Kriteria Kelompok yang Berisiko Mengalami KIPI
Author: Dhia Priyanka
Editor: dr. Lucyana Alim Santoso, Sp.A
Topik: Vaksinasi, Imunisasi, KIPI
KIPI (kejadian ikutan pasca imunisasi) mengacu pada segala kejadian medis yang terjadi setelah pemberian vaksin, yang mungkin berhubungan atau tidak berhubungan dengan vaksin itu sendiri. KIPI dapat berupa reaksi ringan atau berat, dan memerlukan pemantauan serta penanganan yang tepat. Menurut badan kesehatan dunia (WHO), ada 5 jenis KIPI yang umum terjadi, antara lain:
- Reaksi yang terkait produk vaksin: KIPI yang diakibatkan atau dicetuskan oleh satu atau lebih komponen yang terkandung di dalam produk vaksin.
- Reaksi yang terkait cacat mutu vaksin: KIPI yang disebabkan atau dicetuskan oleh satu atau lebih cacat mutu produk vaksin, termasuk alat pemberian vaksin yang disediakan oleh produsen.
- Reaksi terkait kekeliruan prosedur imunisasi: KIPI yang disebabkan oleh cara penanganan vaksin yang tidak memadai, penulisan resep atau prosedur pemberian vaksin yang sebetulnya dapat dihindari.
- Reaksi kecemasan terkait imunisasi: KIPI ini terjadi akibat kecemasan pada waktu pemberian imunisasi.
- Kejadian koinsidens: KIPI ini disebabkan oleh hal-hal di luar produk vaksin, kekeliruan imunisasi atau kecemasan akibat imunisasi. Contoh: demam yang timbul bersamaan dengan pemberian imunisasi, padahal sebenarnya disebabkan oleh penyakit lain. Misalnya, pada saat dibawa ke pelayanan kesehatan untuk mendapatkan imunisasi, bayi tertular selesma dari pengunjung lain yang juga datang ke tempat pelayanan kesehatan tersebut. Kejadian koinsiden mencerminkan keadaan yang pada saat tersebut terjadi di masyarakat.
Perlu diketahui bahwa tidak semua anak yang divaksin akan mengalami KIPI. Sebagian besar anak menerima vaksin tanpa masalah serius. Namun, ada beberapa kriteria kelompok yang berisiko mengalami KIPI, yaitu:
- Jika anak mengalami reaksi buruk setelah vaksinasi, segera laporkan ke Pokja KIPI daerah untuk penanganan cepat dan Pokja (kelompok kerja) KIPI pusat menggunakan formulir yang tersedia.
- Untuk bayi dengan berat lahir rendah, jadwal imunisasinya sama dengan bayi cukup bulan, namun perlu perhatikan hal berikut:
- Titer kekebalan pasif dari ibu lebih rendah daripada bayi cukup bulan.
- Jika berat bayi sangat kecil (<1000 gram), imunisasi ditunda hingga berat bayi mencapai 2000 gram atau berumur 2 bulan.
- Untuk bayi berat lahir rendah atau bayi prematur, Imunisasi hepatitis B diberikan saat bayi berumur 1bulan atau lebih, atau jika BB mencapai 2000 gramkecuali jika ibu diketahui HbsAg positif.
- Jika bayi masih dirawat setelah berumur 2 bulan, vaksin polio diberikan secara suntikan (IPV) untuk mencegah penyebaran virus polio melalui tinja.
- Pasien imunokompromais, yaitu mereka yang memiliki sistem kekebalan lemah akibat penyakit atau pengobatan (kemoterapi, kortikosteroid jangka panjang), tidak boleh menerima vaksin hidup. Imunisasi tetap bisa diberikan jika dosis kortikosteroid kecil dan jangka pendek. Jika anak mendapat kortikosteroid sistemik dosis tinggi (2 mg/kg berat badan/hari atau prednison 20 mg/hari selama 14 hari), imunisasi ditunda. Imunisasi diberikan 1 bulan setelah penghentian kortikosteroid atau 3 bulan setelah kemoterapi selesai.
- Untuk penerima human immunoglobulin, vaksin virus hidup diberikan 3 bulan setelah pengobatan untuk menghindari gangguan respon imun.
Meskipun sebagian besar anak tidak mengalami KIPI yang serius setelah vaksinasi, penting untuk waspada dan siap mengambil tindakan jika diperlukan. Vaksinasi tetap merupakan salah satu cara paling efektif untuk melindungi anak-anak dari berbagai penyakit menular yang berbahaya.
MomDad dapat berkonsultasi seputar dengan Dokmin PrimaKu melalui WhatsApp di nomor 0877-8688-881. Selain itu, MomDad juga bisa melakukan Booking Vaksin dewasa di PrimaKu dan mendapatkan berbagai promo menarik di setiap transaksi vaksin, lho.
Referensi: Sri Rezeki S. Hadinegoro. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi. Sari Pediatri, Vol. 2, No.1 Juni 2000: 2-10.