Meta PixelPerlindungan Sinar Matahari pada Anak<!-- --> | Articles | <!-- -->PrimaKu - Pelopor Aplikasi Tumbuh Kembang Anak di Indonesia

Perlindungan Sinar Matahari pada Anak

Author: dr. Afiah Salsabila

28 Agu 2025

Topik: Sunscreen, Ilmiah, SPF

Paparan sinar ultraviolet (UV) merupakan faktor risiko penting terjadinya kerusakan kulit jangka panjang. Indonesia sebagai negara tropis dengan indeks UV tinggi sepanjang tahun menghadapi beban kanker kulit yang nyata. Data Globocan 2022 menunjukkan melanoma menempati peringkat ke-22 kanker tersering di Indonesia dengan 1.716 kasus baru dan 774 kematian. [1] Meskipun bukan termasuk lima kanker terbanyak, angka kematian yang tinggi menunjukkan pentingnya upaya preventif, terutama perlindungan sejak masa kanak-kanak.

Kulit anak jauh lebih rentan terhadap kerusakan akibat sinar UV dibanding dewasa. Lapisan epidermis lebih tipis, jumlah melanin lebih sedikit, dan anak-anak lebih banyak beraktivitas di luar ruangan. Paparan UVA menembus dermis dan menghasilkan radikal bebas yang dapat merusak DNA, sementara UVB juga berkontribusi pada kerusakan DNA serta kanker kulit non-melanoma. [2]


Tipe Sinar UV dan Dampaknya pada Kulit

Terdapat tiga jenis radiasi UV: UVC, UVB, dan UVA. Lapisan ozon menyerap seluruh UVC, sekitar 90% UVB, dan hanya sebagian kecil UVA. Penipisan ozon menyebabkan semakin banyak radiasi UV mencapai permukaan bumi. UVA berhubungan dengan penuaan kulit dan hiperpigmentasi. Radiasi ini menembus lapisan kulit lebih dalam, menghasilkan radikal bebas oksigen yang secara tidak langsung merusak DNA, serta meningkatkan jumlah sel inflamasi di dermis dan menurunkan jumlah sel penyaji antigen. Sebaliknya, UVB terutama menyebabkan kulit terbakar dan kerusakan rantai DNA berupa pembentukan pyrimidine dimer, yang berhubungan erat dengan kanker kulit non-melanoma. [3]


Jenis Tabir Surya

Proteksi terhadap sinar UV terbagi menjadi tabir surya fisik dan kimia. Tabir surya kimia bekerja dengan menyerap energi UV melalui molekul aktif seperti avobenzone, octocrylene, cinnamate, atau benzophenone. Molekul ini akan tereksitasi setelah menyerap radiasi lalu melepaskan energi dalam bentuk gelombang lebih panjang. Filter kimia dapat dibagi menurut spektrum:

  • UVB: cinnamate, salisilat, octocrylene, ensulizole, derivat camphor.
  • UVA: avobenzone, benzophenone, anthranilate, ecamsule.

Sementara itu, tabir surya fisik bekerja dengan merefleksikan sinar UV menggunakan partikel anorganik seperti zinc oxide dan titanium dioxide. Microfine zinc oxide memberikan perlindungan lebih baik terhadap UVA, sedangkan microfine titanium dioxide lebih efektif pada UVB [2,3].

Untuk anak, rekomendasi perlindungan meliputi pakaian tertutup, topi lebar, menghindari paparan langsung di siang hari, serta penggunaan tabir surya spektrum luas pada usia >6 bulan dengan minimal SPF 15. Aplikasi sebaiknya 15 menit sebelum keluar rumah dengan dosis 2 mg/cm², lalu diulang setiap dua jam atau setelah berenang maupun berkeringat [2].


Mitos Seputar Sunscreen

Meskipun bukti ilmiah kuat, berbagai mitos sering menimbulkan keraguan orang tua dalam menggunakan tabir surya. Bennett dan Khachemoune (2020) merangkum sejumlah mitos yang paling sering ditemui [4]:


  1. “Kulit gelap tidak perlu sunscreen”

 Studi menunjukkan kerusakan DNA akibat UV tetap terjadi pada semua fototipe kulit. Walau insidensi kanker kulit lebih rendah pada individu berkulit gelap, prognosisnya justru sering lebih buruk karena keterlambatan diagnosis .

2. “Berteduh atau memakai payung sudah cukup”

 Faktanya, payung hanya memblokir sinar langsung, sementara sinar UV yang dipantulkan permukaan tetap mencapai kulit. Uji klinis menunjukkan kelompok yang hanya memakai payung mengalami lebih banyak sunburn dibandingkan yang menggunakan tabir surya SPF tinggi.

3. “Sunscreen menghambat vitamin D”

 Data uji klinis membuktikan bahwa meskipun tabir surya memblokir UVB, kadar vitamin D tidak berbeda bermakna antara pengguna sunscreen dan kelompok kontrol, bahkan pada pemakaian rutin. Produksi vitamin D tetap berlangsung, dan kebutuhan dapat dipenuhi melalui diet maupun suplementasi.

4.“SPF dalam kosmetik sudah cukup”

 Mayoritas produk rias hanya mengandung SPF rendah (≤15) dan biasanya diaplikasikan tipis, sehingga tidak memberikan proteksi memadai bila digunakan sendiri. Poin ini perlu ditekankan pada remaja yang sudah mulai memakai make-up.

5. “Tabir surya tidak aman”

 Bukti terbaru menunjukkan filter fisik seperti zinc oxide dan titanium dioxide tidak menembus kulit dan aman digunakan. Beberapa filter kimia memang dapat terdeteksi dalam sirkulasi pada kondisi pemakaian maksimal, tetapi belum terbukti menimbulkan efek merugikan. Regulasi internasional tetap merekomendasikan penggunaan sunscreen, dengan opsi memilih formula fisik bila ada kekhawatiran.


Kesimpulan

Perlindungan sinar matahari pada anak adalah bagian dari upaya preventif untuk menurunkan risiko kanker kulit di kemudian hari. Edukasi orang tua mengenai jenis sunscreen, cara pemakaian yang benar, serta pelurusan mitos yang salah merupakan kunci agar proteksi UV dapat dilakukan secara konsisten. Dengan pendekatan ini, risiko fotodamage sejak dini dapat diminimalkan.


Referensi

  1. Ferlay J, Ervik M, Lam F, Laversanne M, Colombet M, Mery L, et al. Global Cancer Observatory: Cancer Today. Lyon, France: International Agency for Research on Cancer; 2022. Available from: https://gco.iarc.who.int/today
  2. Gilaberte Y, Carrascosa JM. Sun protection in children: realities and challenges. Actas Dermosifiliogr. 2014;105(3):253–62. doi:10.1016/j.adengl.2013.05.006.
  3. Gabros S, Patel P, Zito PM. Sunscreens and Photoprotection. [Updated 2025 Mar 28]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2025 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK537164/
  4. Bennett SL, Khachemoune A. Dispelling myths about sunscreen. J Dermatolog Treat. 2020;31(7):1–10. doi:10.1080/09546634.2020.1789047