Seputar Bully pada Anak
Author:
Topik: Sekolah
Seputar Bully pada Anak
Penulis: Dr. Fransiska Farah, SpA
Beberapa hari yang lalu sepulang sekolah, Dani semangat bercerita kepada ibu bahwa hari Sabtu akan ada lomba menggambar di sekolah. Namun saat hari lomba tiba, Dani bahkan tidak mau diajak ke sekolah dan tidak mau untuk menggambar lagi. “Gambarku jelek,ma...”, “Kenapa kakak bilang begitu?” “Si Daren bilang gambarku jelek, ma dan aku diledek terus di sekolah sampai semua teman-teman mengejek aku juga.. Daren juga suka mukul aku,ma..”
Perilaku bully atau bullying adalah perilaku agresif yang dilakukan berulang-ulang kepada seseorang yang lebih lemah secara sosial, emosional maupun psikologis.1 Bullying dapat berupa memukul, menakut-nakuti, mengejek, mempermalukan korban di muka umum atau secara tidak langsung dengan mengasingkan korban dari teman-teman atau lingkungan, mengacuhkan, menebar kabar yang tidak benar mengenai korban atau lewat media sosial, internet, chat atau email. Orangtua manapun yang mendengar kata bully, tidak terpikir dan tidak ingin perilaku ini mengenai anaknya. Sadar atau tidak, perilaku bully rentan mengenai siapa saja, baik sebagai pelaku maupun korban.
Perilaku agresif ini dapat diturunkan terutama pada keluarga dengan perilaku yang sama, orangtua yang sering melakukan kekerasan fisik atau verbal yang terlihat oleh anak. Orangtua yang pemarah atau menerapkan hukuman yang keras dapat ditiru anak, terutama saat mereka terluka secara fisik atau psikis. Stres dalam keluarga, sosial ekonomi yang lemah, perceraian orangtua, anak dari kehamilan yang tidak diinginkan, juga dapat meningkatkan perilaku agresif anak dalam keluarga. Anak cenderung menjadi susah diatur, sulit diarahkan, sulit mengikuti pelajaran di sekolah dan seringkali mendapat cap ‘anak nakal’.
Penelitian menunjukkan bahwa anak yang sering melihat tontonan kekerasan fisik lewat televisi, games atau media sosial, jauh lebih tinggi berperilaku yang sama dibandingkan mereka yang tidak pernah menontonnya. Seorang anak dengan perilaku agresif mulai usia 3-6 tahun berisiko tinggi berperilaku yang sama hingga dewasa jika tidak mendapat intervensi yang tepat.2 Secara gender, perilaku ini dapat mengenai anak laki-laki dan perempuan, walaupun kejadiannya lebih banyak pada anak laki-laki. Sebenarnya, pelaku bully dan korban bullying sama-sama berisiko tinggi untuk bertukar tempat satu sama lain. Keduanya juga rentan terhadap perilaku bunuh diri atau mempunyai ide untuk melakukan bunuh diri.3
Bullying paling sering terjadi di sekolah, saat istirahat maupun di saat lain ketika pengawasan dari guru berkurang. Peran serta orangtua dalam memberikan kasih sayang dan perhatian, mengajarkan pendidikan agama sedari kecil, dukungan semua anggota keluarga, dan guru di sekolah berperan penting dalam merubah perilaku ini sehingga anak tidak menjadi agresif dan melakukan bullying terhadap orang lain.
Orangtua sebaiknya menjaga komunikasi yang baik terhadap anak, sehingga anak dapat terbuka menceritakan permasalahan atau ketakutan yang dialaminya. Intervensi medis diperlukan jika perilaku agresif tidak dapat diatasi dalam keluarga.
Kepustakaan
1. Vanderbilt D, Augustyn M. Bullying and School Violance. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi 19. Philadelphia: Elsevier, 2011.h135.
2. Walter H.J, DeMaso D.R. Age-Spesific Behavioral Disturbances. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi 19. Philadelphia: Elsevier, 2011.h100.
3. Holt M.K, Alana M, Vivolo-Kantor, Polanin J.R, et al. Bullying and Suicidal Ideation and Behaviors: A Meta-Analysis. Pediatrics. 2015;135:e496.