primaku
Mitra resmi kami:
kemenkesidaibkkbn
Unduh PrimaKu di:
playstoreappstore

Tatalaksana dan Prognosis Cedera Kepala pada Anak

Oleh: dr. Afiah Salsabila

Topik: kepala, cedera

Cedera kepala adalah salah satu penyebab kematian utama pada anak umur satu hingga 18 tahun. Kondisi ini dikelompokkan berdasarkan tingkat keparahannya (ringan sedang, berat) menggunakan Glasgow coma scale (GCS). Penanganan yang dini perlu dilakukan untuk meningkatkan keluaran pasien. Artikel ini akan membahas evaluasi yang perlu dilakukan serta tatalaksana yang harus dilakukan.pada anak yang terkena cedera kepala.

Cedera kepala bisa disebabkan oleh berbagai macam kejadian, misalkan jatuh, kecelakaan lalu lintas, dan cedera olahraga. Selain karena kecelakaan, cedera kepala juga bisa terjadi akibat kekerasan pada anak. Cedera kepala akibat kekerasan bisa dicurigai jika pasien memiliki cedera multipel pada tempat yang berbeda-beda dengan tahap pemulihan yang beragam. Tanda-tanda lain juga meliputi perdarahan retina dan hematoma subdural bilateral kronik pada anak yang masih sangat kecil.

Trauma pada kepala dapat menyebabkan deformitas pada parenkim dan struktur vaskular otak. Mekanisme yang dapat menyebabkan kerusakan ini beragam mulai dari cedera tusuk, cedera ledakan, trauma tumpul, dan cedera akselerasi-deselerasi inersial. Trauma inisial tersebut menyebabkan cedera primer. Cedera primer biasanya diikuti oleh cedera sekunder yang terjadi sebagai konsekuensi dari cedera primer, misalkan inflamasi, iskemia, apoptosis dan vasospasme. Pada level seluler, cedera kepala menyebabkan pertukaran ion (influks natrium dan kalsium, serta efluks kalium) yang tidak teregulasi dengan baik dan menyebabkan pelepasan glutamat yang tidak terkontrol. Proses ini memerlukan adenosin triphosphate (ATP) yang besar sehingga mengurangi simpanan adenosine diphosphate (ADP) intraseluler. Berkurangnya ADP mengganggu metabolisme neuron dan menyebabkan sekuele gangguan perilaku dan kognitif pada pasien sejak 7 hingga 10 hari dari cedera utama.

Evaluasi awal yang perlu dilakukan pada anak yang terkena cedera kepala perlu dimulai dengan survei primer dengan pemeriksaan Airway, Breathing, Circulation, dan Disability. Setelah itu, perlu dilakukan pemeriksaan neurologis yang terarah dengan perhatian khusus pada pemeriksaan GCS. Penilaian GCS pada anak sama dengan pemeriksaan GCS pada dewasa, tapi dengan perbedaan pada komponen skoring verbal. Penilaian komponen verbal GCS berdasarkan umur bisa dilihat pada Tabel 1.


Tabel 1. Kriteria komponen verbal Glasgow Coma Scale pada anak


Skoring komponen verbal GCS

Umur

0-23 bulan

2-5 tahun

>5 tahun

5

babbling, cooing, senyum yang sesuai

Menyebutkan akta-kata yang sesuai

Dapat berbicara dengan lancar, orientasi baik

4

menangis, bisa ditenangkan

Menyebutkan kata-kata yang tidak sesuai

Bingung

3

menangis, tidak bisa ditenangkan

menangis/berteriak

kata-kata tidak sesuai

2

menggerutu

menggerutu

bergumam, menggerutu

1

tidak ada respons verbal

tidak ada respons verbal

tidak ada respons verbal



Setelah melakukan pemeriksaan survei primer dan GCS, lakukan pemeriksaan fisik. Lakukan inspeksi untuk melihat jika defisit fungsi nervus kranial, tanda-tanda fraktur basis kranii (ekimosis periorbital atau postaurikular, rinorea atau otorea yang disebabkan oleh keluarnya cairan serebrospinall), pemeriksaan fundoskopi untuk melihat apakah ada perdarahan retina. Kemudian lakukan palpasi pada kulit kepala untuk memeriksa apakah ada hematoma, krepitasi, laserasi, atau deformitas pada tulang. Pada bayi, penutupan fontanel atau anterior fontanel yang terasa penuh atau kencang dapat menandakan adanya peningkatan tekanan intrakranial. Untuk memeriksa apakah ada cedera sumsum tulang belakang, bisa palpasi pada tulang punggung untuk mendeteksi deformitas atau nyeri pada daerah tersebut, serta melihat defisit fungsi sistem saraf otonom seperti inkontinensia, kelemahan pada ekstremitas, atau priapism, serta lakukan pemeriksaan motorik, sensorik, dan refleks tendon dalam seperti refleks Babinski, Hoffman, bulbokavernosus.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada anak dengan cedera kepala adalah Computed tomography (CT) non kontras. Namun tidak semua kasus cedera kepala memerlukan CT. Pada anak di bawah 2 tahun, CT Scan hanya perlu dilakukan pada kasus cedera kepala di mana GCS <14, ada fraktur tulang tengkorak, atau terdapat gangguan kesadaran lebih dari 5 detik, mengalami mekanisme cedera yang berat, atau terdapat cedera pada bagian oksipital, parietal, dan temporal kepala, hematoma pada kulit kepala, atau terdapat laporan dari keluarga atau orang tua bahwa anak tidak berperilaku seperti biasanya.

Pada anak umur > 2 tahun, CT Scan baru direkomendasikan jika GCS < 14, ada tanda-tanda fraktur basis kranii, penurunan kesadaran, nyeri kepala berat, muntah, atau riwayat mekanisme cedera yang berat.

Fokus tatalaksana awal adalah memberikan oksigen yang adekuat dan menjaga perfusi pada otak. Hal ini dilakukan dengan memastikan bahwa jalan napas bebas dan terdapat monitoring oksigenasi dengan pulse oximetry. Jika GCS di bawah 9 maka intubasi dan pemasangan ETT diindikasikan. Kemudian, beri kristaloid dapat diberikan untuk mencegah hipotensi. Kejang dapat terjadi pada kasus cedera kepala berat. Untuk mencegahnya, pemberian fenitoin secara profilaksis selama 7 hari pasca-cedera dapat diberikan pada pasien dengan cedera kepala berat. Perfusi dapat terganggu jika terdapat peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Maka, jika terdapat peningkatan TIK, turunkan TIK dengan melakukan langkah-langkah berikut: elevasi kepala pasien sebanyak 30 derajat dengan leher pada posisi netral, berikan analgesik dan sedasi yang adekuat karena nyeri dapat meningkatkan ICP, lakukan monitoring tekanan intrakranial pada bayi dan anak yang status neurologisnya sulit untuk ditentukan, berikan agen osmotik seperti salin hipertonis atau manitol dengan target TIK di bawah 20 mmHg, dan konsul ke bedah syaraf untuk dilakukan dekompresi jika TIK juga tidak kian menurun.

Prognosis pasien cedera kepala ditentukan oleh derajat keparahannya. Cedera kepala ringan memiliki prognosis yang baik; hanya sekitar 1% dari pasien cedera kepala yang memiliki GCS 14 hingga 15 memiliki cedera intrakranial yang signifikan. Sebaliknya, pasien dengan cedera kepala berat memiliki prognosis yang tidak sebaik itu; pada populasi pasien cedera kepala berat, angka mortalitas mencapai 20 hingga 39%.

Cedera kepala perlu ditangani dengan cepat untuk mencegah komplikasi dan sekuel pada pasien. Identifikasi cedera kepala dapat dilakukan dengan dengan pemeriksaan neurologis yang relevan. Dokter juga perlu waspada terhadap etiologi kekerasan pada anak dengan cedera kepala. Dengan pengetahuan yang komprehensif mengenai cedera kepala dokter dapat membantu meningkatkan prognosis pasien anak yang terkena dengan kejadian ini.






Referensi:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK537029/


familyfamily
Baca artikel tumbuh kembang anak di PrimaKu!
Unduh sekarang
playstoreappstore
Rekomendasi Artikel
Lihat semua
primaku
Aplikasi tumbuh kembang anak Indonesia. Didukung penuh oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)
Mitra resmi kami:
kemenkesidaibkkbn
Unduh PrimaKu
playstoreappstore
© 2023 All rights reserved PRIMAKU, Indonesia
Cari kami di: