Ketika tidak bisa mendapatkan keinginannya, anak bisa saja menjadi tantrum. Tantrum bisa terjadi kapan dan di mana saja, sehingga tak jarang membuat orang tua kesulitan menghadapinya. Anak yang tantrum, biasanya menunjukan sikap agresif, seperti menangis, menjerit, bahkan memukul, sehingga perlu diatasi dengan cara yang tepat. Oleh karena itu, anak perlu tahu bagaimana ia dapat mengelola emosinya. Penyebab dan Cara Menghadapi Anak Tantrum<img src="https://s3.ap-southeast-3.amazonaws.com/assets.primaku.com/editor/7b867bf7f2106f5e2104543bd310f108fbc2_1701410339669.jpg" class="e-rte-image e-imginline" alt="anak tantrum (1).jpeg" width="auto" height="auto" style="min-width: 0px; max-width: 1459px; min-height: 0px;"> Umumnya, tantrum terjadi pada anak usia 1-3 tahun yang pemicunya dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti:<ul><li style="font-size: 12pt;">Temperamen, yaitu bagaimana anak merespon suatu kejadian. Anak yang lebih sensitif mungkin lebih mudah tantrum.</li><li style="font-size: 12pt;">Stress, lelah, mengantuk, lapar, dan overstimulasi</li><li style="font-size: 12pt;">Emosi yang sangat kuat, seperti ketakutan, khawatir, malu, dan marah</li><li style="font-size: 12pt;">Situasi yang tidak dapat diatasi anak, misal ada anak lebih besar yang merebut mainannya</li><li>&nbsp;</li></ul>Ketika anak mengalami tantrum, Momdad perlu melakukan pendekatan yang tepat agar anak terhindar dari eskalasi atau peningkatan emosi yang lebih. Berikut tips mendekati anak selama tantrum:&nbsp;<ul><li style="font-size: 12pt;">Pastikan MomDad sedang dalam kondisi emosi yang sedang stabil.</li><li style="font-size: 12pt;">Jangan terpancing dengan tantrumnya si Kecil, bila MomDad sudah merasa kewalahan, minta pelaku rawat lain untuk menemani anak yang sedang tantrum.</li><li style="font-size: 12pt;">Biarkan anak menyelesaikan marahnya, bila anak sudah lebih besar ajarkan ia untuk meluapkan emosi dengan cara menyobek kertas, memeluk orang tua, maupun membuat pojok tenang di rumah.</li><li style="font-size: 12pt;">Labeli emosi yang anak rasakan dan validasi perasaan yang sedang ia rasakan.</li></ul>&nbsp;Tips Mendidik Anak Mengungkapkan Emosinya secara Sehat<img src="https://s3.ap-southeast-3.amazonaws.com/assets.primaku.com/editor/3668704a85c9a6688d108eabf01b595ad_1701410391791.jpg" class="e-rte-image e-imginline e-img-focus" alt="anak tantrum.jpg" width="auto" height="auto" style="min-width: 0px; max-width: 1459px; min-height: 0px;"> Sama seperti orang dewasa, anak-anak perlu mengembangkan strategi untuk mengelola emosi mereka, sehingga mereka dapat membangun keterampilan sosial-emosional. Ketika anak-anak lebih sadar dan terampil secara sosial dan emosional, mereka dapat lebih efektif menjalani hubungan, menenangkan diri, dan memecahkan masalah ketika menghadapi tantangan. Nah, MomDad dapat mendidik anak tentang cara mengenali dan mengungkapkan emosinya secara sehat dengan cara:<ul><li style="font-size: 12pt;">Ajarkan melalui ekspresi wajah dan minta anak menebak apa ekspresi yang dimaksud</li><li style="font-size: 12pt;">Biasakan anak melabel emosinya dalam situasi sehari-hari</li><li style="font-size: 12pt;">Tanyakan anak emosi yang dialami oleh tokoh dalam suatu cerita</li><li style="font-size: 12pt;">Menggunakan boneka sebagai media mengajarkan tentang emosi</li></ul> Nah, begitulah tips menghadapi anak tantrum, serta mengelola emosi anak secara sehat.Yuk, terapkan mulai dari sekarang agar ia dapat mengungkapkan emosinya dengan tepat.&nbsp; Referensi:<ul><li><a class="e-rte-anchor" href="https://raisingchildren.net.au/toddlers/behaviour/crying-tantrums/tantrums" title="https://raisingchildren.net.au/toddlers/behaviour/crying-tantrums/tantrums" target="_blank">Tantrums: why they happen &amp; how to respond | Raising Children Network</a></li><li><a class="e-rte-anchor" href="https://www.ecmhc.org/ideas/emotions.html" title="https://www.ecmhc.org/ideas/emotions.html" target="_blank">CECMHC | Ideas for Teaching Children about Emotions</a></li></ul>

Tips Mengelola Emosi Anak Tantrum & Cara Menghadapinya

tips-mengelola-emosi-anak-tantrum---cara-menghadapinya-1701410637310

Orang tua memiliki peran penting dalam mendukung kesiapan anak untuk bersekolah. Orang tua perlu memperhatikan kesiapan anak untuk bersekolah karena kesiapan anak memainkan peran penting dalam kesuksesan mereka dalam pendidikan dan perkembangannya. Anak yang siap untuk bersekolah perlu memiliki beberapa kemampuan agar anak bisa dengan mudah mengikuti pembelajaran, serta bergaul dengan lingkungan. Nah, tanda apa saja yang perlu diperhatikan ketika anak siap bersekolah? Kemampuan Sosial<img src="https://s3.ap-southeast-3.amazonaws.com/assets.primaku.com/editor/c8c511343f2d83710232275959f646942_1701245453292.jpg" class="e-rte-image e-imginline" alt="kesiapan anak sekolah_3.jpg" width="auto" height="auto" style="min-width: 0px; max-width: 1458px; min-height: 0px;"> Memiliki kemampuan bersosialisasi dan berinteraksi dengan orang lain secara baik menjadi salah satu faktor lain bahwa anak sudah siap sekolah. Sebab, anak yang sudah mampu bersosialisasi akan dapat dengan mudah memiliki rasa percaya diri, sehingga bisa menempatkan dirinya pada lingkungan yang tepat. Misalnya: si Kecil dapat fokus terhadap suatu tugas yang diberikan oleh guru, bergiliran menunggu antrian, mengikuti perintah, berempati terhadap orang lain, berteman, dan menguasai diri atau menahan diri untuk tidak bersifat agresif terhadap temannya. Kemampuan Kognitif<img src="https://s3.ap-southeast-3.amazonaws.com/assets.primaku.com/editor/6939228a51056493a7cf71af565104bc4e_1701245469328.jpg" class="e-rte-image e-imginline" alt="kesiapan anak sekolah_1 (1).jpg" width="auto" height="auto" style="min-width: 0px; max-width: 1458px; min-height: 0px;"> Kognitif umum seperti literasi awal dan kemampuan matematika perlu diperhatikan saat MomDad memutuskan untuk menyekolahkan si Kecil. memiliki ketertarikan dan mampu dalam berbahasa, berhitung dan menulis dasar, diperlukan sebagai penunjang aktivitas sekolah. Misalnya, si Kecil memiliki pemahaman tentang konsep dasar hitungan 1 sampai 10, konsep bunyi-huruf tertentu (misal suara aaa untuk huruf A, dan seterusnya), bentuk dan hubungan antar berbagai objek. Kemampuan Bahasa<img src="https://s3.ap-southeast-3.amazonaws.com/assets.primaku.com/editor/683e0cf5bd76ec5f2e8cb849110fda712_1701245481893.jpg" class="e-rte-image e-imginline" alt="kesiapan anak sekolah_4.jpg" width="auto" height="auto" style="min-width: 0px; max-width: 1458px; min-height: 0px;"> Anak harus memiliki kemampuan bahasa yang baik, termasuk pemahaman bahasa lisan dan kemampuan berbicara dengan lancar. Mereka harus dapat mengikuti instruksi, berkomunikasi dengan guru dan teman sekelas, serta memahami cerita dan konsep dasar dalam bahasa. Kemampuan Sensorik<img src="https://s3.ap-southeast-3.amazonaws.com/assets.primaku.com/editor/ce64abd1048f238c0f1679adc6fc171bd_1701245526292.jpg" class="e-rte-image e-imginline" alt="kesiapan anak sekolah_5.jpg" width="auto" height="auto" style="min-width: 0px; max-width: 1458px; min-height: 0px;"> Perkembangan sensorik merupakan suatu keterampilan dan kemampuan si Kecil menggunakan panca indera untuk mengeksplorasi dan mengenal dunia di sekitarnya. Perkembangan sensorik anak mengacu pada kemampuan otak untuk menerima, menafsirkan, dan secara efektif menggunakan informasi yang disediakan oleh semua indera. Misalnya: si Kecil sudah mampu berhitung, bisa menulis angka dan huruf, mengetahui bentuk-bentuk (lingkaran, persegi panjang dan lainnya), sudah bisa nalar dan berdebat, serta memahami instruksi. Kemampuan Toilet Training<img src="https://s3.ap-southeast-3.amazonaws.com/assets.primaku.com/editor/e36e31ed7bb1d27a1032438109fee85c79_1701245547836.jpg" class="e-rte-image e-imginline" alt="kesiapan anak sekolah_6.jpg" width="auto" height="auto" style="min-width: 0px; max-width: 1458px; min-height: 0px;"> Sebelum menyekolahkan si Kecil, pastikan ia sudah dapat menggunakan toilet dengan baik (toilet trained), ya! Setidaknya, ia sudah pandai memberi tahu sang guru bahwa dirinya mau buang air kecil atau buang air besar. Proses ini tidak hanya mengajarkan si Kecil untuk mandiri, tetapi juga untuk menguji kepintarannya. Menurut Stanford Children, toilet training merupakan sebuah ilmu edukasi untuk mengenali sinyal tubuhnya agar buang air kecil dan buang air besar. Referensi:Is Your Preschooler Ready for Kindergarten? <a class="e-rte-anchor" href="https://www.healthychildren.org/English/ages-stages/preschool/Pages/Is-Your-Child-Ready-for-School.aspx" title="https://www.healthychildren.org/English/ages-stages/preschool/Pages/Is-Your-Child-Ready-for-School.aspx" target="_blank">Healthy Children</a>. 22 Juli 2019.<div> </div>

Kapan Idealnya Anak Mulai Sekolah? Yuk, Kenali Tanda Kesiapannya!

kapan-idealnya-anak-mulai-sekolah--yuk--kenali-tanda-kesiapannya--1701245703819

Saat memiliki bayi newborn, MomDad mungkin akan terjaga sepanjang malam dan mengalami kurang tidur, karena bayi suka terbangun saat subuh atau tengah malam. Hal ini adalah normal dan wajar terjadi, apalagi terjadi pada awal kehidupannya. Namun, sebagai orang tua, tentu ini akan menjadi tantangan tersendiri. Sebenarnya kenapa sih bayi kok suka terbangun saat subuh? Penyebab Bayi Terbangun saat Subuh<img src="https://s3.ap-southeast-3.amazonaws.com/assets.primaku.com/editor/10b1010a9c6c27527ac6a3a6710ce9321108c_1701087239037.jpg" class="e-rte-image e-imginline" alt="bayi bangun subuh (1).jpg" width="auto" height="auto" style="min-width: 0px; max-width: 1203px; min-height: 0px;"> Pada awal kehidupannya, bayi akan terbangun saat terbangun saat subuh. Hal ini sering dialami saat bayi berusia 0-6 bulan. Namun seiring bertambahnya usia, bayi akan tidur lebih nyenyak dan akan jarang terbangun.Pasalnya, bayi dapat terbangun saat transisi di antara siklus tidur yang terjadi tiap 2-4 jam. Umumnya, bayi belum memiliki kemampuan untuk kembali tidur sendiri ketika terbangun, jadi seringkali membutuhkan bantuan MomDad untuk kembali tertidur.Fase bangun ini umumnya terjadi setelah tengah malam. Selain transisi antara siklus tidur, ada beberapa penyebab lain yang menyebabkan bayi terbangun di malam hari, di antaranya:Teething atau bayi sedang tumbuh gigi pertamanya<ul><li style="text-align: justify;">Bayi sedang sakit</li><li style="text-align: justify;">Adanya lompatan perkembangan, misalnya bayi sedang belajar merangkak atau berdiri</li><li style="text-align: justify;">Perubahan jadwal kesehariannya</li><li style="text-align: justify;">Kecemasan akan takut dipisahkan dari orang tua</li><li style="text-align: justify;">Lapar</li><li style="text-align: justify; font-size: 14pt;">Apakah Ada Kaitannya dengan Pola Tidur yang Bermasalah?</li></ul><img src="https://s3.ap-southeast-3.amazonaws.com/assets.primaku.com/editor/10a5b1458a53ae5c45625ef1b24bf4ae0_1701087289794.jpg" class="e-rte-image e-imginline" alt="bayi bangun subuh (2).jpg" width="auto" height="auto" style="min-width: 0px; max-width: 1203px; min-height: 0px;"> Bayi yang suka terbangun saat subuh tidak selalu ada masalah dalam pola tidurnya. Sebab, transisi antara siklus tidur yang terjadi tiap 2-4 jam bisa dialami oleh semua orang, termasuk orang dewasa.Perbedaannya terletak pada, apakah individu tersebut memiliki kemampuan untuk kembali tertidur atau memerlukan bantuan yang berkaitan dengan asosiasi tidur, seperti harus memeluk boneka, ditemani, menyusu, dan lainnya.Cara Mengatasi Bayi Bangun SubuhDalam mengatasi bayi yang suka terbangun saat tengah malam atau terlalu pagi, MomDad dapat membantunya dengan mengurangi ‘bantuan’ yang diberikan agar bayi bisa terbiasa dapat tertidur sendiri.Hal ini bisa dilakukan secara gradual, misalnya:<ul><li style="text-align: justify;">Bayi yang harus ngempeng atau menyusu saat terbangun, dapat dibantu ditenangkan dengan ditepuk-tepuk ringan sampai ia tertidur.</li><li style="text-align: justify;">MomDad dapat mempertimbangkan penggunaan white noise untuk meminimalisir suara-suara yang berpotensi membangunkan bayi di tengah malam.</li><li style="text-align: justify;">MomDad juga dapat mempertimbangkan untuk melakukan sleep training dengan meletakkan bayi di ranjangnya dalam kondisi mengantuk namun belum tertidur lelap agar ia bisa belajar tidur sendiri.&nbsp;</li></ul>So, jika si Kecil suka bangun subuh, MomDad bisa mencoba tips di atas.Referensi:<ul><li style="text-align: justify;"><a class="e-rte-anchor" href="https://www.babysleepdr.com/blog/3-Common-Reasons-Your-Baby-is-Waking-Up-in-the-Middle-of-the-Night" title="https://www.babysleepdr.com/blog/3-Common-Reasons-Your-Baby-is-Waking-Up-in-the-Middle-of-the-Night" target="_blank">3 Common Reasons Your Baby is Waking Up in the Middle of the Night&nbsp;</a></li><li style="text-align: justify;">Kang EK, Kim SS. Behavioral insomnia in infants and young children. Clin Exp Pediatr. 2021 Mar;64(3):111-116. doi: 10.3345/cep.2020.00052. Epub 2020 Jul 15. PMID: 32683806; PMCID: PMC7940085</li><li style="text-align: justify;"><a class="e-rte-anchor" href="https://babysleepconsultant.co/blogs/news/normal-biological-sleep-patterns-sleep-cycles-night-wakings" title="https://babysleepconsultant.co/blogs/news/normal-biological-sleep-patterns-sleep-cycles-night-wakings" target="_blank">Normal Biological Sleep Patterns | Sleep Cycles | Night Wakings&nbsp;</a></li><li style="text-align: justify;"><a class="e-rte-anchor" href="https://www.whattoexpect.com/first-year/ask-heidi/month-9/sudden-night-wakings.aspx" title="https://www.whattoexpect.com/first-year/ask-heidi/month-9/sudden-night-wakings.aspx" target="_blank">What to Do if Your Baby Is Waking Up in the Middle of the Night&nbsp;</a></li></ul>

Kenapa sih Bayi Suka Terbangun saat Subuh?

kenapa-sih-bayi-suka-terbangun-saat-subuh--1701087441739

Melihat anak bahagia adalah keinginan semua orang tua di muka bumi ini, sesederhana melihat anak bahagia saat mereka jajan kesukaannya. Tapi, hal ini jadi dilema tersendiri buat MomDad, apalagi jika anak jadi lebih doyan jajan daripada makan makanan utama.&nbsp; Pasalnya, jajanan seringkali kurang nutrisi dibandingkan makanan utama yang memang dirancang untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan anak-anak. Lantas, bagaimana jika itu yang terjadi dengan anak-anak sekarang? Apa bahayanya untuk anak?Jangan khawatir MomDad, yuk, cari tahu jawabannya lewat video ini! Jangan lupa like konten ini &amp; tonton hingga akhir supaya bisa menjawab Kuis Parenthood Institute dengan benar!<div style="text-align: justify;"></div>

Ini Bahayanya jika Balita Lebih Doyan Jajan daripada Makan Makanan Utama

ini-bahayanya-jika-balita-lebih-doyan-jajan-daripada-makan-makanan-utama-1701080079502

Ada banyak jenis gaya parenting yang bisa diterapkan bagi orang tua, salah satunya jellyfish parenting. Jellyfish parenting sering juga disebut sebagai permissive parenting, di mana orang tua dengan pola asuh permisif memberikan banyak cinta dan dukungan pada anak, tanpa memberikan batasan yang tegas, maupun harapan atau ekspektasi perilaku yang sesuai usia [1]. Jika MomDad tertarik menerapkan jellyfish parenting, yuk simak serba-serbinya terlebih dahulu!Penerapan Jellyfish Parenting<img src="https://s3.ap-southeast-3.amazonaws.com/assets.primaku.com/editor/50c166f5044c5cf3eb499cbbacfe96e1_1700805282186.jpg" class="e-rte-image e-imginline" alt="jellyfish parenting1.jpg" width="auto" height="auto" style="min-width: 0px; max-width: 1203px; min-height: 0px;"> Orang tua yang menerapkan pola asuh jellyfish parenting sangat mencegah anak merasa kecewa, sedih, marah, dan berbagai emosi negatif lainnya. Padahal anak-anak justru memerlukan bimbingan ketika merasakan emosi negatif ini. Anak perlu belajar mengelola emosinya dan belajar bahwa tidak semua perilaku “melampiaskan” emosi diizinkan, meskipun mereka boleh merasakan marah, kesal, sedih, kecewa, dan seterusnya.Ketika anak melakukan kesalahan, orang tua permisif cukup pemaaf dan memiliki sikap 'anak-anak akan bersikap layaknya anak-anak’ tanpa memberikan konsekuensi logis, dan seringkali tidak konsisten ketika mereka terpaksa memberikan konsekuensi [2,5].Pengaruh Jellyfish Parenting pada Tumbuh Kembang<img src="https://s3.ap-southeast-3.amazonaws.com/assets.primaku.com/editor/a5bcab1085dfde1068b27e26f54bb9dc10f_1700805293880.jpg" class="e-rte-image e-imginline" alt="jellyfish parenting_2.jpg" width="auto" height="auto" style="min-width: 0px; max-width: 1203px; min-height: 0px;"> Saat menerapkan jellyfish parenting pada anak, ada beberapa hal yang akan memengaruhi perkembangan anak, di antaranya [6,7]:<ul><li style="text-align: justify;">Anak menjadi kurang tangguh. Anak yang diasuh dengan pola asuh permisif tidak terbiasa menghadapi kekecewaan, tidak terbiasa diberikan tanggung jawab, serta tidak biasa mengetahui batasan-batasan yang ada di masyarakat. Mereka menjadi tidak terlatih untuk mengelola emosi yang tidak mengenakkan dan meregulasinya.</li><li style="text-align: justify;">Anak belajar bahwa kekecewaan, perasaan frustasi dan emosi yang “tidak enak” harus selalu dihindari, alih-alih dihadapi.</li><li style="text-align: justify;">Anak tidak terbiasa mengetahui batasan dan cenderung bersikap bebas semau sendiri. Anak yang dibesarkan dengan pola asuh permisif tidak terbiasa mengenal batasan-batasan yang berlaku di masyarakat, dan kurang memiliki rasa tanggung jawab akan konsekuensi tindakan mereka.</li><li style="text-align: justify;">Anak tidak terlatih mengembangkan disiplin diri.</li><li style="text-align: justify;">Riset menunjukkan bahwa anak yang diasuh dengan pola asuh permisif berisiko memiliki perilaku agresif seiring waktu, meningkatnya penggunaan alkohol saat remaja, peningkatan penggunaan screen time pada anak, dan derajat aktivitas anak yang lebih rendah.</li><li style="text-align: justify; font-size: 14pt;">Tantangan Jellyfish Parenting</li></ul>Orang tua yang menjalankan jellyfish parenting mungkin mengalami kesulitan dalam menentukan batasan perilaku anak, sedangkan dalam waktu bersamaan perlu mendengar, berempati dengan perasaan serta keinginan anak. Namun, orang tua perlu menjadi pemberi batasan yang jelas, dan konsisten untuk menghindari kebingungan anak di kemudian hari.Anak-anak yang dibesarkan dengan pola asuh permisif cenderung menjadi kurang tangguh karena tidak terbiasa menghadapi kekecewaan, tidak terbiasa diberikan tanggung jawab, serta tidak biasa mengetahui batasan-batasan yang ada di masyarakat. Mereka menjadi tidak terlatih untuk mengelola emosi yang tidak mengenakan dan meregulasinya. Penelitian menunjukkan bahwa anak yang diasuh dengan pola asuh permisif berisiko memiliki perilaku agresif seiring waktu, meningkatnya penggunaan alkohol saat remaja, peningkatan penggunaan screen time pada anak, dan derajat aktivitas anak yang lebih rendah.Komunikasi yang Efektif dalam Jellyfish Parenting<img src="https://s3.ap-southeast-3.amazonaws.com/assets.primaku.com/editor/bffb56a35dbcc3e669221010c1832103e2_1700805326511.jpg" class="e-rte-image e-imginline" alt="jellyfish parenting_3.jpg" width="auto" height="auto" style="min-width: 0px; max-width: 1203px; min-height: 0px;"> Tipe parenting ini mungkin cocok untuk keluarga yang fleksibel, dengan jadwal yang minimal setiap harinya, serta dengan perangai anak yang tenang dan patuh. Menciptakan batasan serta mendukung anak dalam mempelajari norma-norma di keluarga dan masyarakat, baik dari segi konsistensi dan dukungan berupa sikap berempati terhadap keinginan dan perasaan mereka dengan komunikasi yang baik akan lebih bermanfaat pada anak-anak yang “strong willed”.Tipe parenting ini memiliki keunggulan dalam hal komunikasi dan empati positif yang diberikan orang tua kepada anak sehingga mendorong anak untuk memiliki keterikatan positif dan koneksi. Hubungan orangtua-anak dalam jenis parenting ini lebih seperti teman [8].Itulah penjelasan mengenai jellyfish parenting. MomDad bebas untuk menerapkan metode parenting apa yang paling cocok dan disesuaikan dengan anak.Referensi:<ul><li><a classname="e-rte-anchor" href="https://generationhealth.ca/tiger-or-jellyfish-parenting/#" title="https://generationhealth.ca/tiger-or-jellyfish-parenting/#">https://generationhealth.ca/tiger-or-jellyfish-parenting/# </a></li><li>Hosokawa R, Katsura T. Role of Parenting Style in Children's Behavioral Problems through the Transition from Preschool to Elementary School According to Gender in Japan. Int J Environ Res Public Health. 2018 Dec 21;16(1):21.</li><li>Delvecchio E, Germani A, Raspa V, Lis A, Mazzeschi C. Parenting Styles and Child's Well-Being: The Mediating Role of the Perceived Parental Stress. Eur J Psychol. 2020 Aug 31;16(3):514-531.</li><li>Talib, Johari &amp; Mohamad, Zulkifli &amp; Mamat, Maharam. (2015). Effects of Parenting Style on Children Development.</li><li>Krisdiantini, A., Setyoboedi, B., &amp; Krisnana, I. (2021). THE RELATIONSHIP BETWEEN PARENTING STYLE AND CHILDREN’S DEVELOPMENT AGED PRE-SCHOOL. Indonesian Midwifery and Health Sciences Journal, 4(4), 386–394.</li><li><a class="e-rte-anchor" href="https://parentingscience.com/permissive-parenting/" title="https://parentingscience.com/permissive-parenting/" target="_blank">Permissive parenting: An evidence-based guide</a></li><li>Alison L. Barton, Jameson Kenneth Hirsch. Permissive Parenting and Mental Health in College Students: Mediating Effects of Academic Entitlement. <a class="e-rte-anchor" href="https://www.researchgate.net/publication/279289797_Permissive_Parenting_and_Mental_Health_in_College_Students_Mediating_Effects_of_Academic_Entitlement" title="https://www.researchgate.net/publication/279289797_Permissive_Parenting_and_Mental_Health_in_College_Students_Mediating_Effects_of_Academic_Entitlement" target="_blank">Journal of American College Health</a>. June 2015.</li><li><a class="e-rte-anchor" href="https://www.verywellfamily.com/what-is-jellyfish-parenting-6891714" title="https://www.verywellfamily.com/what-is-jellyfish-parenting-6891714" target="_blank">What Is Jellyfish Parenting?</a></li></ul>

Tertarik Terapkan Jellyfish Parenting? Ketahui Dulu Serba-Serbinya!

tertarik-terapkan-jellyfish-parenting--ketahui-dulu-serba-serbinya--1700805571040

Sosioemosional anak merujuk pada perkembangan anak dalam aspek sosial dan emosional. Ini mencakup kemampuan anak untuk berinteraksi dengan orang lain, mengelola emosi, memahami dan merespons perasaan sendiri dan orang lain. Pembelajaran sosioemosional pada anak memiliki sejumlah manfaat yang penting untuk tumbuh kembang. Nah, gimana sih cara untuk mengelola emosi anak? Yuk, simak penjelasannya di bawah! Perkembangan Sosioemosional pada Anak Usia Dini<img src="https://s3.ap-southeast-3.amazonaws.com/assets.primaku.com/editor/62cc84b14395f58c9736234566fd4ad6_1700537208831.jpg" class="e-rte-image e-imginline" alt="mengelola sosioemosional_1.jpeg" width="auto" height="auto" style="min-width: 0px; max-width: 1459px; min-height: 0px;"> Perkembangan sosioemosional pada usia dini merupakan pondasi penting untuk perkembangan dan pembelajaran seumur hidup anak. Perkembangan sosial merujuk pada kemampuan anak untuk menciptakan dan mempertahankan hubungan yang baik dengan orang dewasa dan anak lain. Perkembangan emosional adalah kemampuan anak untuk mengekspresikan, menyadari, dan mengatur emosi mereka sendiri. Kesehatan mental anak usia dini sejatinya adalah perkembangan kemampuan sosioemosional seorang anak[1].Orang tua dapat melihat tanda perkembangan sosioemosional anak sesuai usia dengan ciri sebagai berikut:[7]<ul><li style="text-align: justify;">Usia 2 bulan: Menangis saat kebutuhan tidak dipenuhi dan mulai bisa tersenyum</li><li style="text-align: justify;">Usia 4 bulan: Menangis karena lelah, lapar, dan saat merasa sakit</li><li style="text-align: justify;">Usia 6 bulan: Mulai sadar akan orang-orang di sekitarnya dan bisa merespon&nbsp;</li><li style="text-align: justify;">Usia 9 bulan: Mulai bisa menunjukkan kecemasan dan menangis ketika berada di antara orang-orang yang tidak ia kenal</li><li style="text-align: justify;">Usia 12 bulan: Mulai interaktif dengan orang-orang sekitar</li></ul> Cara Mengajarkan Anak Mengenal Emosi<img src="https://s3.ap-southeast-3.amazonaws.com/assets.primaku.com/editor/e10691c1dfae491ee76aa25ceb111061067_1700537236126.jpg" class="e-rte-image e-imginline" alt="mengelola sosioemosional_2.jpg" width="auto" height="auto" style="min-width: 0px; max-width: 1459px; min-height: 0px;"> MomDad dapat mengajarkan anak mengenal emosi sesuai usia dengan cara [2,3,4]:<ul><li style="text-align: justify; font-size: 14pt;">Batita (bawah tiga tahun)</li></ul>Pada usia batita, anak sudah dapat merasakan emosi namun belum&nbsp; memahami cara mengungkapkannya. MomDad dapat membantu anak memahami apa yang mereka rasakan dengan cara memberi nama pada emosi tersebut. Beberapa contoh yang dapat dilakukan di antaranya:<ul><li style="text-align: justify;">Ketika MomDad melihat anak menunjukkan suatu emosi, berikan nama dan bicarakan hal itu, misalnya: "Wah, kakak senyumnya lebar sekali, tampaknya kakak sedang senang ya?” atau “Muka adik muram sekali. Adik sedih ya karena tidak bisa bermain bersama ibu?”</li><li style="text-align: justify;">Tunjukkan juga dengan kata-kata apabila emosi tersebut muncul pada diri orang lain, misalnya “Paman sedang sedih karena tidak bisa bertemu dengan kakek.”</li><li style="text-align: justify;">Ajak anak bermain permainan boneka tangan, menyanyi, membaca, dan permainan sensori lain.</li></ul> Anak prasekolah dan usia sekolah﻿﻿Pada usia ini kemampuan anak untuk mengenal dan mengekspresikan emosi akan semakin terlatih seiring dengan kesempatan untuk mempraktekannya. Beberapa hal yang dapat MomDad lakukan untuk membantu anak usia ini, di antaranya:<ul><li style="text-align: justify;">Bicarakan tentang tokoh dan karakter dari buku, film atau tontonan anak, misalnya “Kak, lihat deh wajah Barney, mukanya sedih, dan bahunya turun, pasti dia sedang kecewa.”</li><li style="text-align: justify;">Bacalah buku tentang emosi bersama anak. Buku untuk membantu anak pada usia ini contohnya seri “When I’m feeling” karya Trace Moroney, yang mengisahkan berbagai emosi beserta perasaan yang mungkin timbul saat seorang anak mengalami emosi tersebut (misalnya, merasa mual dan ingin muntah saat sedang cemas, dan lain-lain)</li><li style="text-align: justify;">Tunjukkan kepada anak bagaimana MomDad mengetahui apa yang sedang MomDad&nbsp; rasakan lewat perilaku, misalnya “Kak, tadi kakak lihat tidak, pada waktu ibu memecahkan gelas, ibu berteriak dengan keras. Apakah itu juga yang kakak lakukan ketika kakak berbuat salah dan merasa marah?”</li><li style="text-align: justify;">Bantu anak untuk menyadari emosi dari gelagat tubuhnya, misalnya: “Kamu tampak cemas nak, apakah kamu merasa seperti ada kupu-kupu terbang di dalam perutmu?”</li><li style="text-align: justify;">Permainan yang dapat membantu anak mengekspresikan emosi pada usia ini dapat berupa permainan sensori, menggambar, melukis, boneka tangan, menari.</li><li style="text-align: justify;">Lakukan aktivitas yang bermain dengan berbagai emosi, seperti misalnya menggunakan kartu untuk menentukan “mimik takut” atau “senang” dan mengajak anak mengikutinya.</li><li style="text-align: justify;">MomDad juga dapat mengajarkan anak untuk menenangkan diri, misalnya dengan menghitung sampai 10 atau mengambil napas dalam.</li><li style="text-align: justify;">Sarankan juga beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk mengekspresikan emosi kuat, seperti pelukan saat sedih, meremas bantal kuat-kuat saat marah, dan lain-lain.</li><li style="text-align: justify;">Saat anak sedang benar-benar marah atau kesal, mungkin mereka akan bersikap yang tidak pantas, misalnya dengan berteriak-teriak atau membanting barang, dan lain-lain. Penting bagi MomDad untuk menenangkan anak dan mengingatkan bahwa semua emosi dapat diterima, tetapi tidak semua perilaku dapat diterima.</li></ul>Suatu penelitian di Kroasia menemukan bahwa anak perempuan memiliki kemampuan perkembangan sosioemosional yang lebih tinggi dibandingkan anak laki-laki, dan umumnya lebih dapat mengekspresikan perasaan mereka, berbagi, membantu teman, dan memperhatikan perasaan orang lain[5].&nbsp; Cara Mendukung Anak yang Mengalami Kesulitan dalam Perkembangan Sosioemosional<img src="https://s3.ap-southeast-3.amazonaws.com/assets.primaku.com/editor/e71072cc3958eca91e6acb3d2cef2a845_1700537380684.jpg" class="e-rte-image e-imginline" alt="mengelola sosioemosional_3.jpg" width="auto" height="auto" style="min-width: 0px; max-width: 1459px; min-height: 0px;"> Istilah “Play is the work of the child” adalah benar adanya. Pasalnya, saat bermain seorang anak dapat mengembangkan seluruh ranah perkembangannya, tak terkecuali perkembangan emosinya. Lewat bermain, seorang batita akan belajar tentang “big emotions” seperti malu, rasa bersalah, frustrasi, kecewa, dan lain-lain. MomDad dapat memfasilitasi perkembangan emosi seorang anak lewat permainan yang dapat mengasah kemampuan ini seperti permainan boneka tangan, bernyanyi, membaca, dan permainan “kotor” atau yang berantakan (messy play) [6].Batita dapat merasakan berbagai emosi besar, tetapi ia belum dapat mengungkapkan dengan kata-kata. Ketika bermain, seorang anak memiliki kesempatan bereksplorasi, mengekspresikan perasaan tersebut, serta belajar untuk meregulasinya. MomDad dapat membantu dengan membuat batita menyadari perasaannya, menamai perasaan tersebut, dan mencari penyebabnya. Misalnya ketika melihat seorang batita yang tampak murung ketika saat mainannya rusak, orangtua dapat berkata “Kamu kelihatan sedih karena mainanmu rusak. Tidak apa dik, yuk kita coba perbaiki.”Ingat bahwa anak akan mengamati cara kita mengekspresikan emosi dan cara kita mengekspresikan emosi dan mengatur emosi akan menjadi contoh bagi mereka tentang bagaimana mengelola emosi dengan baik. Ketika MomDad dapat merespon anak batita yang sedang tantrum dengan ketenangan dan pengertian, hal itu akan memberi dampak besar bagi mereka.Frustasi dapat menjadi emosi atau perasaan baru yang ia rasakan pada periode ini. Anak dapat mengungkapkannya dengan cara berteriak, atau memukul ketika tidak mendapatkan apa yang ia inginkan. Anak pada usia ini tidak memahami mengapa mereka tidak bisa mendapatkan apa yang mereka mau sekarang juga, dan dapat menjadi agak “bossy” ketika mereka menginginkan sesuatu. Pada usia ini juga, seorang anak akan merasakan perasaan tidak senang atau sulit ketika mereka harus berhenti bermain dan berpindah aktivitas (misalnya anak yang tidak mau pulang dari taman karena masih ingin bermain). Karena pada usia ini mereka masih sulit untuk mengontrol emosi dan rasa frustrasi mereka, maka tantrum akan sering dijumpai [6].Mendekati usia 3 tahun, mayoritas batita akan mulai merasakan perasaan bersalah, atau rasa malu. MomDad dapat membantu mereka dengan mendengarkan secara atentif dan memberikan peneguhan atau keyakinan bahwa apa yang mereka rasakan adalah wajar, dan membantu mereka memahami apa yang mendasari perasaan tersebut [6].Berikut adalah ide bermain untuk mendukung perkembangan emosi anak [6]:&nbsp;<ul><li style="text-align: justify;">Bermain bersama dan berbagi dengan anak lain</li><li style="text-align: justify;">Permainan imajinatif seperti boneka tangan, bermain pura-pura</li><li style="text-align: justify;">Permainan lewat lagu dan gerakan misalnya&nbsp; lagu “jika kau suka hati tepuk tangan”</li><li style="text-align: justify;"><a class="e-rte-anchor" href="https://raisingchildren.net.au/toddlers/play-learning/play-videos/messy-play-tips" title="https://raisingchildren.net.au/toddlers/play-learning/play-videos/messy-play-tips" target="_blank">Messy play</a> menggunakan pasir, lumpur, atau cat warna. Anak dapat meremas, menggambar berbagai ekspresi wajah yang sesuai dengan suasana hatinya saat itu&nbsp;</li><li style="text-align: justify;">Membaca buku yang bertemakan perasaan yang dialami anak, misalnya buku yang bercerita tentang apa yang dirasakan karakternya ketika marah, kecewa, sedih, frustrasi, dan lain-lain.&nbsp;</li><li style="text-align: justify;"><a class="e-rte-anchor" href="https://raisingchildren.net.au/toddlers/play-learning/play-videos/outdoor-play-easy-ideas" title="https://raisingchildren.net.au/toddlers/play-learning/play-videos/outdoor-play-easy-ideas" target="_blank">Outdoor play</a> di taman atau ruang terbuka dapat menjadi sarana seorang anak untuk mengekspresikan emosinya, misalnya dengan melompat, berguling, berteriak, berlari dan lain-lain.</li><li style="text-align: justify;">Biarkan anak memimpin permainan, dan bantulah ia saat ia merasakan emosi yang belum dapat dikelola sendiri (kekecewaan, malu, dan lain-lain).</li></ul> Perkembangan sosioemosional anak sangat penting karena memberikan dasar bagi kesejahteraan sosial dan emosional mereka di masa depan. Yuk, terapkan cara di atas untuk membangun perkembangan sosioemosional yang sehat pada si Kecil! Referensi:<ul><li style="text-align: left;">Social and Emotional Development. <a class="e-rte-anchor" href="https://eclkc.ohs.acf.hhs.gov/school-readiness/effective-practice-guides/social-emotional-development#" title="https://eclkc.ohs.acf.hhs.gov/school-readiness/effective-practice-guides/social-emotional-development#" target="_blank">US Departement of Health &amp; Human Services.</a></li><li style="text-align: left;"><a class="e-rte-anchor" href="https://raisingchildren.net.au/toddlers/development/toddlers-social-emotional-development/understanding-managing-emotions-children-teenagers#children-3-8-years-learning-to-understand-and-manage-emotions-nav-title" title="https://raisingchildren.net.au/toddlers/development/toddlers-social-emotional-development/understanding-managing-emotions-children-teenagers#children-3-8-years-learning-to-understand-and-manage-emotions-nav-title" target="_blank">Understanding and managing emotions: children and teenagers</a></li><li style="text-align: left;"><a class="e-rte-anchor" href="https://raisingchildren.net.au/toddlers/play-learning/play-toddler-development/emotions-play-toddlers#play-ideas-to-encourage-toddler-emotions-nav-title" title="https://raisingchildren.net.au/toddlers/play-learning/play-toddler-development/emotions-play-toddlers#play-ideas-to-encourage-toddler-emotions-nav-title" target="_blank">Toddler emotions: learning &amp; play ideas | Raising Children Network</a></li><li style="text-align: left;"><a class="e-rte-anchor" href="https://raisingchildren.net.au/toddlers/development/toddlers-social-emotional-development/time-in-helping-toddlers-calm-down" title="https://raisingchildren.net.au/toddlers/development/toddlers-social-emotional-development/time-in-helping-toddlers-calm-down" target="_blank">Time-in: helping toddlers calm down | Raising Children Network</a></li><li style="text-align: left;"><a class="e-rte-anchor" href="https://raisingchildren.net.au/toddlers/development/toddlers-social-emotional-development/time-in-helping-toddlers-calm-down" title="https://raisingchildren.net.au/toddlers/development/toddlers-social-emotional-development/time-in-helping-toddlers-calm-down" target="_blank">﻿﻿</a>Mia Masnjak Kalčik. GENDER DIFFERENCES IN SOCIAL EMOTIONAL DEVELOPMENT AND PHYSICAL ACTIVITY LEVEL IN PRESCHOOL CHILDREN. <a class="e-rte-anchor" href="https://www.researchgate.net/publication/338430895_GENDER_DIFFERENCES_IN_SOCIAL_EMOTIONAL_DEVELOPMENT_AND_PHYSICAL_ACTIVITY_LEVEL_IN_PRESCHOOL_CHILDREN" title="https://www.researchgate.net/publication/338430895_GENDER_DIFFERENCES_IN_SOCIAL_EMOTIONAL_DEVELOPMENT_AND_PHYSICAL_ACTIVITY_LEVEL_IN_PRESCHOOL_CHILDREN" target="_blank">8th International Scientific Conference on Kinesiology,</a> 2017.</li><li style="text-align: left;"><a class="e-rte-anchor" href="https://www.understood.org/en/articles/social-and-emotional-skills-what-to-expect-at-different-ages" title="https://www.understood.org/en/articles/social-and-emotional-skills-what-to-expect-at-different-ages" target="_blank">Social and emotional skills at different ages</a></li></ul>

Mengenal Perkembangan Sosial Emosional Anak di Usia Dini

mengenal-perkembangan-sosial-emosional-anak-di-usia-dini-1700546370962

Toilet training atau pelatihan buang air kecil dan besar merupakan tahapan penting dalam perkembangan anak. Pendekatan bertahap dalam toilet training biasanya dianjurkan karena setiap anak memiliki tingkat kematangan yang berbeda dalam hal pengendalian buang air kecil dan besar. Untuk menerapkan toilet training, MomDad perlu memperhatikan kesiapan anak, seperti perkembangan fisiologis, kematangan psikologis dan emosional, hingga kesiapan kognitif. Sebab, toilet training yang terlalu dini atau tekanan yang berlebihan dapat menyebabkan stres pada anak, yang mungkin menghambat proses pembelajaran dan mengakibatkan trauma. <img src="https://s3.ap-southeast-3.amazonaws.com/assets.primaku.com/editor/49135ee08236f60609db6f56c51048104e_1700126711157.jpg" class="e-rte-image e-imginline" alt="toilet_training_1.jpeg" width="auto" height="auto" style="min-width: 0px; max-width: 1202px; min-height: 0px;"> Belajar untuk menggunakan toilet training adalah perjalanan yang membantu anak agar bisa menggunakan kamar mandi/WC untuk membuang air kecil dan air besar pada tempat yang seharusnya hal ini dibuktikan dengan anak bisa mengontrol tubuh anak dan membantunya mengambil langkah lagi untuk menjadi individu yang mandiri. Selain itu, pelaksanaan toilet training penting untuk anak usia dini supaya anak mengetahui kebersihan sejak dini, sehingga lebih cepat mandiri. Nah, bagi yang mau mulai ajarkan si Kecil toilet training, MomDad dapat mengikuti tahapan ini agar anak tidak stres:1. Agar pengalaman belajar toilet training lebih menyenangkan, bacakan buku mengenai toilet training.2. Catat waktu BAB dan BAK anak agar orang tua tahu kapan harus mengajaknya duduk di kursi toilet.3. Beri kesempatan pada anak untuk eksplorasi penggunaan kursi toilet tanpa memberinya tekanan. Pastikan anak nyaman saat duduk.4. Kenali tanda anak ingin BAB dan BAK.&nbsp;5. Setelah popoknya penuh, coba dudukkan anak di kursi toilet. Lakukan secara konsisten agar anak terbiasa dan pahama fungsi dari kursi toilet.6. Jangan lupa berikan pujian pada anak karena mau duduk di kursi toilet. Hindari memaksanya apabila ia menolak untuk duduk.&nbsp;7. Biasakan anak duduk di kursi toilet 1 - 3 kali dalam sehari. Tingkatkan frekuensinya secara bertahap.8. Jadikan toilet training kegiatan yang menyenangkan dengan menempelkan stiker di toilet atau berikan celana dalam sesuai keinginannya.9. Tanyakan pada anak apakah ia perlu ke toilet atau tidak secara konsisten. Cek jadwalnya.10. Ciptakan rutinitas untuk duduk di kursi toilet. Misalnya, ketika bangun tidur atau sebelum tidur.Jika anak mengalami kesalahan, hindari memberikanya hukuman atau kritik. Sebaliknya, bantu ia untuk belajar dari pengalaman tersebut dengan memberikan dukungan positif. Selamat mengajarkan si Kecil toilet training, MomDad! Referensi: Khairunisah. (2016). Hubungan penerapan toilet training terhadap kemandirian anak usia dini 4-6 tahun di tk sirajul huda kecamatan jeumpa kabupaten bireuen. (vol. 2 nomor 3).<div style="text-align: justify;"> </div>