam gangguan belajar, juga ditemukan variasi dalam keterlambatan perkembangan motorik seperti duduk, berdiri, berjalan, dan kemampuan berbicara.
Meski sampai saat ini penyandang Sindrom Down tidak dapat disembuhkan, namun intervensi yang dilakukan sejak dini terhadap masalah kesehatan pada mereka akan bermanfaat untuk menunjang tumbuh kembangnya agar bisa berjalan optimal.
Bagi MomDad yang memiliki anak penyandang sindrom Down, sangat dianjurkan untuk bergabung dan berperan secara aktif dalam komunitas sindrom Down di Indonesia, yakni POTADS (Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome).
Dengan bergabung di dalam komunitas yang sama, maka MomDad dapat saling berbagi informasi dan pengalaman dalam mengasuh buah hati dan saling mendukung satu sama lain.
Semoga artikel di atas dapat menambah wawasan MomDad ya, perihal penyandang Sindrom Down. Yuk, follow Instagram @official.primaku dan download aplikasinya untuk tahu konten informatif seputar tumbuh kembang anak.
Sumber foto: Pexels dan Researchget.net
Artikel ini telah ditinjau oleh DR. Dr. Siska Mayasari Lubis, M.Ked(Ped), Sp.A(K)