Meta PixelTatalaksana Terbaru Konstipasi Pada Anak<!-- --> | Articles | <!-- -->PrimaKu - Pelopor Aplikasi Tumbuh Kembang Anak di Indonesia

Tatalaksana Terbaru Konstipasi Pada Anak

Author: dr. Afiah Salsabila

26 Okt 2023

Topik: Nyeri perut, BAB Keras, Konstipasi, 1 - 5 Tahun

Konstipasi fungsional adalah konstipasi yang terjadi tanpa adanya etiologi organik. Kondisi ini biasanya terjadi pada usia balita ketika baru mulai toilet training. JIka tidak ditatalaksana dengan baik, pasien bisa mengalami komplikasi seperti nyeri perut berkelanjutan dan encoparesis (buang air besar tidak pada tempatnya secara tidak sengaja). Kondisi-kondisi tersebut dapat memberi dampak negatif bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, terutama pada perkembangan sosialnya. Tatalaksana konstipasi pada anak melibatkan serangkaian langkah yang perlu diperhatikan  Di bawah ini adalah algoritma tatalaksana konstipasi pada anak terbaru berdasarkan panduan medis dan praktik terbaik.

Sebelum memberikan tatalaksana pada pasien, diagnosis konstipasi fungsional perlu ditegakkan. Kemungkinan adanya penyebab organik pada pasien juga perlu disingkirkan. Proses ini dilakukan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang relevan. orang tua pasien biasanya membawa anaknya dengan keluhan feses yang keras dan kecil seperti batu kerikil atau feses yang besar namun tidak frekuen. Anamnesis perlu fokus pada pola buang air besar, durasi konstipasi, pola makan, serta  gejala lain seperti nyeri perut, mual /muntah, mengompol, buang air besar tanpa disengaja. Kelemahan pada alat gerak bawah meningkatkan kecurigaan ke arah etiologi neurologis. Kelainan organik yang perlu disingkirkan meliputi riwayat pembedahan, hipotiroid, penyakit Hirschsprung, cystic fibrosis (CF). Intoksikasi timbal, yang biasanya bisa terjadi akibat paparan dari jenis cat tertentu dan bahan bangunan lama juga bisa menyebabkan konstipasi. 

Pada anamnesis, etiologi konstipasi fungsional juga perlu digali. Penyebab konstipasi fungsional berbeda pada balita dan anak yang lebih besar. Pada balita, konstipasi fungsional dapat terjadi akibat perubahan diet (misalkan dari air susu ibu ke formula atau susu sapi) atau efek psikologis akibat toilet training seperti rasa cemas akibat tekanan dari orang tua atau diri sendiri untuk bisa buang air pada waktu dan tempat yang sesuai; pada anak yang lebih besar, konstipasi fungsional dapat timbul jika fasilitas toilet di luar rumah kurang nyaman, trauma pada area perianal yang menyebabkan nyeri, menahan feses karena terlalu asyik bermain, dan riwayat pelecehan seksual. Setelah semua data dari anamnesis terkumpul, pastikan bahwa gejala sesuai dengan Rome IV Criteria untuk konstipasi fungsional (lihat Tabel 1) 

Tatalaksana dimulai dengan disimpaksi. Proses ini bertujuan untuk mengosongkan kolon dari feses. Proses ini dilakukan untuk mengembalikan ukuran kolon menjadi normal sehingga fungsi otot-otot polos dalam menjalankan gerakan peristalsis yang terganggu akibat peregangan dari volume feses yang besar dapat diatasi. Disimpaksi dilakukan dengan pemberian Polyethylene glycol (PEG 3350) dengan dosis 1.5 g per kilogram berat badan. PEG 3350 dicampur dengan air atau jus dan campuran tersebut diminumkan ke anak dalam waktu 3 jam jika memungkinkan. Jika tidak ada respon, bisa diulang pada hari berikutnya, maksimal selama 2 hari. JIka masih tidak ada respon, perlu dilakukan follow up dan evaluasi ulang. 

Setelah disimpaksi, pasien diberikan terapi maintenance untuk memastikan bahwa feses tetap lembek sehingga reakumulasi feses keras bisa dicegah selagi kolon dalam proses kembali ke ukuran normal dan perbaikan fungsi. Pada periode ini, anak bisa diberikan pilihan obat oral  di bawah:

  1. Laksatif osmotik

    1. Polyethylene glycol (PEG) 3350 0.2-0.8 g/kg/hari

    2. Laktulosa 1-3 mL/kg/hari 

    3. Magnesium hidroksida 0.5-3 mL/kg/hari

  2. Pelunak tinja

    1. Docusate Sodium 5 mg/kg/hari

    2. Mineral oil (lubrikan) 1-3 m/kg/hari

  3. Laksatif stimulan sebagai rescue therapy sebagai obat tunggal atau tambahan (selama kurang dari 30 hari) 

    1. Senna 2.5-7.5 mL/hari

    2. Bisacodyl 5-10 mg/hari

Terapi farmakologis di atas perlu didukung dengan asupan serat dan cairan yang cukup, serta aktivitas fisik yang mumpuni. Belum ada bukti kuat yang mendukung terapi perilaku biofeedback, ataupun konsumsi probiotik dan prebiotik dalam tatalaksana konstipasi fungsional. Setelah 1-3 minggu mulai terapi, pasien perlu kontrol ke dokter untuk menilai efektifitas terapi. Untuk mendukung jadwal buang air besar yang rutin, anak yang sedang menjalani toilet training didukung untuk duduk di toilet selama 5-10 menit pada waktu yang sama tiap harinya, setelah waktu makan yang sama. Hal ini memanfaatkan refleks gastrokolik yang dimiliki anak dan menurunkan risiko konstipasi. 

Walaupun konstipasi fungsional tidak didasari oleh kelainan organik, konstipasi fungsional tetap perlu diwaspadai karena merupakan masalah kesehatan yang dapat mengganggu pertumbuhan, perkembangan, dan kualitas hidup anak. Maka dari itu, kondisi ini perlu ditatalaksana dengan seksama dengan terapi farmakologis dan terapi non-farmakologis yang sesuai. Proses penyembuhan juga memerlukan kerja sama yang baik antara tim medis dan orang tua. Diharapkan dengan terapi yang adekuat, fungsi kolon dapat kembali normal dan buang air besar bisa lebih rutin dan tidak lagi menimbulkan stress bagi anak maupun orang tua. 



Tabel 1. Kriteria Rome IV untuk konstipasi fungsional

Kelompok Umur

Gejala dan Tanda

Kriteria Tambahan

Bayi hingga 4 tahun


(Harus memiliki > 2 dari kriteria yang disebutkan atau  BAB dengan frekuensi  < 2 x/minggu selama periode 1 bulan)

1. Riwayat retensi feses berlebih

2. Riwayat BAB yang nyeri

3. Riwayat feses yang memiliki diameter besar

  1. Adanya massa feses di rektum

Bagi anak yang sudah toilet trained: 

  1. Minimal 1 episode inkontinensia setelah pernah memiliki keterampilan toilet


  1. Riwayat feses berdiameter besar yang membuat toilet terobstruksi

Anak >4 tahun


(Harus memiliki >2 kriteria berikut minimal 1x/minggu selama minimal periode 1 bulan, tanpa memenuhi kriteria irritable bowel syndrome)

  1. BAB < 2 di toilet pada usia perkembangan > 4 tahun

  2. Episode inkontinensia fekal minimal sekali seminggu

  3. Riwayat menahan feses dengan sengaja

  4. Riwayat BAB keras atau nyeri

  5. Adanya massa feses yang besar pada rektum 

  6. Riwayat feses berdiameter besar yang membuat toilet terobstruksi



N/A

Keterangan: BAB = Buang air besar



Referensi:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK537037/