primaku
Mitra resmi kami:
kemenkesidaibkkbn
Unduh PrimaKu di:
playstoreappstore

Diagnosis dan Klasifikasi Asma Menurut PNAA 2022

Oleh: dr. Afiah Salsabila

Topik: Asma, Diagnosis

Dengan sekitar 262 juta penderita di seluruh dunia, asma merupakan masalah kesehatan global yang besar. Penyakit ini dapat menurunkan kualitas hidup penderitanya. Pada anak, penyakit ini dapat meningkatkan angka ketidakhadiran sehingga dapat menganggu kondisi psikososial anak. Diagnosis asma di anak kerap menjadi tantangan tersendiri karena manifestasinya beragam. Untuk membuat proses diagnosis lebih mudah dan terarah, berikut adalah cara mendiagnosis dan mengklasifikasikan asma sesuai dengan anjuran Pedoman Nasional Asma Anak 2022.  


Anamnesis


Sebagian besar diagnosis asma ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada anamnesis, pertanyaan-pertanyaan mengenai gejala perlu dilontarkan. Gejala-gejala asma yang penting ditanyakan adalah batuk, mengi, sesak napas, dan rasa tertekan di dada. Karakteristik dari gejala-gejala tersebut juga perlu ditanyakan. Pada asma, gejala-gejala yang dirasakan lebih cenderung terjadi secara berulang (episodik), memburuk pada malam hari (nokturnal), dipicu oleh pencetus (trigger), dan biasanya membaik dengan atau tanpa pengobatan (reversibel). Pemicu asma bisa beragam dari satu anak ke anak lain dan bisa jadi salah satu atau lebih dari satu hal-hal berikut: infeksi saluran napas, aktivitas berlebihan, tertawa, menangis, perubahan cuaca, atau iritan/alergen. 


Faktor-faktor risiko tertentu juga meningkatkan kemungkinan seorang anak mengalami asma, seperti komorbiditas dengan rinitis alergi, dermatitis atopik, dan penyakit alergi lainnya. Riwayat penyakit yang dapat memperburuk manifestasi asma seperti gastroesophageal reflux disease (GERD) dan Obstructive Sleep Apnea juga perlu ditanyakan karena dapat mempengaruhi respon pengobatan. Faktor risiko lain yang dapat digali meliputi berat lahir rendah, prematuritas, pajanan produk tembakau, pajanan hewan berbulu, dan riwayat infeksi pada masa bayi juga perlu ditanyakan. Riwayat pemberian bronkodilator dapat ditanyakan untuk mengetahui respon pengobatan pada anak. 


Singkatan atau mnemonic yang dapat dipakai pada saat anamnesis supaya semua aspek tersebut tidak ada yang terlewat adalah ENTAR (Episodisitas, Nokturnal, Trigger, Alergi, Reversibilitas).



Pemeriksaan Fisik


Ketika anak sedang dalam serangan, pemeriksaan fisik dapat menunjukkan napas cepat, retraksi, mengi, dan penurunan saturasi oksigen. JIka kondisinya berat, udara dapat memenuhi rongga dada hingga menyebabkan barrel chest dan silent chest. Pemeriksaan fisik anak dengan asma biasanya normal ketika tidak dalam serangan. Namun, tanda-tanda alergi seperti dermatitis atopi, allergic shiners,  allergic salute, Dennie morgan lines, dan geographic tongue dapat terlihat dan mengindikasikan adanya faktor risiko asma. 


Pemeriksaan Penunjang


Hingga saat ini, belum ada pemeriksaan baku emas yang dipakai untuk mengkonfirmasi asma pada anak. Walaupun demikian, ada beberapa pemeriksaan yang dapat digunakan untuk membuktikan karakteristik gejala asma seperti reversibilitas, variabilitas, hiperaktivitas, serta atopi. 


Spirometri dilakukan untuk memeriksa fungsi respiratori anak. Pemeriksaan ini mengukur forced expiratory volume in one second (FEV1) yaitu jumlah udara yang diekspirasi  secara paksa dalam satu detik setelah inspirasi maksimal, dan forced vital capacity (FVC), yaitu jumlah udara maksimal yang dapat diekspirasikan setelah inspirasi maksimal tanpa batasan waktu. Jika FEV1  yang dihasilkan kurang dari 80% nilai prediksi atau rasio FEV1/FVC kurang dari 0,90, maka pasien bisa dikatakan memiliki obstruksi saluran napas. Setelah itu, uji reversibilitas bisa dilakukan dengan memberikan short-acting beta agonist (SABA). Jika FEV1  naik 12% atau lebih maka bisa dicurigai bahwa obstruksi saluran napas diakibatkan oleh bronkokonstriksi reversibel selayaknya pada asma.


Salah satu metode untuk menguji apakah gejala disebabkan oleh pencetus atau tidak adalah dengan tes provokasi. Tes ini dilakukan untuk mencetuskan gejala menggunakan histamin, mannitol, atau exercise test. Walaupun demikian, perlu ditekankan bahwa uji ini tidak dianjurkan pada anak karena berisiko menimbulkan asma berat. Jika tidak ada alat untuk spirometri, peak flow meter dapat digunakan. Peak flow meter dapat dipakai untuk melakukan uji reversibilitas dan variabilitas. 


Klasifikasi 


Asma dapat dibagi menjadi dua kelompok besar: akut dan kronik, Ketika dalam kondisi akut, asma dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat serangannya menjadi ringan-sedang, berat, atau berat dengan ancaman henti napas. Pada kondisi kronik, asma dapat diklasifikasikan berdasarkan frekuensi serangan dan derajat kendali. Penulisan diagnosis asma perlu dibuat secara lengkap karena hal ini memengaruhi tatalaksana yang diberikan. Sistematika penulisan diagnosis asma yang dianjurkan adalah sebagai berikut: 

  • Akut/kronik
  • Jika akut, sebut derajat serangan (Lihat Tabel 1)
  • JIka kronik, sebut kekerapan/ frekuensi (Lihat Tabel 2), derajat saat diperiksa (Lihat Tabel 1), dan derajat kendali (Lihat Tabel 3)
  • Berikut contoh penulisan diagnosis asma yang benar:
       “Asma intermiten, tanpa gejala, terkendali penuh"

tabel 1 asma diagnosis.jpg

tabel 2 asma diagnosis.jpg

tabel 3 asma diagnosis.jpg


Kesimpulan

Dengan memahami pentingnya diagnosis dan klasifikasi asma, diharapkan bahwa tenaga medis dapat memberikan pasien penanganan yang tepat dan terarah. Deteksi yang akurat serta evaluasi yang menyeluruh akan membantu mencegah komplikasi lebih lanjut dan meningkatkan kualitas hidup pasien. 



Referensi

UKK Respirologi IDAI. Pedoman Nasional Asma Anak. 3rd ed. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2022

familyfamily
Baca artikel tumbuh kembang anak di PrimaKu!
Unduh sekarang
playstoreappstore
primaku
Aplikasi tumbuh kembang anak Indonesia. Didukung penuh oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)
Mitra resmi kami:
kemenkesidaibkkbn
Unduh PrimaKu
playstoreappstore
© 2023 All rights reserved PRIMAKU, Indonesia
Cari kami di: