Yuk bantu batita mandiri!
Author: dr. Lucyana Alim Santoso, Sp.A, Prof. Dr. Madarina Julia, Sp.A (K), MPH., Ph.D (editor)
Topik: 0-6 Bulan, 6-12 Bulan, 1-3 Tahun, Perkembangan
Kemandirian merupakan bagian dari perkembangan personal sosial yang harus dilewati setiap anak. Kemampuan ini akan berkembang pesat dalam 3 tahun pertama kehidupan. Orangtua perlu peka terhadap keinginan anak untuk mulai menunjukkan independensi, serta memberikan dukungan/dorongan yang sesuai agar anak semakin bersemangat dalam melatih kemandirian tersebut.
Pada artikel kali ini PrimaKu ingin berbagi tips mendorong kemandirian anak sesuai usia dan tahapan perkembangannya, yuk disimak!
Usia 0-1 tahun:
Pada usia ini bayi memerlukan rasa aman dan kasih sayang dari orangtua. Ketika bayi menangis untuk mengatakan ia membutuhkan sesuatu, entah itu lapar, atau kedinginan, atau merasa tidak nyaman, kemampuan orangtua untuk mengetahui penyebab dan menjawab kebutuhannya akan meningkatkan kepercayaan bayi kepada orangtua dan lingkungan sekitar.
Pada usia ini orangtua dapat mengajak bayi berinteraksi, bermain dengan melihat cermin, cilukba, dan memberikan benda untuk digenggam. Saat bayi sudah bisa memegang makanan padat/finger food, orangtua juga dapat mendorong bayi untuk makan sendiri. Bayi juga sudah dapat dilatih minum dari cangkir (open cup), dan memegangnya sendiri. Begitu juga ketika bermain, biarkan bayi bereksplorasi, dan jangan terburu-buru untuk “turun tangan” kecuali bayi memintanya atau menunjukkan tanda-tanda frustasi. Pada usia 9 bulan bayi juga sudah dapat diajari isyarat sosial seperti melambaikan tangan atau bertepuk tangan.
Usia > 1 tahun:
Pada usia ini anak sudah mulai dapat diajari kebiasaan sehari-hari di rumah. Dia juga sudah dapat dilibatkan dalam kegiatan keluarga sehari-hari. Tunjukkan cara melepas pakaian, membersihkan lantai, menyiram tanaman, menggunakan sendok, minum sendiri, menyikat gigi sendiri, membantu pekerjaan rumah, dll. Bermain dengan boneka juga merupakan ide bagus, karena anak dapat belajar meninabobokan, memberi makan/minum, menyisir boneka sembari bermain. Ajarilah juga anak tentang tanggung jawab, misalnya jika ia menumpahkan air/minuman, ajaklah ia untuk membersihkan tumpahan tersebut bersama-sama.
Pada usia ini anak sudah mampu memilih, dan agar ia lebih bersemangat, serta untuk menghindari “power struggle” saat melakukan kegiatan harian, libatkan ia dalam prosesnya. Misalnya, daripada memaksa anak untuk mandi atau berpakaian, tawarkanlah 2-3 pilihan dengan bertanya: "Adik mau mandi dulu baru makan, atau makan dulu baru mandi", “Adik mau pakai baju biru atau kuning”, dan lain sebagainya. Jangan lupa melatih anak untuk menyatakan keinginan tanpa harus menangis atau tantrum.
Usia > 2 tahun:
Doronglah anak untuk melakukan kegiatan yang sudah dapat ia lakukan mandiri sebelumnya. Pada usia ini, kemampuannya untuk mengikuti perintah dan rutinitas semakin kompleks. Anak sudah mulai bisa diajari memakai baju sendiri, memakai sepatu saat ingin keluar rumah, menggantung baju/jas hujan di pintu, membantu merapikan meja makan dan membereskan makanannya sendiri setelah makan, dll.
Untuk kegiatan yang lebih kompleks dan melibatkan beberapa tahap, orangtua dapat menyederhanakan dengan membaginya menjadi beberapa langkah. Misalnya, daripada mengatakan: “Ayo bereskan mainan kemudian kita ke taman, dan gunakan sepatumu”, orangtua dapat memecahnya menjadi: "Yuk sekarang kita bereskan dulu mainannya", setelah selesai, anak dapat diajak ke rak sepatu untuk mengenakan sepatu sendiri, dan kemudian mengajaknya berjalan-jalan.
Penting dalam setiap kegiatan kemandirian yang sedang dilatihkan, orangtua memberikan kesempatan anak untuk mencobanya sendiri. Tahan untuk menawarkan bantuan ketika ia tampak kesulitan, atau ketika anak memintanya. Dengan menahan diri untuk tidak tergesa-gesa menolong, orang tua telah mendorong kemampuan anak untuk memecahkan masalah dan berpikir kreatif. Jika anak berhasil melaksanakan suatu kegiatan/tugas secara mandiri, berikanlah pujian yang spesifik dan sesuai, misalnya daripada mengatakan “Anak pintar” lebih baik mengatakan “Wah hebat ya adik sudah bisa memakai sepatu sendiri”. Pujian spesifik seperti ini akan membuat anak berfokus pada kemampuan yang sudah bisa ia raih dan mendorong semangatnya untuk menguasai kemampuan baru.
Apabila anak sedang dalam fase “mogok” untuk melakukan rutinitas yang sebenarnya mampu ia lakukan, meski telah dibujuk berbagai cara, orangtua harus tetap tenang. Bersikap penuh kasih sayang, namun tegas, tanpa perlu memarahi anak. Misalnya ketika anak menolak menggosok gigi di malam hari, orangtua dapat membantunya dengan mengatakan “Dik, ibu bantu ya menggosok gigi kamu, ibu akan membuka mulut kamu, memegang tanganmu, dan membantumu menyekanya, sekalipun ibu tahu kamu tidak suka, supaya gigi adik tidak bolong dan adik jadi sakit gigi”
Akhir kata, setiap anak memiliki kecepatan masing-masing dalam mempelajari suatu keahlian, termasuk dalam mempelajari kemandirian. Tugas orangtua adalah membimbing, mengajari, dan mendampingi anak dalam setiap prosesnya, serta memberikan pujian dan dorongan yang ia butuhkan. Setiap anak pada dasarnya selalu ingin tahu dan ingin belajar, kita hanya perlu memberikan lingkungan yang kaya dan “menantang” untuk mengembangkan kemandirian anak-anak sesuai potensi dan usianya.
Daftar bacaan:
- Sambo CM. Memupuk kemandirian batita (bagian 1).
https://www.idai.or.id/artikel/klinik/pengasuhan-anak/memupuk-kemandirian-batita-bagian-1 - Sambo CM. Memupuk kemandirian batita (bagian 2). https://www.idai.or.id/artikel/klinik/pengasuhan-anak/memupuk-kemandirian-batita-bagian-2