Ringkasan Guideline AAP: Hipertensi pada Anak dan Remaja
Oleh: Editorial Primaku
Topik: Guideline, AAP, hipertensi
Hipertensi, yang sering dianggap sebagai penyakit dewasa, semakin menjadi perhatian di populasi anak-anak. Etiologi hipertensi pada anak beragam, mulai dari gangguan ginjal, obstructive sleep apnea (OSA), obesitas, serta faktor terkait obesitas yang secara independen memiliki dampak pada tekanan darah. Meskipun prevalensinya lebih rendah dibandingkan pada populasi dewasa, hipertensi pada anak-anak dapat memiliki dampak serius pada kesehatan jantung dan vaskular mereka. Diperlukan pemahaman yang kuat mengenai aspek klinis hipertensi untuk memberikan perawatan yang efektif bagi anak-anak dengan kondisi tersebut. Berikut adalah ringkasan dari panduan penanganan hipertensi di anak dan remaja menurut the American Academy of Pediatrics (AAP)
Definisi hipertensi pada anak berbeda dari dewasa. Ini adalah karena pada anak, tekanan darah sangat dipengaruhi oleh tinggi badan dan jenis kelamin; laki-laki cenderung memiliki tekanan darah yang lebih tinggi dari perempuan di anak. Tekanan darah normal didefinisikan sebagai systolic blood pressure (SBP) dan diastolic blood pressure (DPB) di bawah persentil ke-90 berdasarkan jenis kelamin, umur, dan tinggi badan. Sementara itu, hipertensi pada didefinisikan sebagai SBP dan DBP > persentil ke-95.
Menurut AAP, tekanan darah perlu diukur tiap setahun sekali pada anak usia 3 tahun ke atas. Namun, jika anak memiliki obesitas, ada riwayat konsumsi obat yang bisa meningkatkan tekanan darah, memiliki penyakit ginjal, diabetes, atau koarktasio/obstruksi aorta, maka pengukuran tekanan darah perlu dilakukan tiap kali berkunjung ke pusat kesehatan. Pemeriksaan tekanan darah boleh dilakukan menggunakan alat pengukur osilometrik asalkan sudah divalidasi untuk populasi pediatrik.
Jika terdapat peningkatan tekanan darah, maka pasien perlu diedukasi untuk melakukan perubahan gaya hidup seperti perbaikan diet, pola tidur, dan peningkatan aktivitas fisik. Jika dalam 6 bulan tekanan darah belum turun, maka tekanan darah pada keempat ekstremitas perlu diperiksa. Jika masih tinggi, ambulatory blood pressure monitoring (ABPM) perlu dilakukan. Pemeriksaan ABPM juga direkomendasikan bagi anak-anak yang memiliki faktor risiko tinggi untuk memiliki hipertensi.
Faktor risiko hipertensi pada anak meliputi diabetes, obesitas, OSA, riwayat koarktasio arota,pasien prematur, penyintas penyakit genetik yang berhubungan erat dengan hipertensi seperti Turner syndrome dan WIlliams syndrome, serta penderita penyakit ginjal. Memahami faktor-faktor tersebut dapat membantu praktisi kesehatan dalam mengidentifikasi merancang strategi pencegahan hipertensi yang sesuai. Riwayat hipertensi pada keluarga juga perlu ditanyakan karena hipertensi memiliki faktor genetik yang cukup kuat.
Salah satu komplikasi dari hipertensi di anak adalah stenosis arteri renalis (RAS). Menurut AAP, anak-anak usia 8 tahun ke atas dengan hipertensi perlu dilakukan skrining terhadap RAS menggunakan ultrasonografi Doppler ginjal pada anak. CTA dan MRA juga bisa membantu menegakkan diagnosis jika ultrasonografi tidak adekuat. Anak hipertensif yang juga memiliki gagal ginjal kronis perlu diperiksa jika ada proteinuria atau tidak. Hal ini karena proteinuria dapat menandakan risiko kerusakan ginjal yang lebih parah.
Tujuan terapi adalah untuk menurunkan SBP dan DPB menjadi di bawah persentil ke-90. Padaremaja usia 13 tahun ke atas, target tekanan darah harus di bawah 130/80 mmHg. Pada anak dengan gagal ginjal kronik, mean arterial pressure (MAP) perlu ditargetkan untuk sampai di bawah persentil ke-50 dengan pengukuran menggunakan ABPM. Caranya adalah dengan melakukan pendekatan yang holistik mulai dari pengaturan diet, perubahan gaya hidup, dan pemberian obat-obatan. Diet yang direkomendasikan untuk anak-anak hipertensif adalah DASH. Pengaturan pola makan harus didampingi aktivitas fisik minimal 3-5 kali per minggu dengan durasi 30-60 menit tiap sesinya. Jika semua hal tersebut sudah dilakukan dengan optimal tapi tekanan darah tidak kunjung turun, maka pasien perlu diberikan terapi farmakologis dengan ACE inhibitor, ARB, calcium channel blocker, atau diuretik thiazide. Khusus untuk anak hipertensif dengan gagal ginjal kronik, ACE inhibitor atau ARB adalah terapi yang paling tepat. Pada kasus kegawatan di mana tekanan darah melonjak tinggi, maka obat antihipertensi kerja pendek bisa diberikan.
Hipertensi adalah kondisi kesehatan yang sering dilupakan pada anak. Namun, sebenarnya merupakan masalah kesehatan yang penting, khususnya sekarang di mana prevalensinya semakin lama meningkat. Edukasi kepada anak-anak dan orang tua atau wali mereka menjadi kunci dalam manajemen hipertensi. Dokter juga perlu tahu kapan perlu memulai terapi farmakologis sehingga penanganan hipertensi pada anak bisa optimal. Menjelaskan pentingnya perubahan gaya hidup, memahami rencana perawatan, dan meningkatkan kesadaran akan dampak jangka panjang hipertensi dapat membantu mendorong ketaatan pada perawatan dan mencegah kondisi menjadi lebih parah.
Referensi:
Joseph T. Flynn, David C. Kaelber, Carissa M. Baker-Smith, Douglas Blowey, Aaron E. Carroll, Stephen R. Daniels, Sarah D. de Ferranti, Janis M. Dionne, Bonita Falkner, Susan K. Flinn, Samuel S. Gidding, Celeste Goodwin, Michael G. Leu, Makia E. Powers, Corinna Rea, Joshua Samuels, Madeline Simasek, Vidhu V. Thaker, Elaine M. Urbina, SUBCOMMITTEE ON SCREENING AND MANAGEMENT OF HIGH BLOOD PRESSURE IN CHILDREN; Clinical Practice Guideline for Screening and Management of High Blood Pressure in Children and Adolescents. Pediatrics September 2017; 140 (3): e20171904. 10.1542/peds.2017-1904