primaku
Mitra resmi kami:
kemenkesidaibkkbn
Unduh PrimaKu di:
playstoreappstore

Pemeriksaan Pada Bayi Baru Lahir Bagian I: Keadaan Umum, Kepala, dan Leher

Oleh: dr. Afiah Salsabila

Topik: Bayi Newborn, Pemeriksaan Fisik, Neonatus, skrining neonatus

Rentang waktu 24 jam pertama lahirnya seorang bayi adalah masa yang penting. Pada periode ini, dokter perlu menilai kesehatan bayi dan mengidentifikasi ada atau tidaknya red flags yang perlu ditelaah lebih lanjut. Pemeriksaan perlu dilakukan secara menyeluruh dan sistematis supaya tidak ada yang tertinggal. Dengan dilakukannya evaluasi yang lengkap pada awal kehidupan, bayi bisa mendapatkan tatalaksana yang sesuai sedini mungkin supaya bisa memiliki pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. [1,2] Artikel ini adalah bagian pertama dari tiga bagian yang menjelaskan mengenai pemeriksaan-pemeriksaan yang perlu dilakukan pada bayi yang baru lahir. Berikut adalah komponen-komponen yang perlu diperiksakan ketika sedang mengevaluasi keadaan umum, kepala, dan leher bayi baru lahir. 



Keadaan Umum


Langkah pertama yang perlu diambil untuk menilai keadaan umum seorang bayi yang baru lahir adalah inspeksi. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah tingkat aktivitas dan kesadaran, tonus, warna kulit, dan status respiratorik. Bayi dengan pernapasan yang baik akan menangis dengan kencang dan memiliki warna kulit merah muda. Jika napas bayi tampak cepat (takipneu) dan disertai napas cuping hidung, retraksi, serta kulit warna biru, bayi bisa dinilai memiliki gawat napas dan memerlukan tatalaksana lebih lanjut seperti suction, bagging, atau bahkan intubasi sesuai dengan indikasi. [2] Pada saat yang bersamaan, perhatikan tonus bayi. Bayi yang memiliki tonus yang baik beristirahat dalam keadaan tungkai yang fleksi secara simetris. Kemudian, pastikan bahwa tanda-tanda vital bayi dalam batas normal. Rentang normal tanda-tanda vital pada bayi baru lahir bisa dilihat pada Tabel 1. [2]


Tabel 1. Rentang normal tanda-tanda vital pada neonatus aterm [2]

ttv neonatus.jpg


Kemudian, berat badan dan panjang badan bayi perlu diukur. Hasil pengukuran perlu di-plot pada grafik pertumbuhan sesuai dengan usia gestasi ketika bayi dilahirkan untuk mengetahui jika nilai-nilai pengukuran yang didapatkan sesuai dengan usianya. Bayi baru lahir yang memiliki berat badan di bawah persentil ke-10 diklasifikasikan sebagai bayi dengan kondisi Kecil Untuk Masa Kehamilan (KMK). Sebaliknya, bayi yang lahir dengan berat badan di atas persentil ke-90 pada grafik pertumbuhan diklasifikasikan sebagai bayi yang Besar Untuk Masa Kehamilan (BMK). Bayi baru lahir dengan KMK dan BMK memiliki risiko hipoglikemia. Maka dari itu, bayi-bayi baru lahir dengan salah satu kondisi tersebut disarankan untuk dilakukan skrining glukosa darah. Pemeriksaan glukosa darah juga disarankan bagi bayi yang lahir dari ibu dengan dengan diabetes atau late-preterm (lahir pada usia gestasi 34 hingga 36 6/7 minggu). Setelah keadaan umum bayi diperiksa, dokter perlu memeriksa bayi secara sistematis dari kepala hingga ujung kaki. [2]



Kepala


Pemeriksaan lingkar kepala perlu dilakukan untuk mengidentifikasi adanya kecurigaan ke arah kelainan pada sistem saraf pusat. Mikrosefali, yaitu kondisi di mana lingkar kepala berada di bawah 2 standar deviasi, dapat menandakan adanya malformasi sistem saraf seperti misalkan holoprosensefali, fetal alcohol syndrome, infeksi seperti toksoplasmosis, cytomegalovirus (CMV), atau sindrom genetik seperti trisomi 13 dan 18. Makrosefali, yatu kondisi di mana nilai pengukuran lingkar kepala di atas persentil ke-98, juga demikian. Adanya makrosefali dapat memberikan indikasi adanya hidrosefalus atau massa intrakranial. Pencitraan perlu dilakukan untuk mengkonfirmasinya. [2]


Setelah melakukan evaluasi terhadap ukuran dan bentuk kepala, dokter perlu melakukan palpasi pada kepala bayi untuk menilai fontanel dan sutura pada kranium. Pada umumnya, fontanel anterior memiliki diameter 3-6 cm, sedangkan fontanel posterior memiliki diameter 1-1,5 cm. Bayi dengan Down syndrome, trisomi, dan hipotiroid kongenital cenderung memiliki fontanel yang besar. Fontanel yang kecil biasanya ada pada bayi dengan mikrosefali. Kondisi yang perlu dinilai saat mempalpasi sutura adalah kraniosinostosis, yaitu ketika sutura kranium melebur lebih dini dari yang seharusnya. Kondisi ini menghambat pertumbuhan kranium dan diasosiasikan dengan berbagai sindrom seperti sindrom Crouzon, Apert, dan Pfeiffer. Biasanya bentuk kepala dengan kraniosinostosis tidak simetris. Namun, perlu diperhatikan bahwa bentuk kepala yang asimetris bisa juga disebabkan oleh kompresi ketika masih di kandungan. Jika demikian, bentuk kepala akan perlahan menjadi simetris pada beberapa bulan pertama kehidupan. [2] Asukultasi bisa dilakukan pada fontanel untuk memeriksa jika ada bruit atau tidak. Bruit dapat menandakan adanya malformasi arteriovenous, tetapi masih bisa muncul akibat bunyi jantung yang menjalar ke kepala.


Pemeriksaan permukaan kepala dapat menunjukkan ada atau tidaknya caput succedaneum, cephalohematoma, dan lesi lainnya. Caput succedaneum adalah edema pitting yang terjadi di bawah kulit kepala, sedangkan cephalohematoma adalah perdarahan subperiosteal yang terjadi akibat cidera pada pembuluh darah di lapisan subperiosteal calvaria dan dibatasi oleh sutura. Sekilas, caput succedaneum tampak seperti cephalohematoma. Namun, caput succadeaneum hilang sendiri dalam waktu 48 jam - 1 minggu pasca kelahiran, sementara itu cephalohematoma dapat mengalami perburukan di atas rentang waktu tersebut dan menyebabkan jaundice dan sepsis. Cephalohematoma dapat terjadi akibat trauma ketika persalinan, khususnya persalinan yang dibantu oleh vakum atau forceps. Selain cephalohematoma, jenis perdarahan ekstrakranial yang dapat timbul sebagai benjolan adalah perdarahan subgaleal. Perdarahan subgaleal lebih difus, melewati garis sutura, dan bisa berubah tempat jika digerakkan. Bayi dengan perdarahan subgaleal perlu dipantau dengan ketat dan diberikan pemeriksaan hematokrit dan pemeriksaan lingkar kepala serial karena dapat meningkatkan risiko untuk syok. [1, 2]



Mata


Pemeriksaan mata dimulai dengan melakukan inspeksi pada mata dengan menilai keadaan iris, pupil, konjungtiva, sklera, kelopak mata, pergerakan bola mata, dan area antara kedua mata. Bayi baru lahir memiliki ketajaman penglihatan 20/400, maka pandangan mata yang ter-diskonjugasi masih dianggap normal hingga 2-3 bulan pertama kehidupan. Adanya perdarahan subkonjungtival juga sering ditemukan dan biasanya bisa hilang sendiri dalam beberapa minggu. [2]


Selanjutnya, pemeriksaan dengan oftalmoskop bisa dilakukan. Pada keadaan normal, mata akan menunjukkan red reflex tanpa opasitas, white spot, atau dark spots pada kedua mata. Refleks cahaya putih (leukokoria) menunjukkan adanya sesuatu yang menghalangi retina, seperti katarak, coloboma, retinoblastoma, atau kelainan lainnya. Bayi dengan leukokoria perlu diperiksa lebih lanjut oleh dokter spesialis mata. [1, 2]


Cairan yang keluar dari saluran air mata. Cairan yang lengket dan kuning dapat menandakan adanya dakriostenosis atau ophthalmia neonatorum.Dakriostenosis adalah kondisi di mana saluran air mata tersumbat sehingga sekresi yang keluar menjadi lebih lengket tanpa adanya konjungtivitis. Sementara itu, ophthalmia neonatorum disertai konjungtivitis yang ditandai oleh edema dan injeksi konjungtiva. Ophthalmia neonatorum dapat disebabkan oleh iritan kimiawi atau patogen infeksius seperti gonokokus, klamidia, dan herpes simpleks. [2]



Telinga


Dari inspeksi telinga, deformitas telinga seperti low set ears, ikrotia, skin tags, dan ear pit bisa diidentifikasi. Low set ears diasosiasikan dengan beberapa kondisi genetik seperti Down syndrome, Turner syndrome, dan trisomi 18, sementara itu mikrotia berhubungan dengan sindrom CHARGE. Bayi-bayi dengan skin tag preaurikular atau ear pit perlu dipantau karena kondisi-kondisi tersebut cenderung memiliki risiko untuk mengalami gangguan pendengaran permanen. [2] Pemeriksaan dengan otoskop bisa dilakukan untuk memvisualisasikan saluran telinga dan gendang telinga. [1]


Karena Pendengaran adalah panca indera yang sangat penting untuk perkembangan seorang anak, skrining pendengaran dengan tes auditory brainstem atau otoacoustic emission test (OAE) perlu dilakuakan pada semua bayi baru lahir sebelum usia 1 bulan, idealnya sebelum dipulangkan dari fasilitas kesehatan di mana persalinan dilakukan. [2]



Hidung


Pada pemeriksaan hidung, bentuk, simetrisitas septum nasal, dan patensi koana perlu dinilai. Anak dengan atresia koana biasanya mengalami sianosis yang reda jika menangis. Untuk menilai patensi lubang hidung, sebuah kateter small-caliber bisa dimasukkan ke pasase nasal. Septum nasal yang tidak simetris bisa diperbaiki dengan memberikan tekanan pada ujung nasal. Jika tetap tidak bisa, bayi dengan deformitas dan kelainan anatomis pada hidung perlu dikonsulkan ke spesialis otolaringologi. [1,2]



Mulut


Dari inspeksi, kita bisa melihat jika bayi bisa melakukan oklusi dengan baik dari posisi maxilla dan mandibula. Sudut yang dihasilkan dari mulut yang terbuka dan tertutup simetris pada kondisi normal. Mandibula yang kecil (mikorgnatia) biasanya terjadi pada sindrom Pierre Robin. Ketika bayi membuka mulut, kita bisa melihat kondisi lidah dan frenulum. Terkadang, frenulum yang menghubungkan lidah dengan dasar mulut terlalu pendek sehingga membatasi mobilitas lidah. Kondisi ini disebut ankyloglossia. Ankyloglossia dapat menganggu proses menyusui. Pada beberapa kasus, frenotomi perlu dilakukan pada bayi dengan kondisi tersebut. Lelangit mulut juga perlu dipalpasi untuk mengidentifikasi jika ada celah atau tidak. Celah bibir dan lelangit adalah kelainan anatomis kepala dan leher yang paling sering ditemui. [1,2]


Leher


Kelainan leher yang perlu diperhatikan pada bayi adalah torticollis dan massa. Torticollis adalah kondisi di mana otot sternocleidomastoideus kontraksi terus menerus dan menyebabkan kepala untuk menengok ke satu sisi. Jika dibiarkan, torticollis dapat menyebabkan plagiosefali dan posisi telinga yang tidak normal. Klavikula bayi juga perlu diperiksa untuk melihat jika ada fraktur. Terkadang, proses persalinan menyebabkan trauma pada bahu bayi dan manifestasinya hanya terletak pada refleks Moro yang asimetris. [2]


Pemeriksaan bayi baru lahir perlu dilakukan secara sistematis, dimulai dari keadaan umum lalu dilanjutkan dengan pemeriksaan dari ujung kepala hingga ujung kaki. Pada artikel ini, telah dijabarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan untuk menilai keadaan umum, kepala, dan leher bayi baru lahir. Untuk penjelasan mengenai pemeriksaan-pemeriksaan pada toraks, abdomen, dan area anogenital, pantau linimasa artikel aplikasi Primapro untuk terbitan artikel berikutnya…



Referensi

  1. Gantan EF, Wiedrich L. Neonatal Evaluation. [Updated 2023 Aug 14]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2024 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK558943/
  2. Lewis ML. A comprehensive newborn exam: part I. General, head and neck, cardiopulmonary. Am Fam Physician. 2014 Sep 1;90(5):289-96. PMID: 25251088.
familyfamily
Baca artikel tumbuh kembang anak di PrimaKu!
Unduh sekarang
playstoreappstore
primaku
Aplikasi tumbuh kembang anak Indonesia. Didukung penuh oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)
Mitra resmi kami:
kemenkesidaibkkbn
Unduh PrimaKu
playstoreappstore
© 2023 All rights reserved PRIMAKU, Indonesia
Cari kami di: