Gaduh Gelisah: Kapan Restrain Fisik Diperlukan?
Oleh: Editorial Primapro
Topik: Gaduh Gelisah
Gaduh gelisah adalah kondisi yang berpotensi menjadi pengalaman traumatik bagi pasien anak yang mengidapnya, terlebih jika penanganannya dilakukan tanpa usaha untuk menjaga hak dan martabat pasien. Untuk menghindari hal tersebut, perlu dilakukan pendekatan bertahap, mulai dari deeskalasi verbal yang didasari empati dan pertimbangan terhadap otonomi pasien, serta terapi farmakologi sesuai indikasi. Jika keduanya belum mampu untuk menenangkan pasien, restrain fisik baru dapat dipikirkan. Cara untuk memberikan restrain fisik pada pasien pun tidak sembarangan dan perlu dilakukan sesuai protokol. Berikut hal-hal yang perlu diperhatikan ketika mengaplikasikan restrain fisik pada pasien anak.
Langkah pertama adalah memastikan bahwa indikasinya adalah untuk menjaga keamanan pasien dan sekitarnya. Jangan gunakan restrain untuk menghukum pasien. Berikutnya, lakukan informed consent pada pasien dan wali pasien dan jelaskan indikasinya secara singkat dan padat menggunakan nada yang tenang.
Dalam melakukan restrain, gunakan alat-alat yang memadai. Pastikan bahwa alat yang dipakai tidak memiliki risiko tinggi untuk melukai pasien, Gunakan alat-alat restrain dengan bahan yang lembut dan tidak kasar, seperti katun. Ketika memasang restrain, posisikan pasien pada posisi terlentang (supine) tanpa memberikan tekanan pada kepala dan leher. Restrain fisik pada posisi pronasi (tengkurap) perlu dihindari karena dapat berpotensi untuk menimbulkan sudden death.
Selama pasien dilakukan restrain fisik, lakukan pemeriksaan berkala untuk memantau status mental dan tanda-tanda vital. Berikan juga perhatian pada tanda-tanda cedera akibat pengikatan, status nutrisi dan hidrasi, sirkulasi pada keempat ekstremitas, dan kesiapan pasien untuk dilepaskan dari pengikatan. Ubah posisi pasien secara berkala untuk mencegah luka dekubitus, rhabdomyolisis, dan paresthesia. Lepas restrain fisik secepatnya setelah dinilai bahwa pasien sudah tenang. Hindari pemakaian restrain fisik selama lebih dari 2 jam pada anak dan remaja. Untuk anak dibawah 9 tahun, batasi restrain hingga maksimal 1 jam.
Ketika pasien sudah tenang, jelaskan ke pasien kalau restrain akan dilepaskan jika pasien dapat mengontrol perilakunya. Buat perjanjian tertulis bahwa restrain akan dilakukan kembali jika mengulangi perbuatannya. Pastikan bahwa nada yang dipakai ketika menyampaikan hal ini tenang dan tidak mengancam. Jika pasien setuju, lepaskan restrain secara bertahap satu ikatan demi satu ikatan. Jika pasien berhasil untuk tenang setelah dilepas satu ikatan, maka lepas ikatan berikutnya. Setelah di-restrain, pasien dapat mengalami beberapa gejala setelah imobilisasi sekian lama, seperti sulit bergerak dan mata berkunang-kunang. Lakukan mobilisasi bertahap untuk menghindari cedera pada pasien.
Itulah cara untuk melakukan restrain fisik yang baik dan benar. Restrain fisik dilakukan tak hanya untuk lingkungan di sekitarnya, tetapi juga untuk pasiennya sendiri. Maka dari itu, restrain perlu dilakukan dengan empati dan dengan pertimbangan terhadap kenyamanan pasien.
Referensi
https://uhnj.org/mdstfweb/documents/CMS_Regulations_Restraints_Seclusion.pdf
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK565873/
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6482694/
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8383287/