MomDad tahu dong, kalau imunisasi itu penting banget, terutama untuk melindungi tubuh dari penyakit berbahaya. Tapi, mungkin beberapa dari MomDad masih bingung nih, apakah imunisasi tetap aman untuk bumil dan busui? Jangan khawatir, nggak semua imunisasi dilarang kok. Ada beberapa imunisasi yang tetap perlu didapatkan saat hamil atau menyusui demi kesehatan Mom dan si Kecil. Apa aja sih imunisasinya? Rekomendasi Imunisasi untuk Bumil dan Busui Keamanan imunisasi untuk bumil dan busui sebenarnya tergantung jenis vaksinnya. Nah, ada beberapa imunisasi yang memang dianjurkan untuk ibu hamil demi melindungi kesehatan Mom dan bayi selama kehamilan. Salah satunya adalah imunisasi tetanus atau yang dikenal dengan tetanus toxoid (TT). Imunisasi ini penting banget untuk mencegah tetanus pada bayi baru lahir, yang bisa berhubungan dengan angka kematian bayi. Maka dari itu, sepanjang hidupnya, perempuan usia subur disarankan untuk mendapat 5 kali suntikan TT. Jadwalnya gimana sih, MomDad? Ini dia:<ul><li>Dosis I &amp; II: berjarak 4 minggu.</li><li>Dosis III: 6-12 bulan setelah dosis II.</li><li>Dosis IV: setahun setelah dosis III.</li><li>Dosis V: setahun setelah dosis IV.</li></ul> Jika Mom belum pernah mendapatkan imunisasi TT dan baru tahu kalau sedang hamil, jangan khawatir. Berikut jadwal imunisasi TT untuk ibu hamil:<ul><li>Dosis I: saat pertama kali diketahui hamil. </li><li>Dosis II: 4 minggu setelah dosis pertama, paling lambat 2 minggu sebelum melahirkan.</li><li>Dosis III-V: sama seperti jadwal TT untuk wanita usia subur.</li></ul><div> </div><div><img src="https://s3.ap-southeast-3.amazonaws.com/assets.primaku.com/editor/2dc34b343a21273242f7ac6dd910c5e88_1731653723268.jpg" class="e-rte-image e-imginline" alt="Vaksin-4.jpg" width="auto" height="auto" style="min-width: 0px; max-width: 1202px; min-height: 0px;"> </div>﻿﻿ Saran terbaik, sebaiknya Mom melengkapi imunisasi TT sebelum merencanakan kehamilan, ya! Ada juga beberapa imunisasi lain yang bisa diberikan jika memang diperlukan, misalnya jika Mom bepergian ke tempat yang berisiko tinggi terkena penyakit tertentu. Jadi, imunisasi selama hamil atau menyusui nggak selalu dilarang, asal manfaatnya lebih besar dari risikonya. Untuk MomDad yang mungkin penasaran, apakah imunisasi untuk bumil dan busui ini bisa menggunakan BPJS? Jawabannya, bisa ya, MomDad! Silakan datang ke fasilitas kesehatan tingkat pertama dan mengikuti prosedur yang berlaku. Sehat selalu, MomDad! Referensi:<ul><li><a classname="e-rte-anchor" href="https://dinkes.kulonprogokab.go.id/detil/161/menentukan-status-imunisasi-tt-wanita-usia-subur" title="https://dinkes.kulonprogokab.go.id/detil/161/menentukan-status-imunisasi-tt-wanita-usia-subur">https://dinkes.kulonprogokab.go.id/detil/161/menentukan-status-imunisasi-tt-wanita-usia-subur </a></li><li><a classname="e-rte-anchor" href="https://www.babycenter.com/pregnancy/health-and-safety/is-it-safe-to-get-vaccinated-during-pregnancy_9541" title="https://www.babycenter.com/pregnancy/health-and-safety/is-it-safe-to-get-vaccinated-during-pregnancy_9541">https://www.babycenter.com/pregnancy/health-and-safety/is-it-safe-to-get-vaccinated-during-pregnancy_9541</a></li></ul>

Jenis-Jenis Imunisasi yang Perlu Dilakukan Bumil & Busui

jenis-jenis-imunisasi-yang-perlu-dilakukan-bumil---busui-1731654039358

Pernahkah melihat si Kecil terlihat lemas atau kurang berenergi, padahal sudah makan? Nah, bisa jadi asupan gizinya kurang lengkap. Salah satu zat gizi yang penting untuk tumbuh kembang si Kecil adalah protein. Di usia emas mereka, tubuh si Kecil terus tumbuh dan berkembang dengan cepat, sehingga membutuhkan "bahan bakar" yang cukup untuk mendukung proses tersebut. Protein adalah salah satu kunci penting dalam pertumbuhan ini. Yuk, kita bahas lebih lanjut mengapa protein sangat penting untuk balita dan bagaimana memastikan si Kecil mendapat asupan yang cukup. Apa itu Protein &amp; Mengapa Penting untuk si Kecil? Protein merupakan zat gizi yang sangat penting untuk si Kecil, terutama dalam masa tumbuh kembangnya. Protein ini bisa diibaratkan sebagai “bahan bangunan” utama yang membentuk tubuh si Kecil, mulai dari otot, kulit, rambut, hingga organ-organ penting lainnya. Protein berperan besar dalam menjaga keseimbangan cairan tubuh, memproduksi enzim dan hormon, serta sebagai cadangan sumber energi. Nah, tidak hanya itu, protein juga sangat dibutuhkan untuk proses regenerasi sel dan menjaga agar fungsi tubuh si Kecil tetap optimal. Dalam mendukung tumbuh kembang, si Kecil perlu mengonsumsi protein, khususnya hewani, dengan alasan sebagai berikut: <ol><li>Kaya akan makronutrien esensial, seperti asam lemak esensial (asam lemak yang tidak dapat diproduksi oleh tubuh dan harus didapatkan dari makanan).</li><li>Mengandung mikronutrien yang lengkap seperti zinc, besi, yodium, magnesium, kalsium, vitamin A, B, dan D yang juga bekerja sama untuk memastikan tumbuh kembang si Kecil berlangsung dengan optimal.</li></ol> Tau nggak MomDad, ada 20 jenis asam amino yang membentuk protein, dan 9 di antaranya (histidin, isoleusin, leusine, lisin, metionin, fenilalanin, treonin, triptofan dan valin) disebut asam amino esensial. Tubuh kita tidak bisa memproduksi asam amino esensial ini, sehingga mereka harus didapatkan dari makanan. Inilah mengapa protein hewani sangat dianjurkan, karena sumber protein hewani mengandung asam amino esensial yang lengkap dan lebih mudah diserap oleh tubuh. Jadi, pastikan si Kecil mendapat asupan protein yang cukup setiap harinya agar tubuhnya bisa tumbuh optimal dan sehat! Sumber Protein Terbaik untuk si Kecil <img src="https://s3.ap-southeast-3.amazonaws.com/assets.primaku.com/editor/3166b6a924e1a3f916395a603135af88_1731652557536.jpg" class="e-rte-image e-imginline" alt="Kekurangan protein-4.jpg" width="auto" height="auto" style="min-width: 0px; max-width: 1202px; min-height: 0px;"> Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, sumber protein hewani adalah yang terbaik untuk si Kecil karena mengandung asam amino esensial lengkap dan mudah dicerna. Asam amino esensial ini penting untuk mendukung tumbuh kembang otak dan tubuh si Kecil secara optimal. Misalnya, daging sapi dan ayam, tidak hanya kaya akan protein, tapi juga vitamin dan mineral penting seperti zat besi yang membantu pembentukan sel darah merah. Meski sumber protein nabati, seperti tempe atau kacang-kacangan juga baik, makanan ini biasanya kurang lengkap kandungan asam amino esensial-nya. Oleh karena itu, jika si Kecil lebih sering makan protein nabati, pastikan MomDad memberikan kombinasi berbagai sumber nabati agar kebutuhan proteinnya terpenuhi. Apa yang Terjadi Jika si Kecil Kekurangan Protein? Kekurangan protein pada anak bisa berdampak serius, baik dalam jangka pendek maupun panjang. Kekurangan protein bisa menyebabkan gangguan pertumbuhan dan berisiko stunting. Ini terjadi karena tubuh tidak mendapatkan cukup "bahan baku" untuk membangun dan memperbaiki sel, termasuk untuk sistem kekebalan tubuh. Akibatnya, si Kecil jadi lebih rentan terhadap infeksi dan penyakit. Saat anak mudah sakit dan sering mengalami infeksi berulang, tentu saja kesehatan dan aktivitasnya terganggu. Protein juga berperan besar dalam perkembangan otak si Kecil. Kekurangan protein bisa menghambat pembentukan mielin, lapisan pelindung saraf, yang penting untuk fungsi otak. Hal ini bisa menyebabkan gangguan kognitif dan memengaruhi kemampuan belajar si Kecil di masa depan. Saat masuk usia sekolah, si Kecil mungkin mengalami kesulitan belajar, sering absen karena sakit, dan performa akademiknya bisa menurun. Kondisi ini tentu bisa berpengaruh pada kualitas hidupnya kelak, bahkan hingga dewasa. Kabar baiknya, jika kekurangan protein atau stunting bisa terdeteksi lebih awal, penanganan yang tepat bisa memperbaiki kondisi ini. Dokter biasanya akan merekomendasikan peningkatan asupan nutrisi, terutama protein dari sumber hewani, dan juga memastikan si Kecil mendapatkan imunisasi sesuai jadwal agar tidak mudah sakit. Makanan Kaya Protein untuk si Kecil <img src="https://s3.ap-southeast-3.amazonaws.com/assets.primaku.com/editor/b95a974ea44221057a529e4865d28de33_1731652667126.jpg" class="e-rte-image e-imginline" alt="Kekurangan protein-5.jpg" width="auto" height="auto" style="min-width: 0px; max-width: 1202px; min-height: 0px;"> Nah, sekarang MomDad pasti penasaran, apa saja sih makanan kaya protein yang baik untuk pertumbuhan otak serta baik untuk mengoptimalkan tumbuh kembang anak? Yuk, cek beberapa pilihan berikut: <ol><li>Daging sapi</li></ol> Daging sapi mengandung protein tinggi, vitamin, dan mineral penting seperti zat besi. Setiap 100 gram daging sapi mengandung 14 gram protein yang bisa membantu si Kecil tumbuh kuat dan sehat. Daging sapi juga bisa diolah menjadi berbagai menu favorit si Kecil seperti spaghetti bolognese atau kroket. 2. Daging ayam Daging ayam, terutama ayam kampung, kaya akan protein dan zat besi. Dengan kandungan protein sekitar 37 gram per 100 gram daging, ayam merupakan pilihan protein hewani yang terjangkau dan bergizi untuk si Kecil. 3. Ikan kembung Ini dia pilihan lokal yang kaya akan omega-3, lebih tinggi dari salmon. Ikan kembung sangat baik untuk perkembangan otak si Kecil dan bisa diolah menjadi berbagai makanan. Namun, hati-hati MomDad, pastikan duri-duri halusnya tidak tertelan si Kecil. 4. Telur Tahukah MomDad, bahwa 1 buah telur ayam ukuran sedang memiliki kandungan protein yang kurang lebih setara dengan 30 gram daging. 1 butir telur berukuran besar (50 gram) mengandung 6 gram protein, 5 gram lemak, dan 78 kkal. Telur juga mengandung DHA serta berbagai vitamin dan mineral yang penting untuk menunjang pertumbuhan anak. Telur dapat digunakan sebagai campuran membuat berbagai makanan sehingga dapat menjadi asupan prohe saat makan utama maupun snack. 5. Hati ayam Hati ayam merupakan sumber prohe yang meskipun tidak mengandung kalori sebanyak daging sapi, namun tinggi protein. Per 100 gram hati ayam, terkandung 167 kalori, 5 gram lemak, 25 gram protein. Tak hanya itu hati ayam juga merupakan prohe yang mengandung zat besi tertinggi lho! 100 gram hati ayam sudah mengandung 3,6 mg zat besi heme. Kebutuhan Protein Harian Anak Setiap anak memiliki kebutuhan protein yang berbeda, tergantung pada usianya. Untuk si Kecil yang berusia 6 tahun ke atas, berikut kebutuhan protein harian yang perlu diperhatikan: <img src="https://s3.ap-southeast-3.amazonaws.com/assets.primaku.com/editor/a4bc85197225d9cb971da2313101f90b0_1731652799674.png" alt="Kebutuhan protein harian anak.png" width="auto" height="auto" style="min-width: 0px; max-width: 1202px; min-height: 0px; max-height: 669px;" class="e-rte-image e-imgcenter e-imginline"> Protein merupakan nutrisi esensial yang harus dipenuhi setiap hari untuk mendukung pertumbuhan fisik dan perkembangan otak si Kecil. Sumber protein hewani, seperti daging, ayam, ikan, dan telur, adalah pilihan terbaik karena mengandung asam amino esensial yang lengkap dan mudah dicerna. Memastikan asupan protein yang cukup sangat penting, karena kekurangan protein dapat berdampak serius, baik dalam jangka pendek maupun panjang. Jadi, pastikan si Kecil mendapatkan asupan protein yang seimbang setiap hari untuk mendukung pertumbuhannya secara optimal, ya, MomDad! Referensi:<ul><li>Abeshu MA, Lelisa A, Geleta B. Complementary Feeding: Review of Recommendations, Feeding Practices, and Adequacy of Homemade Complementary Food Preparations in Developing Countries - Lessons from Ethiopia. Front Nutr. 2016 Oct 17;3:41. doi: 10.3389/fnut.2016.00041. PMID: 27800479; PMCID: PMC5065977.</li><li>Parikh, P., Semba, R., Manary, M., Swaminathan, S., Udomkesmalee, E., Bos, R., Poh, B. K., Rojroongwasinkul, N., Geurts, J., Sekartini, R., &amp; Nga, T. T. (2021). Animal source foods, rich in essential amino acids, are important for linear growth and development of young children in low- and middle-income countries. Maternal &amp; Child Nutrition, e13264. <a classname="e-rte-anchor" href="https://doi.org/10.1111/mcn.13264" title="https://doi.org/10.1111/mcn.13264" style="text-align: inherit;">https://doi.org/10.1111/mcn.13264</a> </li><li>De Sanctis V, Soliman A, Alaaraj N, Ahmed S, Alyafei F, Hamed N. Early and Long-term Consequences of Nutritional Stunting: From Childhood to Adulthood. Acta Biomed. 2021 Feb 16;92(1):e2021168. doi: 10.23750/abm.v92i1.11346. PMID: 33682846; PMCID: PMC7975963.</li><li>PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2019 TENTANG ANGKA KECUKUPAN GIZI YANG DIANJURKAN UNTUK MASYARAKAT INDONESIA</li><li>PRODI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR TAHUN 2023</li><li>Fish, raw, Atlantic, mackerel nutrition facts and analysis.</li><li><a classname="e-rte-anchor" href="https://jurnalgizi.com/2021/11/10/ayam-kampung-vs-ayam-negeri/" title="https://jurnalgizi.com/2021/11/10/ayam-kampung-vs-ayam-negeri/">https://jurnalgizi.com/2021/11/10/ayam-kampung-vs-ayam-negeri/ </a></li><li><a classname="e-rte-anchor" href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK56068/table/summarytables.t4/?report=objectonly" title="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK56068/table/summarytables.t4/?report=objectonly">https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK56068/table/summarytables.t4/?report=objectonly </a></li></ul>

Waspada, Kurang Protein Sebabkan Gangguan Fungsi Otak!

waspada--kurang-protein-sebabkan-gangguan-fungsi-otak--1731653017742

MomDad, memberikan camilan manis kepada si Kecil bisa jadi cara yang menyenangkan untuk merayakan momen spesial atau sekadar membuat hari mereka lebih ceria. Namun, sebelum MomDad menjadikan camilan manis sebagai kebiasaan, penting untuk memahami bahwa asupan gula berlebih dapat berdampak serius pada perkembangan otak anak. Makanan dan minuman yang tinggi gula memang bisa memberikan energi instan, tetapi terlalu banyak gula dapat mengganggu kesehatan anak, terutama dalam hal perkembangan otak. Bahan bakar utama otak adalah gula, tapi jika terlalu banyak gula, apalagi dalam jangka waktu panjang, bisa menyebabkan dampak negatif terhadap kapasitas memori dan kognitif seseorang. Maka dari itu, penting untuk mengetahui batas normal asupan gula untuk dikonsumsi anak agar tidak mengganggu perkembangan otaknya. Batas Normal Asupan Gula untuk Anak Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), asupan gula tambahan sebaiknya dibatasi kurang dari 10% dari total kalori harian anak. Bahkan, jika memungkinkan, lebih baik lagi jika dibatasi hingga 5%. Untuk memudahkan, mari kita hitung ya, MomDad! Jika anak berusia 1 tahun membutuhkan sekitar 1000 kalori per hari, maka asupan gula mereka seharusnya tidak lebih dari 100 kalori sehari. Nah, 1 gram gula setara dengan 4 kalori. Jadi, 100 kalori dari gula itu setara dengan 25 gram atau sekitar 6,25 sendok teh gula (ingat, 1 gram = 0,2 sendok teh dan 1 sendok teh = 5 gram). Jika MomDad ingin mengikuti batas 5%, maka konsumsi maksimal gula untuk si Kecil hanya sekitar 12 gram atau 3 sendok teh per hari. Perlu diingat, asupan gula tambahan umumnya berasal dari makanan dan minuman manis. Oleh karena itu, penting bagi MomDad untuk selalu membaca label makanan dan memperhatikan kandungan gula per sajiannya. Terutama untuk minuman manis, sebaiknya dibatasi karena biasanya hanya mengandung kalori kosong tanpa nilai gizi yang baik. Takaran Asupan Gula pada Setiap Kelompok Usia Sebenarnya, MomDad, aturan dari WHO soal pembatasan asupan gula bebas, yang idealnya tidak lebih dari 10% total kalori harian (bahkan lebih baik jika bisa &lt;5%), juga berlaku untuk semua usia, termasuk bayi dan balita. Menurut ESPGHAN (European Society for Pediatric Gastroenterology Hepatology and Nutrition), asupan gula harian tidak boleh melebihi 5% dari kebutuhan kalori harian. Gula yang dimaksud bukan hanya gula yang ditambahkan ke makanan atau minuman, tapi juga gula alami yang ada dalam makanan seperti madu, jus buah, dan sari buah. Untuk lebih detailnya, MomDad bisa lihat takaran gula yang disarankan berdasarkan kelompok usia berikut.<img src="https://s3.ap-southeast-3.amazonaws.com/assets.primaku.com/editor/85893e6b715e8e9ddcadbfaa3e7bd343_1731651309377.png" alt="Takaran asupan gula.png" width="auto" height="auto" style="min-width: 0px; max-width: 1202px; min-height: 0px; max-height: 1008px;" class="e-rte-image e-imgcenter e-imginline"> Sumber: <a classname="e-rte-anchor" href="www.espghan.org" title="www.espghan.org">www.espghan.org </a> American Heart Association (AHA) juga merekomendasikan agar anak di atas 2 tahun dan orang dewasa mengonsumsi tidak lebih dari 25 gram (sekitar 6,25 sendok teh) gula tambahan per hari, serta tidak lebih dari 8 oz (250 ml) minuman bergula per minggu. Jadi, sebaiknya jangan sampai gula tambahan jadi kebiasaan untuk si Kecil yang sudah di atas 2 tahun, ya, MomDad. Menurut American Academy of Pediatrics (AAP), pembatasan jus buah juga penting untuk mengontrol asupan gula. Rekomendasinya adalah:<ul><li>Tidak memberikan jus buah pada anak di bawah 1 tahun</li><li>Anak usia 1-3 tahun tidak lebih dari 125 mL per hari</li><li>Anak usia 4-6 tahun maksimal boleh minum 125-175 mL per hari</li><li>Anak usia 7-18 tahun dibatasi hingga 250 mL per hari</li></ul> AAP juga menyarankan agar anak-anak dan remaja sebaiknya menghindari minuman manis seperti “energy drinks” atau "sports drinks" yang kaya karbohidrat, dan sebaliknya memilih air putih sebagai pilihan utama untuk menghilangkan rasa haus. Tips Membatasi Asupan Gula pada Anak MomDad, sebelum memberikan camilan atau snack pada si Kecil, pastikan dulu asupan gulanya sudah pas, tidak kurang, tapi juga tidak berlebihan. Nah, berikut beberapa cara praktis yang bisa MomDad terapkan untuk membatasi asupan gula si Kecil: <ol><li>Baca Label Makanan dengan Cermat</li></ol> Banyak makanan dan minuman yang mengandung gula tambahan atau sirup yang dimasukkan saat proses produksi. Gula tambahan ini punya banyak nama lho, MomDad, seperti brown sugar, corn syrup, dextrose, fructose, glucose, hingga high-fructose corn syrup. Untungnya, banyak produsen yang kini mencantumkan label jelas terkait kandungan gula di kemasannya, seperti pada gambar di bawah ini: <img src="https://s3.ap-southeast-3.amazonaws.com/assets.primaku.com/editor/02d95d930ca47ca9ace57541c07e00ce_1731651754464.png" alt="Screenshot 2024-11-15 at 13.22.11.png" width="auto" height="auto" style="min-width: 0px; max-width: 1202px; min-height: 0px;" class="e-rte-image e-imgcenter e-imginline"> Sumber: <a classname="e-rte-anchor" href="www.healthychildren.org" title="www.healthychildren.org" style="text-align: inherit;">www.healthychildren.org</a> 2. Biasakan Anak Minum Air Putih Ajarkan si Kecil untuk minum air putih saat haus dan hindari soda, teh manis, minuman olahraga, atau minuman apa pun yang mengandung pemanis. Air putih jauh lebih sehat dan membantu menjaga keseimbangan asupan gula. 3. Batasi Konsumsi Jus Buah AAP sudah merekomendasikan batas maksimal jus buah per usia. Sebagai gantinya, tawarkan buah potong segar untuk camilan manis yang lebih sehat. <img src="https://s3.ap-southeast-3.amazonaws.com/assets.primaku.com/editor/85d1d78045a57683ffb43abf3abb1f2b_1731651870614.jpg" class="e-rte-image e-imginline" alt="Makanan manis-2.jpg" width="auto" height="auto" style="min-width: 0px; max-width: 1202px; min-height: 0px;"> Lalu bagaimana jika si Kecil sudah terlanjur mengonsumsi terlalu banyak gula? Jangan khawatir, MomDad bisa mengatasinya dengan cara-cara ini: <ul><li>Berikan Contoh yang Baik</li></ul> MomDad bisa mulai dengan membatasi konsumsi gula sendiri, sehingga si Kecil ikut terbiasa. Anak-anak cenderung meniru kebiasaan orang tuanya, lho! <ul><li>Sediakan Air Putih di Jeda Makan</li></ul> Ajak si kecil minum air putih di sela-sela waktu makan atau saat jeda snack agar kebutuhan cairan mereka tetap terpenuhi tanpa harus mengandalkan minuman manis. <ul><li>Ganti Camilan Manis dengan Opsi Lebih Sehat</li></ul> Saat waktu snack, berikan opsi "manis" yang lebih sehat, seperti buah potong atau yoghurt, daripada biskuit atau kue. <ul><li>Batasi Minuman Manis</li></ul>﻿﻿Buat aturan bahwa minuman manis hanya boleh dikonsumsi satu kali dalam seminggu. Dengan begitu, si Kecil tetap bisa menikmati minuman favoritnya, tapi tidak berlebihan. Si kecil memang secara alami menyukai rasa manis, baik karena faktor bawaan, asosiasi emosional positif, atau pengaruh lingkungan. Namun, penting bagi MomDad untuk mengontrol asupan gulanya supaya tidak berlebihan dan tetap mendukung tumbuh kembangnya yang sehat, yaa! Referensi:<ul><li>Sugar intake in infants, children, and adolescents. <a classname="e-rte-anchor" href="www.espghan.org" title="www.espghan.org">www.espghan.org </a></li><li>Academy of Pediatrics. 2019. Public Policies to Reduce Sugary Drink Consumption in Children and Adolescents&nbsp;<a classname="e-rte-anchor" href="https://publications.aap.org/pediatrics/article/143/4/e20190282/37217/Public-Policies-to-Reduce-Sugary-Drink-Consumption?autologincheck=redirected?nfToken=00000000-0000-0000-0000-000000000000" title="https://publications.aap.org/pediatrics/article/143/4/e20190282/37217/Public-Policies-to-Reduce-Sugary-Drink-Consumption?autologincheck=redirected?nfToken=00000000-0000-0000-0000-000000000000">https://publications.aap.org/pediatrics/article/143/4/e20190282/37217/Public-Policies-to-Reduce-Sugary-Drink-Consumption?autologincheck=redirected?nfToken=00000000-0000-0000-0000-000000000000 </a></li><li>Healthy Children. 2014. How to Reduce Added Sugar in Your Child’s Diet: AAP Tips&nbsp;<a classname="e-rte-anchor" href="https://www.healthychildren.org/English/healthy-living/nutrition/Pages/How-to-Reduce-Added-Sugar-in-Your-Childs-Diet.aspx" title="https://www.healthychildren.org/English/healthy-living/nutrition/Pages/How-to-Reduce-Added-Sugar-in-Your-Childs-Diet.aspx" style="text-align: inherit;">https://www.healthychildren.org/English/healthy-living/nutrition/Pages/How-to-Reduce-Added-Sugar-in-Your-Childs-Diet.aspx</a></li><li><a classname="e-rte-anchor" href="https://apps.who.int/iris/rest/bitstreams/668769/retrieve" title="https://apps.who.int/iris/rest/bitstreams/668769/retrieve">https://apps.who.int/iris/rest/bitstreams/668769/retrieve </a></li></ul>

Dampak Makanan & Minuman Tinggi Gula terhadap Perkembangan Otak Anak

dampak-makanan---minuman-tinggi-gula-terhadap-perkembangan-otak-anak-1731652112832

Pneumonia dan tuberkulosis (TBC) adalah penyakit yang menyerang paru-paru dan memiliki beberapa gejala yang mirip, seperti batuk, sesak napas, dan demam. Maka tak heran kalau banyak yang salah paham dan menganggap kedua penyakit ini sama. Padahal, penyebab, gejala spesifik, hingga pengobatan keduanya sangat berbeda. Lantas, apa sih perbedaan pneumonia dan TBC, khususnya jika terjadi pada anak? Perbedaan Pneumonia dan TBC﻿﻿Mari kita lihat perbedaan penyakit pneumonia dan TBC dilihat dari beberapa aspek seperti: <ol><li style="font-size: 14pt;">Faktor Penyebab</li></ol> <ul><li>Pneumonia adalah infeksi yang terjadi ketika kantung-kantung udara kecil di paru-paru, yang disebut alveoli, terisi cairan atau nanah, sehingga mengganggu pertukaran udara dan menyulitkan pernapasan. Pneumonia pada anak-anak bisa menjadi penyakit yang sangat berbahaya yang bahkan, dapat mengakibatkan kematian. Pneumonia juga dapat mengakibatkan kerusakan permanen struktur paru yang dalam jangka panjang dapat berdampak buruk pada struktur dan fungsi paru-paru, sehingga berisiko menjadi penyakit paru-paru kronis.</li></ul> <ul><li>Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, biasanya ditularkan melalui percikan air ludah atau droplet dari pasien yang batuk, bersin, atau bicara. TBC sering menyebar di lingkungan yang padat penduduk dan kurang ventilasi, dan orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, seperti anak-anak dan penderita HIV/AIDS, memiliki risiko lebih tinggi untuk tertular. Di Indonesia, yang merupakan salah satu negara dengan jumlah pasien TBC terbanyak, anak-anak berisiko tinggi terinfeksi karena banyaknya sumber penularan di masyarakat.</li></ul> 2. Gejala <ul><li>Gejala pneumonia umumnya akut dan dimulai dengan beberapa tanda, termasuk demam disertai nyeri kepala dan tubuh yang menggigil. Penderita mungkin mengalami batuk, yang bisa berupa batuk kering atau batuk berdahak dengan nanah berwarna kekuningan. Nyeri dada saat bernapas dan napas yang pendek juga umum terjadi, disertai gejala lain seperti mual, muntah, diare, nyeri pada otot dan sendi, serta rasa lelah yang berlebihan. Selain itu, denyut nadi bisa melemah hingga mencapai 100 kali per menit. Jika ada kesulitan bernapas atau peningkatan frekuensi napas, segera bawa pasien ke rumah sakit untuk penanganan yang tepat.</li></ul> <ul><li>Tuberkulosis (TBC) terutama menyerang paru-paru, tetapi juga dapat memengaruhi organ lain, seperti otak, tulang, kulit, hati, dan perut. Gejala TBC paru umumnya bersifat kronik pada anak meliputi batuk yang berlangsung lebih dari dua minggu, demam yang tidak kunjung reda selama dua minggu, penurunan berat badan yang signifikan meskipun sudah diberi makan dengan baik, dan kurangnya aktivitas yang biasanya ditunjukkan oleh anak. Jika TBC terjadi pada organ ekstra paru, gejala dapat bervariasi, seperti kejang dan penurunan kesadaran pada TBC selaput otak, pembesaran perut pada TBC perut, atau benjolan besar yang terlihat pada leher atau ketiak pada TBC kelenjar getah bening.</li></ul> 3. Cara Pengobatan Untuk mendiagnosis pneumonia, dokter akan memeriksa paru-paru untuk mendengarkan suara abnormal saat bernapas dan mungkin melakukan pemeriksaan tambahan seperti rontgen dada untuk mendeteksi pneumonia dan menentukan lokasi infeksi, pemeriksaan darah untuk melihat tanda infeksi, pemeriksaan denyut nadi untuk mengevaluasi kadar oksigen dalam tubuh, dan analisis dahak untuk mengidentifikasi kuman penyebab infeksi.&nbsp; Pengobatan pneumonia meliputi beberapa metode, yaitu: <ul><li>Terapi kausal dengan antibiotik atau antijamur untuk membunuh kuman </li><li>Terapi suportif yang disesuaikan dengan kondisi pasien seperti pemberian oksigen, cairan intravena, dan obat penurun demam</li><li>Terapi inhalasi untuk menyalurkan obat langsung ke paru-paru</li><li>Fisioterapi dada untuk membantu mengeluarkan dahak</li><li>Rawat inap jika pneumonia tergolong berat atau berisiko komplikasi</li><li>Penting untuk mengikuti petunjuk pengobatan dokter dan menyelesaikan seluruh rangkaian pengobatan untuk memastikan infeksi benar-benar teratasi.</li></ul> Untuk menentukan apakah seorang anak menderita TBC, dokter akan melakukan beberapa pemeriksaan, seperti analisis dahak untuk mengidentifikasi kuman TBC, tes Mantoux atau Interferon Gamma Release Assay (IGRA) untuk mendeteksi infeksi TBC, dan rontgen dada. TBC dapat disembuhkan dengan pengobatan yang teratur dan tuntas. Durasi pengobatan tergantung pada tingkat keparahan penyakit; untuk TBC ringan, pengobatan berlangsung selama 6 bulan, sedangkan untuk TBC berat, seperti TBC otak atau paru-paru, pengobatan bisa berlangsung hingga 12 bulan. Pengobatan TBC terbagi menjadi dua tahap: tahap intensif dengan kombinasi 3-4 obat (isoniazid, rifampicin, pirazinamid, dan ethambutol) yang diminum setiap hari selama 2 bulan, dan tahap lanjutan dengan 2 obat (isoniazid dan rifampicin) selama 4 bulan untuk TBC ringan atau 10 bulan untuk TBC berat. Mencegah Anak dari Bahaya Pneumonia dan TBC <img src="https://s3.ap-southeast-3.amazonaws.com/assets.primaku.com/editor/f38578435035f8c7d381b2b76eaa5a99_1731647097331.jpg" class="e-rte-image e-imginline" alt="TBC Pneumonia-2.jpg" width="auto" height="auto" style="min-width: 0px; max-width: 1202px; min-height: 0px;"> Mencegah pneumonia dan TBC pada anak merupakan langkah penting untuk menjaga kesehatan mereka. Beberapa cara efektif untuk mencegah pneumonia antara lain adalah dengan menjaga kebersihan tangan, seperti mencuci tangan dengan sabun dan air atau menggunakan pembersih tangan berbasis alkohol, terutama setelah batuk, buang ingus, atau saat menyiapkan makanan. Selain itu, memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan dapat meningkatkan kekebalan tubuh anak, mengurangi risiko infeksi saluran pernapasan, dan mempercepat penyembuhan saat terpapar penyakit. Penelitian menunjukkan bahwa anak yang tidak mendapatkan ASI eksklusif memiliki risiko 6 hingga 7 kali lebih tinggi terkena pneumonia. Menghindari paparan asap rokok juga sangat penting, karena dapat merusak paru-paru yang sedang berkembang pada anak, meningkatkan risiko infeksi pernapasan akut seperti pneumonia dan bronkitis. Selain itu, melengkapi vaksinasi, termasuk vaksin PCV, dapat membantu melindungi anak dari pneumonia yang disebabkan oleh bakteri berbahaya. Dalam mencegah TBC, penting untuk menjaga lingkungan rumah yang bersih dan sehat, menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat, serta memberikan nutrisi yang adekuat. Vaksin BCG juga berperan penting dalam pencegahan TBC pada anak. Terapi pencegahan TBC (TPT) harus diberikan kepada anak yang kontak erat dengan pasien TBC, selama mereka tidak menunjukkan gejala penyakit. Obat pencegahan seperti isoniazid, rifampicin, atau kombinasi keduanya dapat diberikan sesuai anjuran dokter untuk mencegah perkembangan penyakit. Dengan menerapkan langkah-langkah pencegahan ini, kita dapat melindungi kesehatan anak dan mencegah infeksi pneumonia dan TBC yang berbahaya. Lengkapi Vaksinasi untuk untuk Perlindungan Optimal <img src="https://s3.ap-southeast-3.amazonaws.com/assets.primaku.com/editor/737c32462ed010ce51671df28425c934f_1731647126015.png" class="e-rte-image e-imginline" alt="Jadwal Imunisasi Anak.png" width="auto" height="auto" style="min-width: 0px; max-width: 1202px; min-height: 0px;"> Vaksinasi merupakan langkah penting dalam mencegah pneumonia dan TBC pada anak, khususnya untuk anak usia 7-12 bulan. Vaksin PCV (Pneumococcal Conjugate Vaccine) juga sangat penting untuk mencegah pneumonia akibat infeksi bakteri Streptococcus pneumoniae. Dosis vaksinasi PCV, yakni pada usia 2 ,4, 6 bulan dan booster pada usia 12-15 bulan. Jika belum diberikan pada usia 7-12 bulan, vaksin PCV dapat diberikan 2 kali dengan jarak 1 bulan dan booster setelah usia 12 bulan dengan jarak 2 bulan dari dosis sebelumnya. Namun, terdapat kondisi tertentu yang mengharuskan penundaan pemberian vaksin PCV, seperti jika anak memiliki reaksi alergi parah terhadap komponen vaksin atau sedang mengalami sakit ringan, seperti demam, pilek, atau batuk. Dalam hal ini, sangat penting untuk berkonsultasi dengan dokter sebelum melakukan vaksinasi. Untuk TBC, imunisasi BCG (Bacillus Calmette-Guérin) diberikan melalui suntikan intrakutan sebanyak 0,05 ml. Waktu terbaik untuk pemberian vaksin BCG adalah segera setelah bayi lahir atau sebelum berusia 1 bulan. Jika bayi belum mendapatkan vaksinasi BCG setelah lahir, sebaiknya konsultasikan dengan tenaga kesehatan. Namun, jika bayi sudah berusia 3 bulan atau lebih, imunisasi BCG dapat dilakukan setelah hasil uji tuberkulin negatif. Tes tuberkulin ini berfungsi untuk melihat apakah tubuh si Kecil sudah pernah terpapar bakteri TB. Kalau hasilnya negatif, vaksin BCG bisa langsung diberikan. Tapi kalau positif, artinya si Kecil sudah pernah terpapar bakteri TB dan vaksin BCG tidak diperlukan lagi. Perlu MomDad perhatikan, terdapat beberapa kondisi yang membuat pemberian vaksin BCG tidak dianjurkan, seperti pada anak dengan imunosupresi (kondisi seseorang memiliki kekebalan tubuh yang sangat lemah, misalnya orang yang mengidap HIV), anak yang menjadi kandidat transplantasi organ, bayi dengan BB kurang dari 2,5 kg, bayi lahir dari ibu positif HIV, dan jika bayi sedang demam dan sakit ringan (batuk pilek), sebaiknya menunda pemberian vaksin BCG. Referensi:<ul><li>dr. Rina Triasih, M.Med (Pead), Ph.D, SpA (K). Tuberkulosis pada anak: bisa dicegah dan disembuhkan </li><li>Hello Sehat. 2023. Imunisasi BCG: Jadwal, Manfaat, dan Efek Samping&nbsp;<a classname="e-rte-anchor" href="https://hellosehat.com/parenting/kesehatan-anak/imunisasi/imunisasi-bcg/" title="https://hellosehat.com/parenting/kesehatan-anak/imunisasi/imunisasi-bcg/" style="text-align: inherit;">https://hellosehat.com/parenting/kesehatan-anak/imunisasi/imunisasi-bcg/</a></li><li>Hello Sehat. 2023. Vaksin PCV: Ketahui Manfaat, Jadwal, dan Efek Sampingnya&nbsp;<a classname="e-rte-anchor" href="https://hellosehat.com/parenting/kesehatan-anak/imunisasi/vaksin-pcv/" title="https://hellosehat.com/parenting/kesehatan-anak/imunisasi/vaksin-pcv/" style="text-align: inherit;">https://hellosehat.com/parenting/kesehatan-anak/imunisasi/vaksin-pcv/</a></li><li>Kemenkes. Pneumonia&nbsp;<a classname="e-rte-anchor" href="https://ayosehat.kemkes.go.id/topik-penyakit/pencegahan-infeksi-bagi-bayi-dan-balita/pneumonia" title="https://ayosehat.kemkes.go.id/topik-penyakit/pencegahan-infeksi-bagi-bayi-dan-balita/pneumonia" style="text-align: inherit;">https://ayosehat.kemkes.go.id/topik-penyakit/pencegahan-infeksi-bagi-bayi-dan-balita/pneumonia</a></li><li>National Library of Medicine. 2015. Long-term effects of pneumonia in young children <a classname="e-rte-anchor" href="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5922344/" title="https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5922344/" style="text-align: inherit;">https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5922344/</a> </li><li>World Health Organization. 2022. Pneumonia in children <a classname="e-rte-anchor" href="https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/pneumonia" title="https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/pneumonia" style="text-align: inherit;">https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/pneumonia</a> </li></ul>

Pneumonia & TBC, Apa Perbedaannya? 

pneumonia---tbc--apa-perbedaannya---1731892654366

Tahukah MomDad, bahwa ada satu langkah penting yang bisa melindungi si Kecil dari salah satu penyakit berbahaya sejak ia lahir, yaitu imunisasi BCG. Vaksin ini sering kali menjadi langkah pertama dalam menjaga kesehatan si Kecil dan melindunginya dari penyakit yang mungkin belum banyak kita sadari bahayanya. Bayangkan, Tuberkulosis (TB) bisa menyerang paru-paru, otak, bahkan tulang si Kecil. Tapi, jangan khawatir! Dengan imunisasi BCG, MomDad bisa membantu memastikan si Kecil tetap sehat dan terlindungi dari TB yang berat. Maka dari itu, yuk, ketahui 5 hal penting tentang imunisasi BCG! <ol><li>Imunisasi BCG untuk Perlindungan si Kecil [1]</li></ol><div> </div><div><img src="https://s3.ap-southeast-3.amazonaws.com/assets.primaku.com/editor/91073f6aebd2b2d87a84f211240e793c1_1731646009517.jpg" class="e-rte-image e-imginline" alt="Vaksin BCG-3.jpg" width="auto" height="auto" style="min-width: 0px; max-width: 1202px; min-height: 0px;"> </div> Imunisasi BCG sebenarnya jadi tameng utama si Kecil melawan penyakit Tuberkulosis (TB), terutama yang berat. TB adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis atau Mycobacterium bovis. Kebanyakan orang tahu bahwa TB menyerang paru-paru, tapi ternyata bakteri ini juga bisa menyerang organ tubuh lainnya, seperti selaput otak, kelenjar getah bening, bahkan tulang. Bayangkan betapa bahayanya, terutama radang selaput otak akibat TB, atau yang dikenal sebagai meningitis TB, yang bisa menyebabkan kecacatan permanen, bahkan kematian pada anak-anak. TB ini juga sangat menular, lho, dan bisa menyerang siapa saja di segala usia. Penularannya terjadi lewat droplet atau udara yang tercemar bakteri TB. Nah, gejala TB pada anak bisa beragam, mulai dari masalah kenaikan berat badan yang lambat, anemia, hingga pembesaran kelenjar getah bening. Di kasus yang lebih serius, TB bisa menyebabkan radang otak yang berujung kejang, cacat, bahkan kesulitan bernapas yang bisa mengancam nyawa. Mengkhawatirkan, kan? Tapi disinilah peran penting imunisasi BCG, yang bisa menjadi pencegah bagi si Kecil dari ancaman penyakit ini. 2. Kapan Pemberiannya, Bagaimana Jika Telat Diberikan? <img src="https://s3.ap-southeast-3.amazonaws.com/assets.primaku.com/editor/7be78887c69543b10d7544b56c1cc7ccd_1731646070715.jpg" class="e-rte-image e-imginline" alt="Vaksin BCG-4.jpg" width="auto" height="auto" style="min-width: 0px; max-width: 1202px; min-height: 0px;"> Idealnya, berdasarkan rekomendasi IDAI, MomDad bisa memberikan vaksin BCG pada si Kecil segera setelah lahir, atau paling lambat sebelum usia 1 bulan. Imunisasi BCG diberikan secara suntikan intrakutan, yaitu menyuntikkan vaksin BCG sebanyak 0,05 ml tepat ke dalam lapisan kulit. Tapi, bagaimana kalau MomDad terlambat memberikan vaksin BCG? Jangan panik dulu! Jika si Kecil sudah berusia lebih dari 3 bulan, dokter akan melakukan tes tuberkulin untuk memastikan apakah si Kecil bisa langsung diberi vaksin atau harus ditunda. Tes tuberkulin ini berfungsi untuk melihat apakah tubuh si Kecil sudah pernah terpapar bakteri TB. Kalau hasilnya negatif, vaksin BCG bisa langsung diberikan. Tapi kalau positif, artinya si Kecil sudah pernah terpapar bakteri TB dan vaksin BCG tidak diperlukan lagi. 3. KIPI yang Mungkin Terjadi Pasca Vaksin BCG <img src="https://s3.ap-southeast-3.amazonaws.com/assets.primaku.com/editor/1017ed66e53b9468112c8e4f4ea39983b_1731646115454.jpg" class="e-rte-image e-imginline" alt="Vaksin BCG-5.jpg" width="auto" height="auto" style="min-width: 0px; max-width: 1202px; min-height: 0px;"> Setelah si Kecil menerima imunisasi BCG, jangan kaget ya, MomDad, kalau ada bisul kecil yang muncul di lokasi suntikan dalam 3 hingga 6 minggu setelahnya. Bisul ini biasanya mulai sebagai ulkus kecil atau luka terbuka yang muncul setelah 3 minggu, kemudian tertutup krusta (keropeng) dan sembuh dalam 2-3 bulan, meninggalkan bekas parut kecil berdiameter sekitar 4-8 mm. Ini adalah hal yang normal dan tidak perlu dikhawatirkan. Cukup pastikan area suntikan tetap bersih dan kering ya, MomDad. Tapi, jika bisulnya membengkak besar, anak demam tinggi, atau muncul nanah yang berlebihan, sebaiknya langsung periksa ke dokter. Komplikasi yang mungkin terjadi jika tidak ditangani dengan baik adalah infeksi sekunder bakterial jika penanganan tidak tepat, seperti menaburi atau mengoles bahan-bahan yang tidak steril [2]. Selain reaksi normal seperti bisul tadi, vaksin BCG juga bisa menimbulkan reaksi yang lebih serius, atau dikenal sebagai BCG-itis, yang dapat disertai demam maupun anak tampak lemas, dan umumnya timbul jika terdapat kontak TB aktif di sekitar anak. Ini adalah komplikasi spesifik yang perlu dibedakan dari reaksi biasa, seperti bekas luka keloid atau abses lokal bernanah yang disertai pembengkakan kelenjar getah bening. Biasanya, infeksi ini bisa diatasi dengan antibiotik jika ditangani dengan cepat. Pada anak dengan sistem kekebalan tubuh yang normal, bakteri lemah dari vaksin ini bisa dikendalikan dengan baik. Namun, pada anak yang memiliki gangguan sistem kekebalan, komplikasi seperti BCG-itis bisa terjadi dan butuh perhatian khusus. 4. Benarkah Imunisasi BCG Gagal Jika Tidak Muncul Bisul / Berbekas? <img src="https://s3.ap-southeast-3.amazonaws.com/assets.primaku.com/editor/537d29d5f2cec485b4131347d4dbf10a2_1731646197275.jpg" class="e-rte-image e-imginline" alt="Vaksin BCG-6.jpg" width="auto" height="auto" style="min-width: 0px; max-width: 1202px; min-height: 0px;"> Jika setelah penyuntikan BCG tidak ada bekas luka (skar) yang terbentuk, bukan berarti vaksin BCG yang diberikan gagal, kok. Pemberian vaksin BCG ini tidak perlu diulang hanya karena tidak ada bekas luka [3]. Mungkin MomDad bertanya-tanya, kenapa bekas luka dari vaksin BCG bisa tidak muncul? Sebenarnya, munculnya bisul kecil sekitar 2 minggu setelah imunisasi adalah reaksi tubuh yang wajar terhadap vaksin. Bisul ini biasanya berkembang menjadi papula (tonjolan kecil) yang bisa membesar dan berkeropeng dalam 2-4 bulan, lalu perlahan sembuh, meninggalkan bekas luka. Jika ulkus atau luka terbuka mulai mengeluarkan cairan, MomDad bisa mengompresnya dengan cairan antiseptik. Namun, jika cairannya makin banyak atau keropengnya semakin besar, sebaiknya segera periksakan ke dokter [3]. Menurut sebuah studi, angka keberhasilan terbentuknya skar dari vaksin BCG ternyata bervariasi, yakni sekitar 76%. Ada beberapa faktor yang bisa memengaruhi terbentuknya bekas luka ini, misalnya lokasi suntikan, teknik penyuntikan, usia anak, jenis kelamin, hingga respons imun masing-masing individu. Bahkan, riwayat imunisasi sebelumnya juga bisa berperan [4]. Jadi, apakah perlu vaksin ulang kalau tidak ada bekas luka dari BCG? Jawabannya tidak, MomDad. 5. Bagaimana dengan Anak yang sudah Terkena TB, Bisakah Diberikan Imunisasi BCG &amp; Kapan Perlu Ditunda? <img src="https://s3.ap-southeast-3.amazonaws.com/assets.primaku.com/editor/a9ae10626d918c966ac864106c610b1d6f6_1731646267921.jpg" class="e-rte-image e-imginline" alt="Vaksin BCG-7.jpg" width="auto" height="auto" style="min-width: 0px; max-width: 1202px; min-height: 0px;"> Kalau si Kecil sudah terdiagnosis TB, vaksin BCG tidak lagi diperlukan. Imunisasi ini diberikan sebagai pencegahan, jadi kalau anak sudah terpapar bakteri TB, BCG tidak akan efektif lagi. Selain itu, ada beberapa kondisi lain yang membuat imunisasi BCG perlu ditunda, seperti jika si Kecil memiliki masalah kekebalan tubuh (misalnya, anak yang terinfeksi HIV atau sedang menjalani terapi imunosupresan). Dalam kondisi ini, vaksinasi bisa berisiko dan perlu penanganan lebih lanjut dari dokter. Jadi, MomDad, itulah beberapa hal penting tentang imunisasi BCG. Vaksin ini memang sangat penting untuk mencegah TB pada si Kecil, tapi penting juga untuk memerhatikan kapan waktu yang tepat untuk memberikannya dan bagaimana cara menanganinya setelah imunisasi. Kalau ada pertanyaan atau kekhawatiran, jangan ragu untuk konsultasi dengan dokter ya! Referensi1. IDAI. 2014. Informasi Vaksin untuk Orangtua (IVO)&nbsp;<a classname="e-rte-anchor" href="https://www.idai.or.id/artikel/klinik/imunisasi/informasi-vaksin-untuk-orangtua-ivo" title="https://www.idai.or.id/artikel/klinik/imunisasi/informasi-vaksin-untuk-orangtua-ivo" style="text-align: inherit;">https://www.idai.or.id/artikel/klinik/imunisasi/informasi-vaksin-untuk-orangtua-ivo</a>2. Satuan Tugas Imunisasi IDAI. Jadwal Imunisasi Anak Umur 0-18 Tahun Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia Tahun 2020. Sari Pediatri. 2020;22(4):252-60.3. IDAI. 2016. Skar BCG&nbsp;<a classname="e-rte-anchor" href="https://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/skar-bcg" title="https://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/skar-bcg" style="text-align: inherit;">https://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/skar-bcg</a>4. Villanueva P, Crawford NW, Croda MG, Collopy S, Jardim BA, de Almeida Pinto Jardim T, Manning L, Lucas M, Marshall H, Prat-Aymerich C, Sawka A, Sharma K, Troeman D, Wadia U, Warris A, Wood N, Messina NL, Curtis N, Pittet LF. Factors influencing scar formation following Bacille Calmette-Guérin (BCG) vaccination. Heliyon. 2023 Apr 6;9(4):e15241. doi: 10.1016/j.heliyon.2023.e15241. Erratum in: Heliyon. 2023 Apr 26;9(6):e15821. doi: 10.1016/j.heliyon.2023.e15821. PMID: 37113782; PMCID: PMC10126857.

5 Hal Penting tentang Imunisasi BCG, Jangan Sampai Gak Tahu!

5-hal-penting-tentang-imunisasi-bcg--jangan-sampai-gak-tahu--1731646390216

<span style="font-size: 12pt; font-family: Arial, sans-serif; color: rgb(0, 0, 0); background-color: transparent; font-weight: 400; font-style: normal; font-variant-ligatures: normal; font-variant-caps: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-numeric: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-position: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Salah satu tes penting yang harus dilakukan setelah si Kecil lahir adalah <span style="font-size: 12pt; font-family: Arial, sans-serif; color: rgb(0, 0, 0); background-color: transparent; font-weight: 400; font-style: italic; font-variant-ligatures: normal; font-variant-caps: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-numeric: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-position: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">skrining<span style="font-size: 12pt; font-family: Arial, sans-serif; color: rgb(0, 0, 0); background-color: transparent; font-weight: 400; font-style: normal; font-variant-ligatures: normal; font-variant-caps: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-numeric: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-position: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">. Ini adalah serangkaian tes untuk mendeteksi potensi masalah kesehatan sejak dini, termasuk skrining hipotiroid kongenital. Tes ini penting banget, MomDad karena jika terdeteksi ada masalah, bisa langsung ditangani dan dicegah dampaknya terhadap perkembangan bayi. Nah, kenapa sih Skrining Hipotiroid Kongenital itu krusial? Yuk, kita bahas!<span style="font-size: 12pt; font-family: Arial, sans-serif; color: rgb(0, 0, 0); background-color: transparent; font-weight: 700; font-style: normal; font-variant-ligatures: normal; font-variant-caps: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-numeric: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-position: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Apa itu Hipotiroid Kongenital?<b id="docs-internal-guid-5f8c65de-7fff-5494-2eb3-017ad32701ee" style="font-style: normal; font-variant-caps: normal; letter-spacing: normal; orphans: auto; text-align: start; text-indent: 0px; text-transform: none; white-space: normal; widows: auto; word-spacing: 0px; -webkit-text-stroke-width: 0px; text-decoration: none; caret-color: rgb(0, 0, 0); color: rgb(0, 0, 0); font-weight: normal;"> <span style="font-size: 12pt; font-family: Arial, sans-serif; color: rgb(0, 0, 0); background-color: transparent; font-weight: 400; font-style: normal; font-variant-ligatures: normal; font-variant-caps: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-numeric: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-position: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Hipotiroid kongenital adalah kondisi kekurangan hormon tiroid yang disebabkan oleh kelainan atau masalah pada kelenjar penghasil hormon tiroid, yaitu kelenjar tiroid atau kelenjar gondok. Hormon tiroid merupakan hormon yang sangat penting bagi anak karena bertanggung jawab pada berbagai aspek pertumbuhan dan perkembangan saraf. Di samping itu,&nbsp; hormon tiroid juga mengatur metabolisme sehingga hipotiroid kongenital juga akan mempengaruhi berbagai aspek metabolisme lainnya, seperti gangguan pada saluran cerna berupa konstipasi, gangguan kerja otot jantung dan anemia.&nbsp;<b style="font-style: normal; font-variant-caps: normal; letter-spacing: normal; orphans: auto; text-align: start; text-indent: 0px; text-transform: none; white-space: normal; widows: auto; word-spacing: 0px; -webkit-text-stroke-width: 0px; text-decoration: none; caret-color: rgb(0, 0, 0); color: rgb(0, 0, 0); font-weight: normal;"> <span style="font-size: 12pt; font-family: Arial, sans-serif; color: rgb(0, 0, 0); background-color: transparent; font-weight: 400; font-style: normal; font-variant-ligatures: normal; font-variant-caps: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-numeric: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-position: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Salah satu dampak paling serius kekurangan hormon tiroid sejak lahir atau hipotiroid kongenital adalah retardasi mental dan gangguan pertumbuhan. Di antara keduanya, yang lebih ditakuti adalah akibatnya pada pembentukan susunan saraf pusat karena kita tahu bahwa masa emas pembentukan dan penyempurnaan saraf pusat hanya terjadi pada sekitar 1000 hari pertama kehidupan. Masa emas yang terlewatkan tidak akan pernah dapat diulang. Hambatan yang terjadi pada masa itu akan menimbulkan kerusakan yang sifatnya permanen. Setiap keterlambatan pengobatan hipotiroid kongenital&nbsp; akan menurunkan kapasitas intelektual anak.&nbsp;<b style="font-style: normal; font-variant-caps: normal; letter-spacing: normal; orphans: auto; text-align: start; text-indent: 0px; text-transform: none; white-space: normal; widows: auto; word-spacing: 0px; -webkit-text-stroke-width: 0px; text-decoration: none; caret-color: rgb(0, 0, 0); color: rgb(0, 0, 0); font-weight: normal;"> <span style="font-size: 12pt; font-family: Arial, sans-serif; color: rgb(0, 0, 0); background-color: transparent; font-weight: 700; font-style: normal; font-variant-ligatures: normal; font-variant-caps: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-numeric: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-position: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Peran Skrining Hipotiroid Kongenital<b style="font-style: normal; font-variant-caps: normal; letter-spacing: normal; orphans: auto; text-align: start; text-indent: 0px; text-transform: none; white-space: normal; widows: auto; word-spacing: 0px; -webkit-text-stroke-width: 0px; text-decoration: none; caret-color: rgb(0, 0, 0); color: rgb(0, 0, 0); font-weight: normal;"> <span style="font-size: 11pt; font-family: Arial, sans-serif; color: rgb(0, 0, 0); background-color: transparent; font-weight: 700; font-style: normal; font-variant-ligatures: normal; font-variant-caps: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-numeric: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-position: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;"><img src="https://lh7-rt.googleusercontent.com/docsz/AD_4nXe9H3LRwN-AJuKKe-V1l0AkFPm_TKInjiMY3sbf4DlOeYK9plu7TIJfrC-ErHghJYWTH52OtlqmY_RyG4YPGIiQmZw2Xm7ncjiSYR67rDUfCUrqlJs-cPUe4ZBVl9nwJZKtnqL4-q1RhyR9acZtj2ucGjU?key=U60kb0QsbEjDzUssEE9FsQ" width="602" height="451" style="margin-left: 0px; margin-top: 0px;" class="e-rte-image e-imginline"><span style="font-size: 12pt; font-family: Arial, sans-serif; color: rgb(0, 0, 0); background-color: transparent; font-weight: 400; font-style: normal; font-variant-ligatures: normal; font-variant-caps: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-numeric: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-position: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Hipotiroid kongenital merupakan kondisi bawaan yang sulit dihindari karena sampai saat ini penyebab dan faktor risikonya belum sepenuhnya diketahui. Cara satu-satunya untuk mencegah kerusakan sistem saraf yang berat dan permanen adalah dengan mendeteksi sejak dini. Deteksi dini jadi kunci utama keberhasilan penanganan hipotiroid kongenital. Jika dapat cepat dideteksi, pengobatan juga bisa dilakukan sesegera mungkin. Penelitian menunjukkan bahwa anak dengan hipotiroid kongenital yang diobati sebelum usia 2 minggu dapat memiliki kecerdasan yang sekitar setara dengan anak yang tidak mengalami hipotiroid kongenital, dan jauh lebih tinggi daripada anak yang terlambat diobati.<span style="font-size: 12pt; font-family: Arial, sans-serif; color: rgb(0, 0, 0); background-color: transparent; font-weight: 400; font-style: normal; font-variant-ligatures: normal; font-variant-caps: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-numeric: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-position: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Masalahnya, kondisi ini sering sulit dideteksi sejak dini karena gejalanya biasanya belum terlihat jelas saat bayi baru lahir sampai setelah beberapa minggu kelahiran. Ketika gejalanya mulai terlihat, semuanya sudah terlambat. Mada dari itu, satu-satunya cara untuk mendeteksi hipotiroid kongenital dengan cepat adalah melalui skrining atau penapisan, yang sudah diterapkan di banyak negara. Program skrining hipotiroid kongenital ini sangatlah penting mengingat hipotiroid kongenital adalah salah satu penyebab retardasi mental yang dapat dicegah.&nbsp;<span style="font-size: 12pt; font-family: Arial, sans-serif; color: rgb(0, 0, 0); background-color: transparent; font-weight: 400; font-style: normal; font-variant-ligatures: normal; font-variant-caps: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-numeric: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-position: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Di Indonesia sendiri, Kementerian Kesehatan sudah mendukung program skrining ini sejak tahun 2014. Pemeriksaan dilakukan pada bayi baru lahir berusia 48-72 jam dengan cara mengambil sedikit darah dari tumit bayi dan meneteskan ke kertas saring. Hasil normal yang diharapkan adalah kadar TSH (Thyroid Stimulating Hormone) neonatus berada di bawah 20.<span style="font-size: 12pt; font-family: Arial, sans-serif; color: rgb(0, 0, 0); background-color: transparent; font-weight: 700; font-style: normal; font-variant-ligatures: normal; font-variant-caps: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-numeric: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-position: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Lantas Bagaimana dengan Bayi yang sudah Terdiagnosis Hipotiroid Kongenital, Apakah Tidak Bisa Mendapatkan Pengobatan?&nbsp;<span style="font-size: 12pt; font-family: Arial, sans-serif; color: rgb(0, 0, 0); background-color: transparent; font-weight: 400; font-style: normal; font-variant-ligatures: normal; font-variant-caps: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-numeric: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-position: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Bayi yang terdiagnosis hipotiroid kongenital dapat segera dilakukan pemberian hormon tiroid pengganti. Dosis hormon diberikan sesuai dengan usia dan kemudian akan disesuaikan dengan kadar hormon tiroid anak. Selain pemberian hormon pengganti, anak tetap memerlukan imunisasi, stimulasi, dan juga dukungan nutrisi yang optimal.<span style="font-size: 12pt; font-family: Arial, sans-serif; color: rgb(0, 0, 0); background-color: transparent; font-weight: 400; font-style: normal; font-variant-ligatures: normal; font-variant-caps: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-numeric: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-position: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Pemantauan pertumbuhan tetap dilakukan sesuai jadwal, berupa pemantauan berat badan, tinggi badan, dan lingkar kepala. Fungsi mental dan kognitif juga akan dievaluasi pada usia 2-5 tahun, serta perlu dilakukan tes penglihatan dan pendengaran pada usia 5 tahun atau sebelum anak masuk ke sekolah dasar.&nbsp;<span style="font-size: 12pt; font-family: Arial, sans-serif; color: rgb(0, 0, 0); background-color: transparent; font-weight: 400; font-style: normal; font-variant-ligatures: normal; font-variant-caps: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-numeric: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-position: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Maka dari itu, skrining hipotiroid kongenital penting untuk memastikan bayi memulai hidup dengan kondisi hormon tiroid yang sehat, serta mendukung perkembangan otak dan tubuh yang optimal.<b style="font-style: normal; font-variant-caps: normal; letter-spacing: normal; orphans: auto; text-align: start; text-indent: 0px; text-transform: none; white-space: normal; widows: auto; word-spacing: 0px; -webkit-text-stroke-width: 0px; text-decoration: none; caret-color: rgb(0, 0, 0); color: rgb(0, 0, 0); font-weight: normal;"> <span style="font-size: 12pt; font-family: Arial, sans-serif; color: rgb(0, 0, 0); background-color: transparent; font-weight: 700; font-style: normal; font-variant-ligatures: normal; font-variant-caps: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-numeric: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-position: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Referensi:<ol style="margin-top: 0px; margin-bottom: 0px; padding-inline-start: 48px;"><li dir="ltr" aria-level="1" style="list-style-type: decimal; font-size: 12pt; font-family: Arial, sans-serif; color: rgb(0, 0, 0); background-color: transparent; font-weight: 400; font-style: normal; font-variant-ligatures: normal; font-variant-caps: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-numeric: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-position: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre;"><span style="font-size: 12pt; font-family: Arial, sans-serif; color: rgb(0, 0, 0); background-color: transparent; font-weight: 400; font-style: normal; font-variant-ligatures: normal; font-variant-caps: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-numeric: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-position: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Cherella CE, Wassner AJ. Congenital hypothyroidism: insights into pathogenesis and treatment. Int J Pediatr Endocrinol. 2017;2017:11.</li><li dir="ltr" aria-level="1" style="list-style-type: decimal; font-size: 12pt; font-family: Arial, sans-serif; color: rgb(0, 0, 0); background-color: transparent; font-weight: 400; font-style: normal; font-variant-ligatures: normal; font-variant-caps: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-numeric: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-position: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre;"><span style="font-size: 12pt; font-family: Arial, sans-serif; color: rgb(0, 0, 0); background-color: transparent; font-weight: 400; font-style: normal; font-variant-ligatures: normal; font-variant-caps: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-numeric: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-position: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">IDAI. Panduan praktik klinis diagnosis dan tata laksana hipotiroid kongenital. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2017.</li><li dir="ltr" aria-level="1" style="list-style-type: decimal; font-size: 12pt; font-family: Arial, sans-serif; color: rgb(0, 0, 0); background-color: transparent; font-weight: 400; font-style: normal; font-variant-ligatures: normal; font-variant-caps: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-numeric: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-position: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre;"><span style="font-size: 12pt; font-family: Arial, sans-serif; color: rgb(0, 0, 0); background-color: transparent; font-weight: 400; font-style: normal; font-variant-ligatures: normal; font-variant-caps: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-numeric: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-position: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Kemenkes. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia </li></ol>

Cegah Keterbelakangan Mental, Ini Pentingnya Skrining Hipotiroid Kongenital

cegah-keterbelakangan-mental--ini-pentingnya-skrining-hipotiroid-kongenital-1731645585797

Memantau status gizi dan pertumbuhan anak sangat penting untuk memastikan tumbuh kembang yang optimal. Mau si Kecil tumbuh sehat dan optimal? Beli <a class="e-rte-anchor" href="https://primaku.page.link/kelastumbuhkembang" title="https://primaku.page.link/kelastumbuhkembang" target="_blank"></a><a class="e-rte-anchor" href="https://primaku.page.link/kelastumbuhkembang" title="https://primaku.page.link/kelastumbuhkembang" target="_blank">Kelas Tumbuh Kembang</a> bersama dr. Hans Natanael, Sp.A di SuperClas Parenthood Institute 2024! Di Kelas ini, MomDad akan mempelajari aspek-aspek penting dalam perkembangan anak, termasuk indikator tumbuh kembang yang perlu dipantau, seperti berat badan, panjang badan, tinggi badan, dan lingkar lengan atas. Dengan pemahaman yang komprehensif tentang indikator-indikator ini, MomDad akan lebih siap untuk memastikan si Kecil tumbuh sesuai usia dan kebutuhan. Sekarang, simak dulu yuk, melalui artikel ini tentang bagaimana cara pengukuran LiLA yang tepat untuk memantau status gizi anak! Apa Itu LiLA dan Mengapa Penting? Lingkar Lengan Atas (LiLA) adalah salah satu indikator utama status gizi anak. Pengukuran ini dapat memberikan informasi penting tentang cadangan lemak tubuh anak, yang dipengaruhi oleh asupan nutrisi. Dengan mengukur LiLA secara teratur, MomDad dapat mengetahui apakah anak mengalami masalah gizi, seperti malnutrisi akut atau gizi kurang. LiLA bukan hanya indikator gizi, tetapi juga dapat membantu memantau apakah anak mengalami stunting atau gagal tumbuh. Pengukuran ini sangat berguna untuk deteksi dini, sehingga intervensi bisa segera dilakukan untuk mencegah kondisi yang lebih serius. Cara Mengukur LiLA dengan Tepat <img src="https://s3.ap-southeast-3.amazonaws.com/assets.primaku.com/editor/9f5657f2b2152afc4c10da94a8b1ddfac_1731578801874.png" alt="Pita LiLA.png" width="auto" height="auto" style="min-width: 0px; max-width: 1202px; min-height: 0px; max-height: 381px;" class="e-rte-image e-imgcenter e-imginline"> Pengukuran LiLA ini bisa dilakukan di rumah, dan cukup praktis, terutama bagi anak-anak berusia 6 bulan hingga 1 tahun. Dengan bantuan pita pengukur khusus, MomDad dapat menilai apakah si Kecil mengalami masalah gizi seperti wasting atau berat badan kurang. Nah, untuk mendapatkan hasil yang akurat, pastikan mengukur LiLA si Kecil dengan cara berikut:<ul><li>Pengukuran lingkar lengan atas diukur di lengan non dominan agar mencerminkan timbunan lemak tubuh dan bukan pembesaran massa otot</li><li>Tekuk lengan, sehingga tangan berbentuk siku. Kemudian, cari titik tengah dari tulang bahu hingga siku. Pengukuran LiILA akan dilakukan di area tersebut.</li><li>Lingkarkan pita LiLA di titik tengah antara tulang bahu dan siku. Jangan terlalu ketat atau terlalu longgar.</li><li>Ukuran LiLA akan terlihat di pita meteran.</li></ul> Pengukuran yang tepat memerlukan keahlian dan alat yang sesuai, sehingga hasil yang diperoleh bisa akurat dan dapat diandalkan untuk memantau status gizi anak. Menilai Hasil Pengukuran LiLA <img src="https://s3.ap-southeast-3.amazonaws.com/assets.primaku.com/editor/db47c45a1303f3437bfbf24fa13259b3_1731578852159.png" class="e-rte-image e-imginline" alt="LiLA.png" width="auto" height="auto" style="min-width: 0px; max-width: 1202px; min-height: 0px;"> Ketika melakukan pengukuran LiLA, pita pengukur sering kali memiliki 3 warna berbeda yang membantu MomDad memahami status gizi anak. Setiap warna memiliki makna yang penting dan harus diperhatikan dengan baik: <ul><li>Merah: jika pengukuran LiLA anak jatuh di zona merah, ini menandakan kondisi gizi buruk atau malnutrisi akut berat. Situasi ini membutuhkan tindakan medis segera, karena anak berada pada risiko tinggi mengalami komplikasi kesehatan serius. Dalam kondisi ini, intervensi cepat sangat penting untuk menyelamatkan nyawa si Kecil.</li></ul>﻿﻿ <ul><li>Kuning: warna kuning menandakan bahwa anak mengalami malnutrisi ringan atau gizi kurang. Ini adalah sinyal peringatan bagi MomDad untuk mulai memperhatikan asupan nutrisi anak dengan lebih serius. Intervensi gizi bisa menjadi langkah tepat untuk mencegah kondisi yang lebih parah.</li></ul>﻿﻿ <ul><li>Hijau: warna hijau merupakan kabar baik! Ini menandakan bahwa status gizi anak dalam kategori normal. Anak dengan ukuran LiLA di zona hijau umumnya memiliki asupan gizi yang baik dan pertumbuhannya berada dalam jalur yang sehat.</li></ul> LiLA Sebagai Alat Deteksi Dini Mengukur LiLA secara rutin adalah cara yang mudah dan efektif untuk memantau kesehatan anak. Ini memungkinkan MomDad untuk segera mengambil tindakan jika ada tanda-tanda masalah gizi. Jika pengukuran LiLA menunjukkan warna kuning atau merah, sangat penting untuk segera berkonsultasi dengan ahli gizi atau tenaga medis untuk mendapatkan penanganan yang tepat. Selain LiLA, pastikan juga memantau parameter lain seperti berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, dan pola makan anak untuk mendapatkan gambaran lengkap tentang kesehatannya. Butuh panduan praktis untuk memahami pertumbuhan anak dan mengidentifikasi apakah anak berada di jalur yang sehat? Beli <a class="e-rte-anchor" href="https://primaku.page.link/kelastumbuhkembang" title="https://primaku.page.link/kelastumbuhkembang" target="_blank">Kelas Tumbuh Kembang</a> bersama dr. Hans Natanael, Sp.A di SuperClas Parenthood Institute 2024! <a href="https://primaku.page.link/kelastumbuhkembang" target="_blank"><img src="https://s3.ap-southeast-3.amazonaws.com/assets.primaku.com/editor/6436de1388117074d28383fb03ba81db_1731578970219.png" class="e-rte-image e-imginline e-resize" alt="Kelas-TumBang.png" width="auto" height="auto" style="min-width: 0px; max-width: 1202px; min-height: 0px; max-height: 538px;"></a> Dengan penjelasan yang jelas dan tabel pertumbuhan yang dapat diunduh, MomDad akan lebih mudah memantau tumbuh kembang si Kecil di rumah. Beli sekarang dan berikan dukungan terbaik agar si Kecil tumbuh menjadi anak yang sehat dan kuat! Referensi:<ul><li><a classname="e-rte-anchor" href="https://www.scribd.com/document/510641481/Cara-Mengukur-Lingkar-Lengan-Atas" title="https://www.scribd.com/document/510641481/Cara-Mengukur-Lingkar-Lengan-Atas">https://www.scribd.com/document/510641481/Cara-Mengukur-Lingkar-Lengan-Atas </a></li><li>KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.01.07/MENKES/51/2022 TENTANG STANDAR ALAT ANTROPOMETRI DAN ALAT DETEKSI DINI PERKEMBANGAN ANAK</li><li><a classname="e-rte-anchor" href="https://www.unicef.org/indonesia/id/gizi/artikel/pengukuran-lila-deteksi-dini-wasting" title="https://www.unicef.org/indonesia/id/gizi/artikel/pengukuran-lila-deteksi-dini-wasting">https://www.unicef.org/indonesia/id/gizi/artikel/pengukuran-lila-deteksi-dini-wasting </a></li><li><a classname="e-rte-anchor" href="https://www.unicef.org/indonesia/media/19776/file/Panduan%20Pita%20LiLA.pdf" title="https://www.unicef.org/indonesia/media/19776/file/Panduan%20Pita%20LiLA.pdf">https://www.unicef.org/indonesia/media/19776/file/Panduan%20Pita%20LiLA.pdf </a></li></ul>

Pengukuran LiLA untuk Deteksi Dini Status Gizi Anak

pengukuran-lila-untuk-deteksi-dini-status-gizi-anak-1733115962877

BAHAN:6 buah tahu, belah dua150 gram ayam cincang30 gram wortel cincang5 sdm tepung kanji1 butir telur1 batang daun bawang, iris tipisMinyak goreng untuk&nbsp;menggorengGaram secukupnya BUMBU HALUS:2 siung bawang putih1 buah bawang merah CARA MEMBUAT:<ol><li>Campur ayam, wortel, bumbu halus, daun bawang, dan garam.</li><li>Masukkan tepung kanji dan telur, aduk hingga tercampur rata.</li><li>Korek dan keluarkan sedikit bagian tengan tahu.</li><li>Masukkan isian daging ke dalam tahu.</li><li>Goreng hingga matang.</li></ol>

Jenis-Jenis Imunisasi yang Perlu Dilakukan Bumil & Busui

Jenis-Jenis Imunisasi yang Perlu Dilakukan Bumil & Busui

Waspada, Kurang Protein Sebabkan Gangguan Fungsi Otak!

Waspada, Kurang Protein Sebabkan Gangguan Fungsi Otak!

Dampak Makanan & Minuman Tinggi Gula terhadap Perkembangan Otak Anak

Dampak Makanan & Minuman Tinggi Gula terhadap Perkembangan Otak Anak

Pneumonia & TBC, Apa Perbedaannya?

Pneumonia & TBC, Apa Perbedaannya?

5 Hal Penting tentang Imunisasi BCG, Jangan Sampai Gak Tahu!

5 Hal Penting tentang Imunisasi BCG, Jangan Sampai Gak Tahu!

Cegah Keterbelakangan Mental, Ini Pentingnya Skrining Hipotiroid Kongenital

Cegah Keterbelakangan Mental, Ini Pentingnya Skrining Hipotiroid Kongenital

Pengukuran LiLA untuk Deteksi Dini Status Gizi Anak

Pengukuran LiLA untuk Deteksi Dini Status Gizi Anak

Resep MPASI: Tahu Ayam

Resep MPASI: Tahu Ayam