Beberapa waktu terakhir, Jepang dilanda lonjakan kasus influenza yang sangat tinggi. Menurut CNN Indonesia, rata-rata ada 66.132 kasus baru per hari selama 144 hari terakhir. Kondisi ini mengingatkan kita bahwa flu bukan sekadar pilek biasa—terutama bagi anak-anak yang daya tahan tubuhnya masih berkembang. Sayangnya, seringkali flu dan pilek dianggap sama, padahal keduanya berbeda, baik dari penyebab, gejala, maupun cara penanganannya. Yuk, kenali perbedaannya agar bisa memberikan perawatan yang tepat untuk si Kecil! Pilek Biasa: Infeksi Ringan yang Sering Terjadi<img src="https://s3.ap-southeast-3.amazonaws.com/assets.primaku.com/editor/78a999a081fc098e9c7316ae6cd75ae10_1739185880338.jpg" class="e-rte-image e-imginline" alt="Waspada Salah Penanganan, Ini Perbedaan Pilek Biasa dan Influenza.jpg" width="auto" height="auto" style="min-width: 0px; max-width: 1459px; min-height: 0px;"> Pilek atau yang sering disebut selesma adalah infeksi saluran napas atas yang sangat umum terjadi pada anak-anak. Penyebabnya beragam, bisa lebih dari 100 jenis virus, dengan rhinovirus sebagai penyebab tersering. Gejala pilek biasanya ringan dan muncul secara bertahap, seperti hidung tersumbat atau berair, bersin, batuk ringan, serta demam yang tidak terlalu tinggi (jika ada). Biasanya, pilek bisa sembuh sendiri dalam waktu 7–10 hari tanpa perlu pengobatan khusus.Mengingat penyebabnya adalah virus, antibiotik tidak dibutuhkan untuk mengobati pilek. Yang terpenting adalah memastikan si Kecil cukup istirahat, tetap terhidrasi (termasuk mendapatkan ASI yang cukup), dan mengonsumsi makanan bergizi agar daya tahan tubuhnya optimal. Influenza: Penyakit yang Bisa Lebih Berbahaya<img src="https://s3.ap-southeast-3.amazonaws.com/assets.primaku.com/editor/107d154f16faba634ba4f5a1052d2434fc_1739185889547.jpg" class="e-rte-image e-imginline" alt="2 Waspada Salah Penanganan, Ini Perbedaan Pilek Biasa dan Influenza.jpg" width="auto" height="auto" style="min-width: 0px; max-width: 1459px; min-height: 0px;"> Berbeda dari pilek, influenza atau flu disebabkan oleh virus influenza tipe A, B, atau C. Gejalanya muncul secara tiba-tiba dan lebih berat dibandingkan pilek biasa. Anak yang terkena flu bisa mengalami demam tinggi (lebih dari 38°C), nyeri otot, menggigil, sakit kepala, kelelahan, serta batuk yang lebih parah. <a class="e-rte-anchor" href="https://primaku.com/penyakit/meninggal-akibat-pneumonia--waspadai-komplikasi-influenza-yang-dialami-barbie-hsu-1738639820247" title="https://primaku.com/penyakit/meninggal-akibat-pneumonia--waspadai-komplikasi-influenza-yang-dialami-barbie-hsu-1738639820247" target="_blank">Flu juga bisa menyebabkan komplikasi serius seperti pneumonia,</a> terutama pada anak-anak dengan sistem imun yang lebih lemah.Dikarenakan bisa menimbulkan komplikasi, influenza perlu mendapatkan perhatian khusus. Jika si Kecil mengalami gejala flu yang berat atau tak kunjung membaik, segera konsultasikan ke dokter agar mendapatkan penanganan yang tepat. Kenapa MomDad Perlu Memahami Perbedaannya?<img src="https://s3.ap-southeast-3.amazonaws.com/assets.primaku.com/editor/a82d6c8b8a5f1045cdbf017166a10c2769_1739185897539.jpg" class="e-rte-image e-imginline" alt="3 Waspada Salah Penanganan, Ini Perbedaan Pilek Biasa dan Influenza.jpg" width="auto" height="auto" style="min-width: 0px; max-width: 1459px; min-height: 0px;"> Banyak orang tua yang masih menganggap imunisasi influenza tidak perlu karena berpikir bahwa flu sama saja dengan pilek biasa, padahal vaksin influenza bisa membantu melindungi anak dari flu yang lebih berat dan komplikasi berbahaya. Ingat, meskipun si Kecil sudah mendapatkan vaksin influenza, ia masih bisa terkena pilek dari virus lain, tetapi risiko terkena flu berat dapat berkurang.Selain vaksinasi, pastikan juga si Kecil menerapkan kebiasaan sehat, seperti rajin mencuci tangan, menerapkan etika batuk dan bersin, serta mengonsumsi makanan bergizi untuk meningkatkan daya tahan tubuhnya.Jadi, jangan sampai keliru membedakan pilek dan influenza, ya! Pilek memang umum terjadi dan bisa sembuh sendiri, tetapi flu bisa berbahaya, terutama bagi anak-anak. Dengan memahami perbedaannya, MomDad bisa lebih waspada dan memberikan perlindungan terbaik untuk si Kecil, termasuk dengan imunisasi influenza dan pola hidup sehat.<img src="https://s3.ap-southeast-3.amazonaws.com/assets.primaku.com/editor/ef81068510e211a1975b8a26fa440c0f3e_1739185798947.png" class="e-rte-image e-imginline" alt="Vaksinasi (2).png" width="auto" height="auto" style="min-width: 0px; max-width: 1459px; min-height: 0px;"> Berhubung kondisi cuaca lagi cukup ekstrem dan banyak juga wabah yang terjadi, jangan sampai si Kecil jadi korbannya. Lindungi kesehatan serta jaga imunitasnya dengan vaksinasi. Biar lebih paham soal vaksin anak, yuk, bejalar di <a class="e-rte-anchor" href="https://primaku.page.link/kelasvaksin" title="https://primaku.page.link/kelasvaksin" target="_blank">Kelas Vaksin bersama dr. Yuni Astria, Sp.A hanya di SuperClass PrimaKu!</a> Di kelas ini, MomDad gak cuma belajar soal jadwal vaksin yang tepat, tapi juga memahami manfaatnya serta cara menangani KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi) dengan benar. <a class="e-rte-anchor" href="https://primaku.page.link/kelasvaksin" title="https://primaku.page.link/kelasvaksin" target="_blank">Klik beli kelasnya sekarang di sini.</a>Dengan edukasi yang tepat, MomDad bisa lebih siap melindungi si Kecil dari risiko penyakit serius seperti influenza. Jangan tunggu sampai terlambat, ya! 😊 Referensi:<ul><li>Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). (2015). Flu, Istilah yang Rancu. Diakses dari <a classname="e-rte-anchor" href="https://www.idai.or.id/artikel/klinik/keluhan-anak/flu-istilah-yang-rancu." title="https://www.idai.or.id/artikel/klinik/keluhan-anak/flu-istilah-yang-rancu.">https://www.idai.or.id/artikel/klinik/keluhan-anak/flu-istilah-yang-rancu.</a></li></ul>

Waspada Salah Penanganan, Ini Perbedaan Pilek Biasa dan Influenza

waspada-salah-penanganan--ini-perbedaan-pilek-biasa-dan-influenza-1739185948353

<img src="https://s3.ap-southeast-3.amazonaws.com/assets.primaku.com/editor/983882a16a4ddc7ed55b8899dd1d585b_1738639390203.jpg" class="e-rte-image e-imginline" alt="Barbie Hsu meninggal dunia di usia 48 tahun akibat pneumonia yang dipicu oleh influenza.jpg" width="auto" height="auto" style="min-width: 0px; max-width: 1202px; min-height: 0px;"> Baru-baru ini, dunia hiburan dikejutkan oleh kabar duka atas meninggalnya aktris Barbie Hsu, yang dikenal sebagai pemeran Dong Sanchai dalam serial Meteor Garden (2001). Barbie Hsu meninggal dunia di usia 48 tahun akibat pneumonia yang dipicu oleh influenza, setelah tertular virus ini saat berlibur merayakan Imlek di Jepang. Kejadian ini mengingatkan kita akan bahaya influenza yang kerap dianggap sebagai masalah kesehatan ringan, namun bisa berakibat fatal jika tidak ditangani dengan tepat. Apa Hubungan antara Influenza dan Pneumonia?Influenza atau flu merupakan infeksi virus yang menyerang saluran pernapasan dan sangat mudah menular. Kebanyakan orang yang terinfeksi influenza bisa sembuh dalam beberapa hari hingga dua minggu. Di beberapa kasus, flu dapat menyebabkan komplikasi serius, salah satunya adalah pneumonia.[1]Pneumonia sendiri merupakan infeksi yang menyebabkan peradangan pada kantung udara di paru-paru, yang bisa terisi cairan atau nanah, kemudian menghambat pasokan oksigen ke darah. Jika tubuh tidak mendapatkan cukup oksigen, organ-organ vital bisa mengalami kerusakan. Dalam kasus yang parah, kondisi ini dapat berujung pada kematian.[2]Flu adalah penyebab umum pneumonia, terutama pada anak-anak, lansia, wanita hamil, atau mereka yang memiliki kondisi kesehatan kronis tertentu atau tinggal di panti jompo. Sebagian besar kasus flu memang tidak menyebabkan pneumonia, tapi ada juga yang mengalami komplikasi serius sehingga mengakibatkan pneumonia berat dan mematikan. Meski penyakit tersebut sekilas tampak sepele, namun keduanya bahkan menjadi penyebab kematian kedelapan terbanyak di Amerika Serikat pada tahun 2016.[2] Siapa Saja yang yang Berisiko Tinggi Alami Flu dengan Komplikasi Pneumonia?[1,3]<ol><li>Orang berusia 65 tahun ke atas: Semakin bertambah usia, semakin tinggi risikonya. Misalnya, seseorang yang berusia 80 tahun memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan yang berusia 65 tahun.</li><li>Orang dengan kondisi medis kronis: Termasuk asma, diabetes, penyakit jantung, dan kondisi medis lainnya, yang membuat mereka lebih rentan terhadap komplikasi flu atau pneumonia.</li><li>Ibu hamil: Kehamilan dapat meningkatkan risiko komplikasi serius akibat flu, yang berpotensi berkembang menjadi pneumonia.</li><li>Anak-anak di bawah usia 5 tahun: Anak-anak, terutama yang berusia di bawah 2 tahun, memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena flu dan pneumonia. Semakin muda usia anak, semakin besar risiko terkena pneumonia.</li></ol>Flu dan pneumonia dapat menjadi penyakit serius bagi mereka yang berada dalam kelompok berisiko tinggi ini, sehingga penting untuk melindungi diri dengan vaksinasi dan menjaga kesehatan dengan baik. Pentingnya Vaksinasi untuk Mencegah Flu dan Pneumonia<img src="https://s3.ap-southeast-3.amazonaws.com/assets.primaku.com/editor/a84c50a3c973fec3e261229e3c9895ff_1738639445628.jpg" class="e-rte-image e-imginline" alt="Meninggal akibat Pneumonia, Waspadai Komplikasi Influenza yang Dialami Barbie Hsu - Vaksinasi.jpg" width="auto" height="auto" style="min-width: 0px; max-width: 1202px; min-height: 0px;"> Berdasarkan data BPJS Kesehatan pada 2023, pneumonia menempati peringkat pertama sebagai penyakit dengan biaya pengobatan tertinggi, yaitu Rp 8,7 triliun.[4] Oleh karena itu, penting bagi MomDad untuk melakukan vaksinasi guna mencegah influenza dan pneumonia, tak hanya anak tetapi juga dewasa dan lansia.Vaksin flu pada anak diberikan pada usia 6 bulan sebanyak 2 kali dengan interval 1 bulan, yang kemudian harus diperbarui setiap tahun untuk melindungi tubuh dari strain terbaru, sementara vaksin pneumonia biasanya diberikan sekali atau dengan dosis booster tergantung usia dan kondisi kesehatan.[5] Vaksin PCV (Pneumococcal Conjugate Vaccine) khususnya sangat penting untuk melindungi anak-anak dari infeksi bakteri penyebab pneumonia, seperti Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae tipe b (Hib). Dengan vaksinasi ini, risiko pneumonia pada anak-anak dapat berkurang secara signifikan, dan jika mereka tetap terinfeksi, gejalanya cenderung lebih ringan dan pemulihannya lebih cepat.[6]Vaksinasi PCV pada anak-anak dilakukan mulai sejak usia 2 bulan, dengan dosis pertama pada usia 2 bulan, 4 bulan, dan 6 bulan, serta dosis booster pada usia 12-15 bulan. Jika vaksinasi terlambat, tidak perlu khawatir, karena vaksin tetap bisa diberikan sesuai jadwal yang disarankan oleh dokter.[7] Semoga dengan memahami risiko dan cara pencegahan pneumonia, terutama yang dipicu oleh influenza, MomDad bisa melindungi diri dan anak-anak dari bahaya yang mengancam jiwa. Ingat, salah satu cara terbaik untuk memastikan perlindungan adalah dengan mengikuti vaksinasi yang tepat. Untuk informasi lebih lanjut mengenai vaksinasi dan pentingnya vaksin influenza, vaksin pneumonia, serta berbagai jenis vaksin lainnya beserta info lengkap lainnya, jangan lupa ikuti <a class="e-rte-anchor" href="https://primaku.page.link/kelasvaksin" title="https://primaku.page.link/kelasvaksin" target="_blank">Kelas Vaksin</a> bersama dr. Yuni Astria, Sp.A hanya di <a class="e-rte-anchor" href="https://primaku.page.link/PI2024" title="https://primaku.page.link/PI2024" target="_blank">SuperClass Parenthood Institute.</a><img src="https://s3.ap-southeast-3.amazonaws.com/assets.primaku.com/editor/9cdf76b606d2e54c34cf64110abe97eca_1738639481446.jpg" class="e-rte-image e-imginline" alt="Kelas Parenting Bundling Telkomsel &amp; Bundling Regular SuperClass.jpg" width="auto" height="auto" style="min-width: 0px; max-width: 1202px; min-height: 0px;"> Psst, kabar baiknya, di tahun 2025 ini, Parenthood Institute hadir dengan Promo Kelas Bundling mulai dari Rp215.000 dan Kelas Bundling Bonus Kuota Internet hingga 5GB mulai dari Rp129.000. Akses kelasnya di sini atau melalui <a class="e-rte-anchor" href="https://primaku.com/parenthood-institute/super-class/0192f50b-7d4a-7a34-9d11-227de2798952" title="https://primaku.com/parenthood-institute/super-class/0192f50b-7d4a-7a34-9d11-227de2798952" target="_blank">primaku.com/parenthood-institute.</a> Referensi:<ul><li>American Centers for Disease Control and Prevention. (n.d.). Signs and symptoms of flu. Centers for Disease Control and Prevention. Diakses pada 3 Februari 2025, dari <a classname="e-rte-anchor" href="https://www.cdc.gov/flu/signs-symptoms/" title="https://www.cdc.gov/flu/signs-symptoms/">https://www.cdc.gov/flu/signs-symptoms/ </a></li><li>American Lung Association. (n.d.). Apa hubungan antara pneumonia dan penyakit lainnya? American Lung Association. Diakses pada 3 Februari 2025, dari <a classname="e-rte-anchor" href="https://www.lung.org/lung-health-diseases/lung-disease-lookup/pneumonia/what-is-the-connection" title="https://www.lung.org/lung-health-diseases/lung-disease-lookup/pneumonia/what-is-the-connection">https://www.lung.org/lung-health-diseases/lung-disease-lookup/pneumonia/what-is-the-connection </a></li><li>Centers for Disease Control and Prevention. (2024). Faktor risiko pneumonia. Diakses pada 3 Februari 2025, dari <a classname="e-rte-anchor" href="https://www.cdc.gov/pneumonia/risk-factors/index.html" title="https://www.cdc.gov/pneumonia/risk-factors/index.html">https://www.cdc.gov/pneumonia/risk-factors/index.html </a></li><li>Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2024). Pneumonia terus ancam anak-anak. Diakses pada 3 Februari 2025, dari <a classname="e-rte-anchor" href="https://kemkes.go.id/id/pneumonia-terus-ancam-anak-anak" title="https://kemkes.go.id/id/pneumonia-terus-ancam-anak-anak">https://kemkes.go.id/id/pneumonia-terus-ancam-anak-anak </a></li><li>National Center for Biotechnology Information. (2009). Pneumococcal vaccines and their role in preventing pneumonia. Diakses pada 3 Februari 2025, dari <a classname="e-rte-anchor" href="https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC2647441/" title="https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC2647441/">https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC2647441/ </a></li><li>National Center for Biotechnology Information. (2018). Long-term effects of pneumonia in children. Diakses pada 3 Februari 2025, dari <a classname="e-rte-anchor" href="https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC5922344/" title="https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC5922344/">https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC5922344/ </a></li><li>Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2024). Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2023. Diakses pada 3 Februari 2025, dari <a classname="e-rte-anchor" href="https://repositori-ditjen-nakes.kemkes.go.id/626/1/LKJ-2023.pdf" title="https://repositori-ditjen-nakes.kemkes.go.id/626/1/LKJ-2023.pdf">https://repositori-ditjen-nakes.kemkes.go.id/626/1/LKJ-2023.pdf </a></li></ul>

Meninggal akibat Pneumonia, Waspadai Komplikasi Influenza yang Dialami Barbie Hsu

meninggal-akibat-pneumonia--waspadai-komplikasi-influenza-yang-dialami-barbie-hsu-1738639820247

Belakangan ini, ramai diperbincangkan kabar soal Human Metapneumovirus (HMPV), yang merebak di China dan disebut-sebut sudah masuk ke Indonesia. Bahkan, beberapa berita menyebutkan bahwa kasus ini banyak ditemukan pada anak-anak. Tapi tenang dulu, MomDad! Informasi ini sebenarnya kurang tepat. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin sudah menegaskan bahwa peningkatan kasus HMPV di China tidak benar adanya. Pemerintah Tiongkok dan WHO juga telah mengonfirmasi bahwa yang terjadi di China hanyalah peningkatan kasus flu biasa, yang umum terjadi di negara 4 musim saat musim dingin. Nah, di Indonesia, HMPV sebenarnya bukan virus baru. Virus ini sudah lama ada di lingkungan kita dan kasusnya sering kali bersifat ringan serta bisa pulih dengan sendirinya.. Jadi, MomDad tidak perlu khawatir! Yuk, kita bahas lebih lanjut supaya MomDad lebih paham dan tahu cara menjaga kesehatan si Kecil! Gejala HMPV Mirip Flu Biasa, Bagaimana Membedakannya? <img src="https://s3.ap-southeast-3.amazonaws.com/assets.primaku.com/editor/807923dc388ad9ce943b45cab4b8cdbd_1736319798424.jpg" class="e-rte-image e-imginline" alt="HMPV-2.jpg" width="auto" height="auto" style="min-width: 0px; max-width: 1202px; min-height: 0px;"> HMPV adalah virus yang menyerang saluran pernapasan dan biasanya menyebabkan gejala yang mirip dengan flu biasa, seperti:<ul><li>Batuk</li><li>Pilek atau hidung tersumbat</li><li>Demam</li><li>Sakit tenggorokan</li><li>Sesak napas atau mengi</li></ul> Namun, meskipun gejalanya mirip flu, ada beberapa perbedaan penting yang perlu MomDad perhatikan agar bisa membedakan HMPV dengan flu biasa. <ol><li>Sesak Napas atau Mengi</li></ol>HMPV: Virus ini dapat menyebabkan sesak napas atau mengi (suara napas yang berbunyi seperti siulan), terutama jika infeksi menyebar ke saluran pernapasan bawah. Ini bisa menjadi tanda komplikasi serius seperti bronkitis atau pneumonia.Flu Biasa: Meskipun flu biasa juga bisa menyebabkan batuk, gejala ini biasanya tidak disertai dengan sesak napas atau mengi yang parah. 2. Gejala Berat pada Kelompok Rentan﻿﻿HMPV: Pada kelompok tertentu, seperti bayi usia 6–12 bulan (terutama yang prematur) atau anak dengan kondisi medis tertentu, infeksi HMPV dapat menyebabkan gangguan pernapasan yang lebih berat dan memerlukan penanganan lebih lanjut.Flu Biasa: Flu biasa cenderung lebih ringan pada anak-anak sehat dan jarang menyebabkan masalah pernapasan serius. 3. Durasi dan Keparahan GejalaHMPV: Gejalanya bisa bertahan lebih lama, atau bahkan menjadi lebih parah jika terjadi komplikasi seperti bronkitis atau pneumonia, terutama pada kelompok rentan.Flu Biasa: Gejala flu biasa biasanya lebih singkat (sekitar 3-5 hari) dan tidak seberat pada infeksi HMPV. Untuk membedakan HMPV dengan flu biasa, pemeriksaan medis dan tes diagnostik, seperti swab tenggorokan atau tes PCR, bisa sangat membantu. Jika anak mengalami gejala seperti sesak napas, mengi, atau gejala yang semakin memburuk, segera hubungi dokter untuk pemeriksaan lebih lanjut. Diagnosis yang tepat akan membantu menentukan langkah penanganan yang sesuai. Meskipun HMPV sering menyerang saluran pernapasan atas, pada beberapa kasus, virus ini bisa menyebar ke saluran pernapasan bawah dan menyebabkan komplikasi lebih serius. Namun, kebanyakan orang yang terinfeksi HMPV akan sembuh dengan sendirinya tanpa perlu pengobatan khusus. Kelompok yang Rentan terhadap Gejala Berat <img src="https://s3.ap-southeast-3.amazonaws.com/assets.primaku.com/editor/2a5fe6f01f76a5a9510dd96fcb6102bd3a_1736319821039.jpg" class="e-rte-image e-imginline" alt="HMPV-3.jpg" width="auto" height="auto" style="min-width: 0px; max-width: 1202px; min-height: 0px;"> Sebagian besar anak akan terinfeksi HMPV sebelum usia 5 tahun, dan infeksi ulang biasanya hanya menyebabkan gejala ringan. Namun, ada kelompok tertentu yang lebih berisiko mengalami gejala berat, seperti:<ul><li>Bayi usia 6–12 bulan, terutama bayi prematur.</li><li>Anak-anak di bawah usia 5 tahun.</li><li>Lansia di atas 65 tahun.</li><li>Individu dengan sistem imun lemah, seperti penderita HIV, kanker, atau yang sedang menjalani terapi imunosupresif.</li><li>Orang dengan kondisi medis kronis, seperti asma atau penyakit paru obstruktif kronis (COPD).</li></ul> Jadi, meskipun HMPV bukan virus baru, penting bagi MomDad untuk menjaga kesehatan si Kecil dan memahami langkah pencegahan yang tepat, terutama jika si Kecil masih bayi atau memiliki kondisi medis tertentu. Cegah Penyebaran HMPV dengan Menjaga Kebersihan <img src="https://s3.ap-southeast-3.amazonaws.com/assets.primaku.com/editor/f3f831fbaa2cc2c8e53837bf4b6ec83c_1736319848201.jpg" class="e-rte-image e-imginline" alt="HMPV-5.jpg" width="auto" height="auto" style="min-width: 0px; max-width: 1202px; min-height: 0px;"> HMPV menyebar dengan cara yang mirip dengan virus flu biasa, yaitu melalui cipratan udara (droplet) saat seseorang yang terinfeksi batuk atau bersin. Virus ini juga bisa menyebar melalui kontak langsung, seperti berjabat tangan atau berciuman, serta menyentuh permukaan yang terkontaminasi virus, seperti gagang pintu atau mainan, lalu menyentuh wajah. Oleh karena itu, menjaga kebersihan menjadi kunci utama untuk mencegah penyebaran HMPV. Berikut beberapa langkah yang bisa MomDad lakukan untuk menjaga si Kecil tetap sehat dan mencegah terjadinya penularan:<ol><li>﻿﻿Cuci tangan secara rutin dengan sabun dan air mengalir, terutama setelah si Kecil bermain atau beraktivitas di luar rumah.</li></ol>2. Ajarkan si Kecil untuk menutup mulut saat batuk atau bersin, misalnya dengan siku, agar tidak menularkan virus ke orang lain.3. Rutin membersihkan mainan dan permukaan yang sering disentuh, seperti gagang pintu dan meja, agar virus tidak menempel di sana.4. Hindari kontak dengan orang yang sedang sakit untuk mencegah si Kecil terpapar virus.5. Lakukan vaksinasi.&nbsp;Tahukah MomDad? Vaksinasi dapat melindungi si Kecil dari penyakit serius yang bisa memperburuk risiko infeksi.&nbsp;Untuk itu, pastikan vaksinasi si Kecil lengkap dan lengkapi wawasan MomDad dengan mengikuti <a class="e-rte-anchor" href="https://primaku.page.link/kelasvaksin" title="https://primaku.page.link/kelasvaksin" target="_blank">Kelas Vaksinasi di SuperClass Parenthood Institute</a>.&nbsp;Di sini, MomDad bisa belajar langsung dari para ahli tentang jadwal vaksinasi, manfaatnya, cara menghadapi KIPI, dan banyak lagi topik penting lainnya.&nbsp;Hanya dengan <a class="e-rte-anchor" href="https://primaku.page.link/kelasvaksin" title="https://primaku.page.link/kelasvaksin" target="_blank">Rp99.000</a>, MomDad akan mendapatkan akses penuh ke kelas ini selama 1 tahun, kapan saja dan di mana saja. Yuk, jadi orang tua yang lebih percaya diri dalam merawat kesehatan si Kecil dengan bergabung di <a class="e-rte-anchor" href="https://primaku.com/parenthood-institute" title="https://primaku.com/parenthood-institute" target="_blank">SuperClass</a>! Meskipun belum ada obat khusus untuk HMPV, MomDad tidak perlu khawatir berlebihan. Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk membantu si Kecil pulih, seperti:<ol><li>Istirahat yang cukup untuk membantu tubuh melawan virus.</li><li>Pastikan si Kecil banyak minum cairan, seperti air putih atau sup hangat, agar tidak dehidrasi.</li><li>Gunakan kompres hangat untuk meredakan demam, atau humidifier untuk membantu pernapasan si Kecil.</li></ol><div> </div><div><img src="https://s3.ap-southeast-3.amazonaws.com/assets.primaku.com/editor/ba594ac3f19720b5741c6d9a10487c8ed_1736319872325.jpg" class="e-rte-image e-imginline" alt="HMPV-6.jpg" width="auto" height="auto" style="min-width: 0px; max-width: 1202px; min-height: 0px;"> </div> Namun, jika si Kecil menunjukkan gejala yang lebih serius, seperti demam tinggi yang tak kunjung turun setelah tiga hari (lebih dari 103 derajat Fahrenheit / 40 derajat Celsius), kesulitan bernapas atau napas berbunyi (mengi), atau kulit, bibir, atau kuku yang berwarna kebiruan (sianosis), segera bawa ke IGD atau cari bantuan medis terdekat. Kondisi lain yang perlu diwaspadai adalah si Kecil yang terlihat sangat lemas atau tidak mau makan dan minum. Jadi, meskipun virus HMPV bisa menyebabkan gejala yang tidak nyaman, penting bagi MomDad untuk tetap tenang. Dengan menjaga kebersihan dan daya tahan tubuh si Kecil, kebanyakan anak akan pulih dengan baik. Jangan ragu untuk berkonsultasi dengan dokter jika ada kekhawatiran. Tetap semangat dan terus dampingi si Kecil tumbuh sehat dan ceria! Stay healthy, MomDad! Referensi:<ul><li>Sehat Negeriku. 2025. Virus HMPV Ditemukan di Indonesia, Menkes: Mirip Flu Biasa, Tidak Perlu Panik <a classname="e-rte-anchor" href="https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/umum/20250106/0247208/virus-hmpv-ditemukan-di-indonesia-menkes-mirip-flu-biasa-tidak-perlu-panik/" title="https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/umum/20250106/0247208/virus-hmpv-ditemukan-di-indonesia-menkes-mirip-flu-biasa-tidak-perlu-panik/" style="text-align: inherit;">https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/umum/20250106/0247208/virus-hmpv-ditemukan-di-indonesia-menkes-mirip-flu-biasa-tidak-perlu-panik/</a> </li><li>Cleveland Clinic. 2023. Human Metapneumovirus (HMPV) <a classname="e-rte-anchor" href="https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/22443-human-metapneumovirus-hmpv" title="https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/22443-human-metapneumovirus-hmpv" style="text-align: inherit;">https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/22443-human-metapneumovirus-hmpv</a></li></ul>

Jangan Panik! HMPV Bukan Virus Baru, Kenali dan Jaga Kesehatan si Kecil!

jangan-panik--hmpv-bukan-virus-baru--kenali-dan-jaga-kesehatan-si-kecil--1737101794474

Cr. tiktok.com/@azlanyazidmukhtar Masih banyak orang yang percaya kalau ASI bisa menyembuhkan belekan pada mata bayi. Bukannya sembuh, ini malah menyebabkan iritasi, lho! Duh, jangan sampai niat baik justru berisiko untuk si Kecil, ya. Jadi, apa yang sebaiknya dilakukan kalau bayi mengalami belekan? Yuk, kita bahas lebih dalam di artikel berikut ini, semoga semakin banyak MomDad yang teredukasi! Apa itu Mata Belekan pada Bayi? Mata belekan adalah salah satu kondisi yang sering dialami bayi baru lahir, terutama di minggu-minggu pertama kehidupannya. Mata belekan biasanya ditandai dengan cairan lengket berwarna kekuningan atau kehijauan yang menumpuk di sudut mata bayi. Sering kali, belekan juga diikuti dengan air mata yang terus menetes, kelopak mata sembab, dan belekan yang mengering. Namun, biasanya tidak ada kemerahan pada bagian putih mata (konjungtiva) atau nanah. <img src="https://s3.ap-southeast-3.amazonaws.com/assets.primaku.com/editor/60d8915fec04b1219874643ff8193112_1734947939615.jpg" alt="bayi belekan-5.jpg" width="auto" height="auto" style="min-width: 0px; max-width: 1202px; min-height: 0px;" class="e-rte-image e-imgcenter e-imginline">Cr. tiktok.com/@azlanyazidmukhtarPenyebab utama dari kondisi ini adalah sumbatan pada saluran air mata atau duktus nasolakrimalis. Saluran ini seharusnya mengalirkan air mata dari sudut mata ke hidung, yang kemudian menguap melalui udara pernapasan. Namun, jika tersumbat, air mata akan menumpuk, membuat mata terlihat sembab dan lengket. Kondisi ini juga dapat memicu infeksi jika tidak segera ditangani. Sebagai tindakan pencegahan, dokter biasanya merekomendasikan pemberian salep atau tetes mata seperti eritromisin pada bayi baru lahir untuk menghindari risiko infeksi. Namun, mitos tentang ASI sebagai obat belekan masih banyak beredar. Apakah benar ASI bisa jadi solusi? Atau malah membawa risiko? ASI: Solusi Alami atau Mitos Belaka? Sebagian orang percaya bahwa ASI dapat menyembuhkan belekan pada bayi karena kandungan antibodi seperti immunoglobulin A (IgA) yang dapat melawan bakteri dan virus. Hal ini memang benar adanya, ASI adalah sumber nutrisi dan imunitas yang luar biasa untuk bayi. Namun, apakah aman digunakan langsung pada mata bayi? Berdasarkan penelitian dalam British Journal of Ophthalmology (2015), meskipun ASI memiliki sifat antimikroba, mengaplikasikannya langsung ke mata bayi bisa berisiko. Jika tidak dilakukan dengan higienis, ASI malah dapat menjadi media bagi bakteri untuk berkembang biak. Karena itu, para ahli menyarankan untuk tidak menggunakan ASI sebagai pengobatan langsung pada mata bayi. Cara Lain untuk Mengatasi Belekan pada Bayi <img src="https://s3.ap-southeast-3.amazonaws.com/assets.primaku.com/editor/3ce260a16eb6b2e440af8da284e99080_1734948234550.jpg" class="e-rte-image e-imginline" alt="bayi belekan.jpg" width="auto" height="auto" style="min-width: 0px; max-width: 1202px; min-height: 0px;"> Daripada mencoba metode yang belum terjamin keamanannya, ada beberapa cara yang lebih aman dan efektif untuk mengatasi belekan pada bayi:<ol><li>Membersihkan mata dengan kapas dan air hangat, gunakan kapas steril yang dibasahi air hangat untuk membersihkan belekan. Lakukan gerakan lembut dari sudut dalam ke sudut luar mata.</li><li>Pijat saluran air mata dengan tangan yang bersih, pijat lembut area di sekitar pangkal hidung bayi untuk membantu membuka saluran air mata yang tersumbat. Konsultasikan teknik ini dengan dokter terlebih dahulu.</li><li>Konsultasi ke dokter jika belekan tak kunjung membaik atau disertai gejala seperti kemerahan atau pembengkakan, segera bawa bayi ke dokter spesialis anak atau dokter mata untuk mendapatkan penanganan yang tepat.</li></ol> Perjalanan Menyusui Jadi Lebih Mudah, Dapatkan Ilmu &amp; Hadiah Spesialnya! Meski ASI kaya akan manfaat luar biasa, bukan berarti bisa digunakan untuk mengatasi segala masalah tanpa pengawasan medis. Untuk memastikan ASI memberikan manfaat terbaik bagi si Kecil, MomDad perlu mengetahui cara menyusui yang tepat. Di <a class="e-rte-anchor" href="https://primaku.page.link/kelaslaktasi" title="https://primaku.page.link/kelaslaktasi" target="_blank"></a><a class="e-rte-anchor" href="https://primaku.page.link/kelaslaktasi" title="https://primaku.page.link/kelaslaktasi" target="_blank">Kelas Laktasi SuperClass</a>, MomDad akan dipandu oleh ahli untuk mempelajari teknik menyusui yang benar, mengatasi masalah produksi ASI, dan mendapatkan solusi praktis agar perjalanan menyusui lancar. Yuk, akses kelasnya sekarang dan optimalkan pemberian ASI untuk tumbuh kembang si Kecil yang lebih maksimal! <a href="https://primaku.page.link/kelaslaktasi" target="_blank"><img src="https://s3.ap-southeast-3.amazonaws.com/assets.primaku.com/editor/14e25becb9b06bfe74f6847a64812446_1734948191124.png" class="e-rte-image e-imginline e-resize" alt="Kelas-Laktasi.png" width="auto" height="auto" style="min-width: 0px; max-width: 1202px; min-height: 0px; max-height: 538px;"></a> <a class="e-rte-anchor" href="https://primaku.page.link/kelaslaktasi" title="https://primaku.page.link/kelaslaktasi" target="_blank">Kelas Laktasi</a><a class="e-rte-anchor" href="https://primaku.page.link/kelaslaktasi" title="https://primaku.page.link/kelaslaktasi" target="_blank"> </a>bersama dr. Ria Yoanita, Sp.A, menawarkan panduan lengkap tentang:<ul><li>Menyusui dengan cara yang lebih nyaman dan efektif.</li><li>Mengatasi masalah produksi ASI yang kurang lancar.</li><li>Mempraktikkan pelekatan yang benar.</li><li>Menambah produksi ASI dengan solusi praktis dari ahlinya.</li></ul> Psst, selama bulan Desember 2024, ada promo GRATIS Produk Laktasi untuk 50 orang pertama yang membeli Kelas Laktasi di SuperClass. Kesempatan ini terbatas, jadi jangan sampai ketinggalan! Referensi:<ul><li>IDAI. 2016. Belekan pada Bayi Baru Lahir, Normalkah? <a classname="e-rte-anchor" href="https://www.idai.or.id/artikel/klinik/pengasuhan-anak/belekan-pada-bayi-baru-lahir-normalkah" title="https://www.idai.or.id/artikel/klinik/pengasuhan-anak/belekan-pada-bayi-baru-lahir-normalkah">https://www.idai.or.id/artikel/klinik/pengasuhan-anak/belekan-pada-bayi-baru-lahir-normalkah </a></li><li>American Academy of Ophthalmology. 2023. Pink Eye Treatment: Fast and Natural Home Remedies <a classname="e-rte-anchor" href="https://www.aao.org/eye-health/diseases/pink-eye-quick-home-remedies#:~:text=Can%20I%20use%20breast%20milk,eye%20and%20cause%20serious%20infection." title="https://www.aao.org/eye-health/diseases/pink-eye-quick-home-remedies#:~:text=Can%20I%20use%20breast%20milk,eye%20and%20cause%20serious%20infection.">https://www.aao.org/eye-health/diseases/pink-eye-quick-home-remedies#:~:text=Can%20I%20use%20breast%20milk,eye%20and%20cause%20serious%20infection. </a></li><li>Medical news Today. 2024. What to know about eye discharge in newborns <a classname="e-rte-anchor" href="https://www.medicalnewstoday.com/articles/324571#blocked-tear-ducts" title="https://www.medicalnewstoday.com/articles/324571#blocked-tear-ducts">https://www.medicalnewstoday.com/articles/324571#blocked-tear-ducts</a></li></ul>

ASI Bisa Menghilangkan Belekan pada Bayi: Mitos atau Fakta?

asi-bisa-menghilangkan-belekan-pada-bayi--mitos-atau-fakta--1734948331413

Sebagai orang tua, kita tentu ingin melihat anak-anak tumbuh sehat dan kuat. Namun, seiring dengan berkembangnya teknologi dan perubahan gaya hidup, beberapa penyakit yang dulunya lebih sering dialami oleh orang dewasa kini mulai menghampiri anak-anak. Salah satunya adalah osteoporosis, yang sering dianggap sebagai penyakit orang tua. Padahal, osteoporosis juga bisa menyerang anak-anak, terutama jika mereka tidak mendapatkan perhatian yang cukup terhadap kesehatan tulang. Lalu, apa sebenarnya yang menyebabkan osteoporosis pada anak-anak, dan bagaimana cara kita mencegahnya? Simak informasi penting berikut ini, agar kita bisa memberikan perlindungan terbaik bagi kesehatan tulang si kecil sejak dini. Osteoporosis pada Anak: Apa Itu? Osteoporosis adalah kondisi di mana tulang menjadi rapuh dan lebih mudah patah. Pada anak-anak, osteoporosis bisa muncul karena rendahnya kepadatan mineral tulang. Terdapat dua jenis osteoporosis yang bisa dialami anak, yaitu:<ul><li>Osteoporosis primer: disebabkan oleh kelainan genetik.</li><li>Osteoporosis sekunder: terjadi karena faktor lain, seperti penggunaan obat-obatan jangka panjang, masalah hormon, atau penyakit tertentu.</li></ul> Anak yang mengalami osteoporosis mungkin menunjukkan gejala seperti nyeri punggung yang berulang, pelebaran pada pergelangan tangan atau kaki, hingga sering patah tulang. Faktor Risiko Osteoporosis pada Anak <img src="https://s3.ap-southeast-3.amazonaws.com/assets.primaku.com/editor/bf7c69843ec0d802310728bc34d1cd8d7_1733712716789.jpg" class="e-rte-image e-imginline" alt="Kekurangan Kalsium dan Vitamin D-2.jpg" width="auto" height="auto" style="min-width: 0px; max-width: 946px; min-height: 0px;"> Osteoporosis sekunder lebih sering terjadi karena faktor eksternal, seperti penggunaan obat dalam jangka panjang atau gangguan dalam metabolisme tulang. Salah satu kondisi yang sering berisiko adalah imobilisasi, di mana anak tidak banyak bergerak, seperti yang terjadi pada anak dengan palsy serebral. Untuk mencegahnya, kalsium dan vitamin D memegang peranan penting dalam menjaga kesehatan tulang anak. Keduanya membantu tulang tumbuh dengan kuat, dan memiliki kadar yang cukup di dalam darah bisa menjaga tulang tetap sehat dan padat. Tips Menjaga Kesehatan Tulang Anak Agar tulang si Kecil tetap sehat, ada beberapa langkah sederhana yang bisa kita lakukan:<ul><li>Pastikan asupan nutrisi yang seimbang</li></ul>Perhatikan asupan kalsium dan vitamin D dalam makanan anak. Nutrisi ini sangat penting untuk mendukung pertumbuhan tulang yang kuat.<ul><li>Aktivitas fisik yang menunjang pertumbuhan tulang</li></ul>Ajak anak melakukan aktivitas fisik yang bersifat weight-bearing, seperti berjalan, berlari, bermain basket, atau bahkan menari. Aktivitas fisik ini membantu tulang menahan beban tubuh dan mendukung kepadatan tulang.<ul><li>Kebiasaan hidup sehat</li></ul>Bantu anak untuk mengadopsi pola makan sehat, rajin beraktivitas, dan menciptakan rutinitas yang menyenangkan tanpa stres. Semua ini akan membantu tubuh si Kecil tumbuh optimal. Yuk, Lindungi Kesehatan Tulang si Kecil Sejak Dini! <img src="https://s3.ap-southeast-3.amazonaws.com/assets.primaku.com/editor/1010d1a3e3ac657e132b88296d594b13fd_1733712748342.jpg" class="e-rte-image e-imginline" alt="Kekurangan Kalsium dan Vitamin D-3.jpg" width="auto" height="auto" style="min-width: 0px; max-width: 946px; min-height: 0px;"> Sebagai orang tua, kita memiliki peran besar dalam memastikan anak-anak kita tumbuh dengan tulang yang sehat dan kuat. Mulai dari memberi nutrisi yang tepat, mengajak mereka beraktivitas fisik, hingga membentuk gaya hidup yang sehat, semua bisa membantu mencegah osteoporosis sejak dini. Jangan tunggu hingga terlambat, mari cegah osteoporosis sejak dini dan pastikan si Kecil tumbuh sehat sepanjang hidupnya! Referensi:<ul><li><a classname="e-rte-anchor" href="https://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/osteoporosis-pada-anak" title="https://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/osteoporosis-pada-anak">https://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/osteoporosis-pada-anak </a></li><li>Ciancia S, van Rijn RR, Högler W, Appelman-Dijkstra NM, Boot AM, Sas TCJ, dkk. Osteoporosis in children and adolescents: when to suspect and how to diagnose it. Eur J Pediatr. 2022;181(7):2549-2561.</li><li>Sakka SD, Cheung MS. Management of primary and secondary osteoporosis in children. Ther Adv Musculoskelet Dis. 2020;12:1759720X20969262.</li><li>Karimian P, Ebrahimi HK, Jafarnejad S, Delavar MA. Effects of vitamin D on bone density in healthy children: A systematic review. J Family Med Prim Care. 2022;11(3):870-878</li><li><a classname="e-rte-anchor" href="https://www.uptodate.com/contents/bone-health-and-calcium-requirements-in-adolescents" title="https://www.uptodate.com/contents/bone-health-and-calcium-requirements-in-adolescents" style="text-align: inherit;">https://www.uptodate.com/contents/bone-health-and-calcium-requirements-in-adolescents</a></li></ul>

Kekurangan Kalsium dan Vitamin D Bisa Sebabkan Osteoporosis? Cegah Sejak Dini!

kekurangan-kalsium-dan-vitamin-d-bisa-sebabkan-osteoporosis--cegah-sejak-dini--1734325774367

<p style="--tw-border-spacing-x: 0; --tw-border-spacing-y: 0; --tw-translate-x: 0; --tw-translate-y: 0; --tw-rotate: 0; --tw-skew-x: 0; --tw-skew-y: 0; --tw-scale-x: 1; --tw-scale-y: 1; --tw-pan-x: ; --tw-pan-y: ; --tw-pinch-zoom: ; --tw-scroll-snap-strictness: proximity; --tw-gradient-from-position: ; --tw-gradient-via-position: ; --tw-gradient-to-position: ; --tw-ordinal: ; --tw-slashed-zero: ; --tw-numeric-figure: ; --tw-numeric-spacing: ; --tw-numeric-fraction: ; --tw-ring-inset: ; --tw-ring-offset-width: 0px; --tw-ring-offset-color: #fff; --tw-ring-color: rgb(59 130 246 / 0.5); --tw-ring-offset-shadow: 0 0 #0000; --tw-ring-shadow: 0 0 #0000; --tw-shadow: 0 0 #0000; --tw-shadow-colored: 0 0 #0000; --tw-blur: ; --tw-brightness: ; --tw-contrast: ; --tw-grayscale: ; --tw-hue-rotate: ; --tw-invert: ; --tw-saturate: ; --tw-sepia: ; --tw-drop-shadow: ; --tw-backdrop-blur: ; --tw-backdrop-brightness: ; --tw-backdrop-contrast: ; --tw-backdrop-grayscale: ; --tw-backdrop-hue-rotate: ; --tw-backdrop-invert: ; --tw-backdrop-opacity: ; --tw-backdrop-saturate: ; --tw-backdrop-sepia: ; --tw-contain-size: ; --tw-contain-layout: ; --tw-contain-paint: ; --tw-contain-style: ;"><span style="--tw-border-spacing-x: 0; --tw-border-spacing-y: 0; --tw-translate-x: 0; --tw-translate-y: 0; --tw-rotate: 0; --tw-skew-x: 0; --tw-skew-y: 0; --tw-scale-x: 1; --tw-scale-y: 1; --tw-pan-x: ; --tw-pan-y: ; --tw-pinch-zoom: ; --tw-scroll-snap-strictness: proximity; --tw-gradient-from-position: ; --tw-gradient-via-position: ; --tw-gradient-to-position: ; --tw-ordinal: ; --tw-slashed-zero: ; --tw-numeric-figure: ; --tw-numeric-spacing: ; --tw-numeric-fraction: ; --tw-ring-inset: ; --tw-ring-offset-width: 0px; --tw-ring-offset-color: #fff; --tw-ring-color: rgb(59 130 246 / 0.5); --tw-ring-offset-shadow: 0 0 #0000; --tw-ring-shadow: 0 0 #0000; --tw-shadow: 0 0 #0000; --tw-shadow-colored: 0 0 #0000; --tw-blur: ; --tw-brightness: ; --tw-contrast: ; --tw-grayscale: ; --tw-hue-rotate: ; --tw-invert: ; --tw-saturate: ; --tw-sepia: ; --tw-drop-shadow: ; --tw-backdrop-blur: ; --tw-backdrop-brightness: ; --tw-backdrop-contrast: ; --tw-backdrop-grayscale: ; --tw-backdrop-hue-rotate: ; --tw-backdrop-invert: ; --tw-backdrop-opacity: ; --tw-backdrop-saturate: ; --tw-backdrop-sepia: ; --tw-contain-size: ; --tw-contain-layout: ; --tw-contain-paint: ; --tw-contain-style: ; font-size: 12pt;">Si Kecil sering flu, pilek, atau alergi? Waah… hati-hati, MomDad! Bisa jadi pemicu infeksi telinga tengah yang berbahaya buat si Kecil! 😱<p style="--tw-border-spacing-x: 0; --tw-border-spacing-y: 0; --tw-translate-x: 0; --tw-translate-y: 0; --tw-rotate: 0; --tw-skew-x: 0; --tw-skew-y: 0; --tw-scale-x: 1; --tw-scale-y: 1; --tw-pan-x: ; --tw-pan-y: ; --tw-pinch-zoom: ; --tw-scroll-snap-strictness: proximity; --tw-gradient-from-position: ; --tw-gradient-via-position: ; --tw-gradient-to-position: ; --tw-ordinal: ; --tw-slashed-zero: ; --tw-numeric-figure: ; --tw-numeric-spacing: ; --tw-numeric-fraction: ; --tw-ring-inset: ; --tw-ring-offset-width: 0px; --tw-ring-offset-color: #fff; --tw-ring-color: rgb(59 130 246 / 0.5); --tw-ring-offset-shadow: 0 0 #0000; --tw-ring-shadow: 0 0 #0000; --tw-shadow: 0 0 #0000; --tw-shadow-colored: 0 0 #0000; --tw-blur: ; --tw-brightness: ; --tw-contrast: ; --tw-grayscale: ; --tw-hue-rotate: ; --tw-invert: ; --tw-saturate: ; --tw-sepia: ; --tw-drop-shadow: ; --tw-backdrop-blur: ; --tw-backdrop-brightness: ; --tw-backdrop-contrast: ; --tw-backdrop-grayscale: ; --tw-backdrop-hue-rotate: ; --tw-backdrop-invert: ; --tw-backdrop-opacity: ; --tw-backdrop-saturate: ; --tw-backdrop-sepia: ; --tw-contain-size: ; --tw-contain-layout: ; --tw-contain-paint: ; --tw-contain-style: ;"><span style="--tw-border-spacing-x: 0; --tw-border-spacing-y: 0; --tw-translate-x: 0; --tw-translate-y: 0; --tw-rotate: 0; --tw-skew-x: 0; --tw-skew-y: 0; --tw-scale-x: 1; --tw-scale-y: 1; --tw-pan-x: ; --tw-pan-y: ; --tw-pinch-zoom: ; --tw-scroll-snap-strictness: proximity; --tw-gradient-from-position: ; --tw-gradient-via-position: ; --tw-gradient-to-position: ; --tw-ordinal: ; --tw-slashed-zero: ; --tw-numeric-figure: ; --tw-numeric-spacing: ; --tw-numeric-fraction: ; --tw-ring-inset: ; --tw-ring-offset-width: 0px; --tw-ring-offset-color: #fff; --tw-ring-color: rgb(59 130 246 / 0.5); --tw-ring-offset-shadow: 0 0 #0000; --tw-ring-shadow: 0 0 #0000; --tw-shadow: 0 0 #0000; --tw-shadow-colored: 0 0 #0000; --tw-blur: ; --tw-brightness: ; --tw-contrast: ; --tw-grayscale: ; --tw-hue-rotate: ; --tw-invert: ; --tw-saturate: ; --tw-sepia: ; --tw-drop-shadow: ; --tw-backdrop-blur: ; --tw-backdrop-brightness: ; --tw-backdrop-contrast: ; --tw-backdrop-grayscale: ; --tw-backdrop-hue-rotate: ; --tw-backdrop-invert: ; --tw-backdrop-opacity: ; --tw-backdrop-saturate: ; --tw-backdrop-sepia: ; --tw-contain-size: ; --tw-contain-layout: ; --tw-contain-paint: ; --tw-contain-style: ; font-size: 12pt;">Gak cuma bikin sakit telinga, kalau gak ditangani dengan baik, infeksi ini bisa ganggu tumbuh kembang anak, lho!😭<p style="--tw-border-spacing-x: 0; --tw-border-spacing-y: 0; --tw-translate-x: 0; --tw-translate-y: 0; --tw-rotate: 0; --tw-skew-x: 0; --tw-skew-y: 0; --tw-scale-x: 1; --tw-scale-y: 1; --tw-pan-x: ; --tw-pan-y: ; --tw-pinch-zoom: ; --tw-scroll-snap-strictness: proximity; --tw-gradient-from-position: ; --tw-gradient-via-position: ; --tw-gradient-to-position: ; --tw-ordinal: ; --tw-slashed-zero: ; --tw-numeric-figure: ; --tw-numeric-spacing: ; --tw-numeric-fraction: ; --tw-ring-inset: ; --tw-ring-offset-width: 0px; --tw-ring-offset-color: #fff; --tw-ring-color: rgb(59 130 246 / 0.5); --tw-ring-offset-shadow: 0 0 #0000; --tw-ring-shadow: 0 0 #0000; --tw-shadow: 0 0 #0000; --tw-shadow-colored: 0 0 #0000; --tw-blur: ; --tw-brightness: ; --tw-contrast: ; --tw-grayscale: ; --tw-hue-rotate: ; --tw-invert: ; --tw-saturate: ; --tw-sepia: ; --tw-drop-shadow: ; --tw-backdrop-blur: ; --tw-backdrop-brightness: ; --tw-backdrop-contrast: ; --tw-backdrop-grayscale: ; --tw-backdrop-hue-rotate: ; --tw-backdrop-invert: ; --tw-backdrop-opacity: ; --tw-backdrop-saturate: ; --tw-backdrop-sepia: ; --tw-contain-size: ; --tw-contain-layout: ; --tw-contain-paint: ; --tw-contain-style: ;"><span style="--tw-border-spacing-x: 0; --tw-border-spacing-y: 0; --tw-translate-x: 0; --tw-translate-y: 0; --tw-rotate: 0; --tw-skew-x: 0; --tw-skew-y: 0; --tw-scale-x: 1; --tw-scale-y: 1; --tw-pan-x: ; --tw-pan-y: ; --tw-pinch-zoom: ; --tw-scroll-snap-strictness: proximity; --tw-gradient-from-position: ; --tw-gradient-via-position: ; --tw-gradient-to-position: ; --tw-ordinal: ; --tw-slashed-zero: ; --tw-numeric-figure: ; --tw-numeric-spacing: ; --tw-numeric-fraction: ; --tw-ring-inset: ; --tw-ring-offset-width: 0px; --tw-ring-offset-color: #fff; --tw-ring-color: rgb(59 130 246 / 0.5); --tw-ring-offset-shadow: 0 0 #0000; --tw-ring-shadow: 0 0 #0000; --tw-shadow: 0 0 #0000; --tw-shadow-colored: 0 0 #0000; --tw-blur: ; --tw-brightness: ; --tw-contrast: ; --tw-grayscale: ; --tw-hue-rotate: ; --tw-invert: ; --tw-saturate: ; --tw-sepia: ; --tw-drop-shadow: ; --tw-backdrop-blur: ; --tw-backdrop-brightness: ; --tw-backdrop-contrast: ; --tw-backdrop-grayscale: ; --tw-backdrop-hue-rotate: ; --tw-backdrop-invert: ; --tw-backdrop-opacity: ; --tw-backdrop-saturate: ; --tw-backdrop-sepia: ; --tw-contain-size: ; --tw-contain-layout: ; --tw-contain-paint: ; --tw-contain-style: ; background-color: unset; text-align: inherit; font-size: 12pt;">Yuk, cegah infeksi telinga tengah pada anak dengan belajar bareng dr. Melia Yunita, Msc, Sp.A&nbsp; lewat tayangan ulang webinar ini! Kita bakal kupas tuntas semuanya yang berhubungan sama infeksi telinga tengah.

Infeksi Telinga Tengah Bahaya Tersembunyi Penghambat Tumbuh Kembang Anak | Webinar PrimaKu

infeksi-telinga-tengah-bahaya-tersembunyi-penghambat-tumbuh-kembang-anak---webinar-primaku-1732605863881

<span style="font-size: 12pt; font-family: Arial, sans-serif; color: rgb(0, 0, 0); background-color: transparent; font-weight: 400; font-style: normal; font-variant-ligatures: normal; font-variant-caps: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-numeric: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-position: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Salah satu tes penting yang harus dilakukan setelah si Kecil lahir adalah <span style="font-size: 12pt; font-family: Arial, sans-serif; color: rgb(0, 0, 0); background-color: transparent; font-weight: 400; font-style: italic; font-variant-ligatures: normal; font-variant-caps: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-numeric: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-position: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">skrining<span style="font-size: 12pt; font-family: Arial, sans-serif; color: rgb(0, 0, 0); background-color: transparent; font-weight: 400; font-style: normal; font-variant-ligatures: normal; font-variant-caps: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-numeric: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-position: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">. Ini adalah serangkaian tes untuk mendeteksi potensi masalah kesehatan sejak dini, termasuk skrining hipotiroid kongenital. Tes ini penting banget, MomDad karena jika terdeteksi ada masalah, bisa langsung ditangani dan dicegah dampaknya terhadap perkembangan bayi. Nah, kenapa sih Skrining Hipotiroid Kongenital itu krusial? Yuk, kita bahas!<span style="font-size: 12pt; font-family: Arial, sans-serif; color: rgb(0, 0, 0); background-color: transparent; font-weight: 700; font-style: normal; font-variant-ligatures: normal; font-variant-caps: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-numeric: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-position: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Apa itu Hipotiroid Kongenital?<b id="docs-internal-guid-5f8c65de-7fff-5494-2eb3-017ad32701ee" style="font-style: normal; font-variant-caps: normal; letter-spacing: normal; orphans: auto; text-align: start; text-indent: 0px; text-transform: none; white-space: normal; widows: auto; word-spacing: 0px; -webkit-text-stroke-width: 0px; text-decoration: none; caret-color: rgb(0, 0, 0); color: rgb(0, 0, 0); font-weight: normal;"> <span style="font-size: 12pt; font-family: Arial, sans-serif; color: rgb(0, 0, 0); background-color: transparent; font-weight: 400; font-style: normal; font-variant-ligatures: normal; font-variant-caps: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-numeric: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-position: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Hipotiroid kongenital adalah kondisi kekurangan hormon tiroid yang disebabkan oleh kelainan atau masalah pada kelenjar penghasil hormon tiroid, yaitu kelenjar tiroid atau kelenjar gondok. Hormon tiroid merupakan hormon yang sangat penting bagi anak karena bertanggung jawab pada berbagai aspek pertumbuhan dan perkembangan saraf. Di samping itu,&nbsp; hormon tiroid juga mengatur metabolisme sehingga hipotiroid kongenital juga akan mempengaruhi berbagai aspek metabolisme lainnya, seperti gangguan pada saluran cerna berupa konstipasi, gangguan kerja otot jantung dan anemia.&nbsp;<b style="font-style: normal; font-variant-caps: normal; letter-spacing: normal; orphans: auto; text-align: start; text-indent: 0px; text-transform: none; white-space: normal; widows: auto; word-spacing: 0px; -webkit-text-stroke-width: 0px; text-decoration: none; caret-color: rgb(0, 0, 0); color: rgb(0, 0, 0); font-weight: normal;"> <span style="font-size: 12pt; font-family: Arial, sans-serif; color: rgb(0, 0, 0); background-color: transparent; font-weight: 400; font-style: normal; font-variant-ligatures: normal; font-variant-caps: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-numeric: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-position: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Salah satu dampak paling serius kekurangan hormon tiroid sejak lahir atau hipotiroid kongenital adalah retardasi mental dan gangguan pertumbuhan. Di antara keduanya, yang lebih ditakuti adalah akibatnya pada pembentukan susunan saraf pusat karena kita tahu bahwa masa emas pembentukan dan penyempurnaan saraf pusat hanya terjadi pada sekitar 1000 hari pertama kehidupan. Masa emas yang terlewatkan tidak akan pernah dapat diulang. Hambatan yang terjadi pada masa itu akan menimbulkan kerusakan yang sifatnya permanen. Setiap keterlambatan pengobatan hipotiroid kongenital&nbsp; akan menurunkan kapasitas intelektual anak.&nbsp;<b style="font-style: normal; font-variant-caps: normal; letter-spacing: normal; orphans: auto; text-align: start; text-indent: 0px; text-transform: none; white-space: normal; widows: auto; word-spacing: 0px; -webkit-text-stroke-width: 0px; text-decoration: none; caret-color: rgb(0, 0, 0); color: rgb(0, 0, 0); font-weight: normal;"> <span style="font-size: 12pt; font-family: Arial, sans-serif; color: rgb(0, 0, 0); background-color: transparent; font-weight: 700; font-style: normal; font-variant-ligatures: normal; font-variant-caps: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-numeric: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-position: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Peran Skrining Hipotiroid Kongenital<b style="font-style: normal; font-variant-caps: normal; letter-spacing: normal; orphans: auto; text-align: start; text-indent: 0px; text-transform: none; white-space: normal; widows: auto; word-spacing: 0px; -webkit-text-stroke-width: 0px; text-decoration: none; caret-color: rgb(0, 0, 0); color: rgb(0, 0, 0); font-weight: normal;"> <span style="font-size: 11pt; font-family: Arial, sans-serif; color: rgb(0, 0, 0); background-color: transparent; font-weight: 700; font-style: normal; font-variant-ligatures: normal; font-variant-caps: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-numeric: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-position: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;"><img src="https://lh7-rt.googleusercontent.com/docsz/AD_4nXe9H3LRwN-AJuKKe-V1l0AkFPm_TKInjiMY3sbf4DlOeYK9plu7TIJfrC-ErHghJYWTH52OtlqmY_RyG4YPGIiQmZw2Xm7ncjiSYR67rDUfCUrqlJs-cPUe4ZBVl9nwJZKtnqL4-q1RhyR9acZtj2ucGjU?key=U60kb0QsbEjDzUssEE9FsQ" width="602" height="451" style="margin-left: 0px; margin-top: 0px;" class="e-rte-image e-imginline"><span style="font-size: 12pt; font-family: Arial, sans-serif; color: rgb(0, 0, 0); background-color: transparent; font-weight: 400; font-style: normal; font-variant-ligatures: normal; font-variant-caps: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-numeric: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-position: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Hipotiroid kongenital merupakan kondisi bawaan yang sulit dihindari karena sampai saat ini penyebab dan faktor risikonya belum sepenuhnya diketahui. Cara satu-satunya untuk mencegah kerusakan sistem saraf yang berat dan permanen adalah dengan mendeteksi sejak dini. Deteksi dini jadi kunci utama keberhasilan penanganan hipotiroid kongenital. Jika dapat cepat dideteksi, pengobatan juga bisa dilakukan sesegera mungkin. Penelitian menunjukkan bahwa anak dengan hipotiroid kongenital yang diobati sebelum usia 2 minggu dapat memiliki kecerdasan yang sekitar setara dengan anak yang tidak mengalami hipotiroid kongenital, dan jauh lebih tinggi daripada anak yang terlambat diobati.<span style="font-size: 12pt; font-family: Arial, sans-serif; color: rgb(0, 0, 0); background-color: transparent; font-weight: 400; font-style: normal; font-variant-ligatures: normal; font-variant-caps: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-numeric: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-position: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Masalahnya, kondisi ini sering sulit dideteksi sejak dini karena gejalanya biasanya belum terlihat jelas saat bayi baru lahir sampai setelah beberapa minggu kelahiran. Ketika gejalanya mulai terlihat, semuanya sudah terlambat. Mada dari itu, satu-satunya cara untuk mendeteksi hipotiroid kongenital dengan cepat adalah melalui skrining atau penapisan, yang sudah diterapkan di banyak negara. Program skrining hipotiroid kongenital ini sangatlah penting mengingat hipotiroid kongenital adalah salah satu penyebab retardasi mental yang dapat dicegah.&nbsp;<span style="font-size: 12pt; font-family: Arial, sans-serif; color: rgb(0, 0, 0); background-color: transparent; font-weight: 400; font-style: normal; font-variant-ligatures: normal; font-variant-caps: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-numeric: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-position: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Di Indonesia sendiri, Kementerian Kesehatan sudah mendukung program skrining ini sejak tahun 2014. Pemeriksaan dilakukan pada bayi baru lahir berusia 48-72 jam dengan cara mengambil sedikit darah dari tumit bayi dan meneteskan ke kertas saring. Hasil normal yang diharapkan adalah kadar TSH (Thyroid Stimulating Hormone) neonatus berada di bawah 20.<span style="font-size: 12pt; font-family: Arial, sans-serif; color: rgb(0, 0, 0); background-color: transparent; font-weight: 700; font-style: normal; font-variant-ligatures: normal; font-variant-caps: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-numeric: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-position: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Lantas Bagaimana dengan Bayi yang sudah Terdiagnosis Hipotiroid Kongenital, Apakah Tidak Bisa Mendapatkan Pengobatan?&nbsp;<span style="font-size: 12pt; font-family: Arial, sans-serif; color: rgb(0, 0, 0); background-color: transparent; font-weight: 400; font-style: normal; font-variant-ligatures: normal; font-variant-caps: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-numeric: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-position: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Bayi yang terdiagnosis hipotiroid kongenital dapat segera dilakukan pemberian hormon tiroid pengganti. Dosis hormon diberikan sesuai dengan usia dan kemudian akan disesuaikan dengan kadar hormon tiroid anak. Selain pemberian hormon pengganti, anak tetap memerlukan imunisasi, stimulasi, dan juga dukungan nutrisi yang optimal.<span style="font-size: 12pt; font-family: Arial, sans-serif; color: rgb(0, 0, 0); background-color: transparent; font-weight: 400; font-style: normal; font-variant-ligatures: normal; font-variant-caps: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-numeric: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-position: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Pemantauan pertumbuhan tetap dilakukan sesuai jadwal, berupa pemantauan berat badan, tinggi badan, dan lingkar kepala. Fungsi mental dan kognitif juga akan dievaluasi pada usia 2-5 tahun, serta perlu dilakukan tes penglihatan dan pendengaran pada usia 5 tahun atau sebelum anak masuk ke sekolah dasar.&nbsp;<span style="font-size: 12pt; font-family: Arial, sans-serif; color: rgb(0, 0, 0); background-color: transparent; font-weight: 400; font-style: normal; font-variant-ligatures: normal; font-variant-caps: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-numeric: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-position: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Maka dari itu, skrining hipotiroid kongenital penting untuk memastikan bayi memulai hidup dengan kondisi hormon tiroid yang sehat, serta mendukung perkembangan otak dan tubuh yang optimal.<b style="font-style: normal; font-variant-caps: normal; letter-spacing: normal; orphans: auto; text-align: start; text-indent: 0px; text-transform: none; white-space: normal; widows: auto; word-spacing: 0px; -webkit-text-stroke-width: 0px; text-decoration: none; caret-color: rgb(0, 0, 0); color: rgb(0, 0, 0); font-weight: normal;"> <span style="font-size: 12pt; font-family: Arial, sans-serif; color: rgb(0, 0, 0); background-color: transparent; font-weight: 700; font-style: normal; font-variant-ligatures: normal; font-variant-caps: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-numeric: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-position: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Referensi:<ol style="margin-top: 0px; margin-bottom: 0px; padding-inline-start: 48px;"><li dir="ltr" aria-level="1" style="list-style-type: decimal; font-size: 12pt; font-family: Arial, sans-serif; color: rgb(0, 0, 0); background-color: transparent; font-weight: 400; font-style: normal; font-variant-ligatures: normal; font-variant-caps: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-numeric: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-position: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre;"><span style="font-size: 12pt; font-family: Arial, sans-serif; color: rgb(0, 0, 0); background-color: transparent; font-weight: 400; font-style: normal; font-variant-ligatures: normal; font-variant-caps: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-numeric: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-position: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Cherella CE, Wassner AJ. Congenital hypothyroidism: insights into pathogenesis and treatment. Int J Pediatr Endocrinol. 2017;2017:11.</li><li dir="ltr" aria-level="1" style="list-style-type: decimal; font-size: 12pt; font-family: Arial, sans-serif; color: rgb(0, 0, 0); background-color: transparent; font-weight: 400; font-style: normal; font-variant-ligatures: normal; font-variant-caps: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-numeric: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-position: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre;"><span style="font-size: 12pt; font-family: Arial, sans-serif; color: rgb(0, 0, 0); background-color: transparent; font-weight: 400; font-style: normal; font-variant-ligatures: normal; font-variant-caps: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-numeric: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-position: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">IDAI. Panduan praktik klinis diagnosis dan tata laksana hipotiroid kongenital. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2017.</li><li dir="ltr" aria-level="1" style="list-style-type: decimal; font-size: 12pt; font-family: Arial, sans-serif; color: rgb(0, 0, 0); background-color: transparent; font-weight: 400; font-style: normal; font-variant-ligatures: normal; font-variant-caps: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-numeric: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-position: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre;"><span style="font-size: 12pt; font-family: Arial, sans-serif; color: rgb(0, 0, 0); background-color: transparent; font-weight: 400; font-style: normal; font-variant-ligatures: normal; font-variant-caps: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-numeric: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-position: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Kemenkes. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia </li></ol>

Cegah Keterbelakangan Mental, Ini Pentingnya Skrining Hipotiroid Kongenital

cegah-keterbelakangan-mental--ini-pentingnya-skrining-hipotiroid-kongenital-1731645585797

MomDad, pernahkah melihat tubuh si Kecil terlihat kuning beberapa hari setelah lahir? Kondisi ini biasa disebut dengan jaundice atau bayi kuning. Meski sering bikin panik, sebenarnya bayi kuning adalah hal yang umum terjadi, terutama pada bayi yang baru lahir. Yuk, kita bahas lebih lanjut, apa itu bayi kuning, penyebabnya, dan cara mengatasinya! Apa itu Bayi Kuning dan Apakah Kondisi Ini Normal? ﻿Bayi kuning terjadi karena peningkatan kadar bilirubin dalam darah si Kecil. Bilirubin ini adalah zat kuning yang terbentuk dari pemecahan sel darah merah. Biasanya, hati akan memproses bilirubin ini dan mengeluarkannya dari tubuh, tapi pada bayi baru lahir, terutama yang prematur [1,2], hati mereka masih belum bekerja sempurna. Akibatnya, bilirubin menumpuk di tubuh dan menyebabkan warna kuning pada kulit serta bagian putih mata. Kondisi ini sangat umum terjadi pada bayi berusia 2-3 hari. Dari 100 bayi sehat, 60 bayi mengalami kuning [3]. Atau sekitar 60% bayi baru lahir cukup bulan bisa mengalami penyakit kuning dan 80% bayi prematur. Selain itu, bayi yang lahir dari ibu dengan diabetes kemungkinan besar bisa mengalami kondisi ini [4]. Jadi, MomDad tidak perlu terlalu khawatir, ya. Pada kebanyakan kasus, penyakit kuning bisa hilang sendiri selama 1 minggu pada bayi cukup bulan dan 2 minggu pada bayi kurang bulan [1], terutama jika kuning yang terjadi adalah ikterus fisiologis, yaitu kuning yang disebabkan oleh organ tubuh bayi yang belum sepenuhnya matang. Namun, kadar bilirubin yang terlalu tinggi dapat berbahaya jika sampai ke otak. Ini bisa menyebabkan masalah serius seperti kejang, ketulian, atau bahkan retardasi mental bahkan sampai kecacatan permanen atau kernicterus [1,4,5]. Itulah mengapa penting untuk terus memantau kondisinya. Penyebab dan gejala bayi kuning yang MomDad harus ketahui <ul><li>Ikterus fisiologis</li></ul>Selama beberapa hari pertama kehidupan, bayi tidak dapat membuang banyak bilirubin. Hal ini normal terjadi sebagai respons terhadap berkurangnya kemampuan bayi untuk mengeluarkan bilirubin [4].Ikterus fisiologis terjadi karena imaturitas sistem tubuh bayi, terutama hati untuk mengekskresikan bilirubin sehingga kadar bilirubin meningkat dan menumpuk di dalam tubuh bayi. Ikterus fisiologis ini umumnya memuncak di usia 3-5 hari pasca kelahiran dan dimulai pada usia 2-3 hari [6]. <ul><li>Kesulitan menyusui atau breastfeeding jaundice</li></ul>Kondisi lain yang dapat meningkatkan risiko kuning adalah karena di awal kehidupan kemampuan bayi menyusu masih belum terlalu baik sehingga bayi mengalami breastfeeding jaundice. Breastfeeding jaundice terjadi karena hambatan dalam ekskresi/pembuangan bilirubin melalui feses. Bayi juga sering mengalami dehidrasi pada kuning yang disebabkan oleh hal ini [2,4]. <ul><li>Breastmilk jaundice</li></ul>Bayi kondisi kuning yang disebabkan oleh ASI atau breastmilk jaundice. Umumnya, breastmilk jaundice timbul di minggu ketiga usia bayi [1]. Akan tetapi, itu bisa bertahan 3 hingga 12 minggu. Bayi tetap masih bisa diberikan ASI, namun kadar bilirubinnya harus dipantau tenaga kesehatan sehingga apabila terlalu tinggi, dapat dikerjakan fototerapi [4].Beberapa kondisi medis lain juga dapat meningkatkan proses pecahnya sel darah merah ini misalnya infeksi saat di dalam kandungan juga dapat meningkatkan risiko bayi kuning, prematuritas, genetik, trauma pada saat kelahiran [6]. Kapan Bayi Kuning Harus Dibawa ke Dokter? <img src="https://s3.ap-southeast-3.amazonaws.com/assets.primaku.com/editor/ef75be96f925a65ace5065f3261a73c3_1730967447228.jpg" class="e-rte-image e-imginline" alt="Bayi kuning-2.jpg" width="auto" height="auto" style="min-width: 0px; max-width: 1202px; min-height: 0px;"> MomDad, meskipun kuning sering kali normal, tetap perlu waspada jika kondisinya tidak membaik. Bawa si Kecil ke dokter jika [7]:<ul><li>Kulit atau matanya makin kuning.</li><li>Kuningnya meluas hingga perut, lengan, atau kakinya.</li><li>si Kecil tampak lesu, sulit dibangunkan, atau tidak mau menyusu.</li><li>Terjadi perubahan perilaku seperti mudah marah atau menangis berlebihan.</li></ul> Jika kondisi ini muncul, dokter mungkin akan melakukan pemeriksaan kadar bilirubin untuk memastikan apakah kuningnya masih dalam batas normal atau memerlukan penanganan lebih lanjut. Apakah Menjemur Efektif Mengobati Bayi Kuning? ﻿﻿Mungkin MomDad juga pernah mendengar jika menjemur si Kecil di bawah sinar matahari pagi dapat cepat menghilangkan kuningnya. Sayangnya, menurut IDAI [7], menjemur bayi bukanlah cara yang efektif untuk mengatasi penyakit kuning. Paparan sinar matahari langsung tidak cukup kuat untuk memecah bilirubin seperti halnya fototerapi. Jadi, lebih baik konsultasikan ke dokter untuk terapi yang lebih tepat, ya, MomDad. Salah satu cara yang efektif untuk mengatasi bayi kuning adalah dengan terapi sinar atau fototerapi, yang menggunakan cahaya khusus untuk membantu memecah bilirubin sehingga bisa dikeluarkan dari tubuh lebih cepat. Terapi ini biasanya dilakukan di rumah sakit di bawah pengawasan dokter. Menurut penelitian, fototerapi adalah pilihan utama untuk mengobati bayi kuning, terutama jika kadar bilirubinnya berada di atas batas untuk dilakukan fototerapi [8]. Jadi, jika dokter menyarankan fototerapi, MomDad tidak perlu ragu. Ini adalah metode yang aman dan terbukti efektif untuk menurunkan kadar bilirubin si Kecil. Jika si Kecil Mengalami Bayi Kuning, Bagaimana Cara Mengoptimalkan Kesehatannya? ﻿﻿Selain mengikuti terapi dan anjuran dokter, ada beberapa hal yang bisa MomDad lakukan untuk mendukung kesehatan si Kecil:<ol><li>Penuhi kebutuhan ASI-nya, ASI adalah nutrisi terbaik untuk membantu bayi pulih dari kuning.</li><li>Pantau kadar bilirubin sesuai dengan saran dokter. Jika perlu, lakukan fototerapi untuk mempercepat proses penyembuhan sesuai dengan anjuran dokter</li><li>Jaga kesehatan si Kecil dengan pemeriksaan rutin dan memerhatikan tanda-tanda jika kuningnya semakin parah.</li></ol> Walaupun bayi kuning bisa bikin khawatir, tapi kondisi ini biasanya bisa pulih dengan sendirinya. Yang penting adalah tetap tenang, perhatikan gejala yang muncul, dan jangan ragu untuk berkonsultasi dengan dokter. Dengan penanganan yang tepat, si Kecil akan segera kembali sehat dan siap tumbuh optimal. Referensi:<ol><li>Ogunfowora OB, Daniel OJ. (2006). Neonatal jaundice and its management: Knowledge, attitude and practice of community health workers in Nigeria. BMC Public Health, 6: 19.</li><li>&nbsp;Division of Nutrition, Physical Activity, and Obesity, National Center for Chronic Disease Prevention and Health Promotion</li><li>Dr. Eveline P.N. Sp.A. Bayi Saya Kuning, Berat Badannya Turun. Apa yang Harus Saya Lakukan? Ikatan Dokter Anak Indonesia. 24 Agustus 2017.</li><li>Hyperbilirubinemia in the Newborn</li><li>Ullah S, Rahman K, Hedayati M. Hyperbilirubinemia in Neonates: Types, Causes, Clinical Examinations, Preventive Measures and Treatments: A Narrative Review Article. Iran J Public Health. 2016 May;45(5):558-68. PMID: 27398328; PMCID: PMC4935699.</li><li>Infant jaundice - Symptoms &amp; causes - Mayo Clinic</li><li>IDAI. 2015. Menjemur Bayi dengan Tepat&nbsp;<a classname="e-rte-anchor" href="https://www.idai.or.id/artikel/klinik/pengasuhan-anak/menjemur-bayi-dengan-tepat" title="https://www.idai.or.id/artikel/klinik/pengasuhan-anak/menjemur-bayi-dengan-tepat" style="text-align: inherit;">https://www.idai.or.id/artikel/klinik/pengasuhan-anak/menjemur-bayi-dengan-tepat</a></li><li>Healthy Children. 2024. Jaundice in Newborns&nbsp;<a classname="e-rte-anchor" href="https://www.healthychildren.org/English/ages-stages/baby/Pages/jaundice.aspx" title="https://www.healthychildren.org/English/ages-stages/baby/Pages/jaundice.aspx" style="text-align: inherit;">https://www.healthychildren.org/English/ages-stages/baby/Pages/jaundice.aspx</a></li></ol>

Waspada Salah Penanganan, Ini Perbedaan Pilek Biasa dan Influenza

Waspada Salah Penanganan, Ini Perbedaan Pilek Biasa dan Influenza

Meninggal akibat Pneumonia, Waspadai Komplikasi Influenza yang Dialami Barbie Hsu

Meninggal akibat Pneumonia, Waspadai Komplikasi Influenza yang Dialami Barbie Hsu

Jangan Panik! HMPV Bukan Virus Baru, Kenali dan Jaga Kesehatan si Kecil!

Jangan Panik! HMPV Bukan Virus Baru, Kenali dan Jaga Kesehatan si Kecil!

ASI Bisa Menghilangkan Belekan pada Bayi: Mitos atau Fakta?

ASI Bisa Menghilangkan Belekan pada Bayi: Mitos atau Fakta?

Kekurangan Kalsium dan Vitamin D Bisa Sebabkan Osteoporosis? Cegah Sejak Dini!

Kekurangan Kalsium dan Vitamin D Bisa Sebabkan Osteoporosis? Cegah Sejak Dini!

Infeksi Telinga Tengah Bahaya Tersembunyi Penghambat Tumbuh Kembang Anak | Webinar PrimaKu

Infeksi Telinga Tengah Bahaya Tersembunyi Penghambat Tumbuh Kembang Anak | Webinar PrimaKu

Cegah Keterbelakangan Mental, Ini Pentingnya Skrining Hipotiroid Kongenital

Cegah Keterbelakangan Mental, Ini Pentingnya Skrining Hipotiroid Kongenital

Bayi Kuning pada Newborn, Kenali Penyebab & Cara Penanganannya!

Bayi Kuning pada Newborn, Kenali Penyebab & Cara Penanganannya!