<p style="--tw-border-spacing-x: 0; --tw-border-spacing-y: 0; --tw-translate-x: 0; --tw-translate-y: 0; --tw-rotate: 0; --tw-skew-x: 0; --tw-skew-y: 0; --tw-scale-x: 1; --tw-scale-y: 1; --tw-pan-x: ; --tw-pan-y: ; --tw-pinch-zoom: ; --tw-scroll-snap-strictness: proximity; --tw-gradient-from-position: ; --tw-gradient-via-position: ; --tw-gradient-to-position: ; --tw-ordinal: ; --tw-slashed-zero: ; --tw-numeric-figure: ; --tw-numeric-spacing: ; --tw-numeric-fraction: ; --tw-ring-inset: ; --tw-ring-offset-width: 0px; --tw-ring-offset-color: #fff; --tw-ring-color: rgb(59 130 246 / 0.5); --tw-ring-offset-shadow: 0 0 #0000; --tw-ring-shadow: 0 0 #0000; --tw-shadow: 0 0 #0000; --tw-shadow-colored: 0 0 #0000; --tw-blur: ; --tw-brightness: ; --tw-contrast: ; --tw-grayscale: ; --tw-hue-rotate: ; --tw-invert: ; --tw-saturate: ; --tw-sepia: ; --tw-drop-shadow: ; --tw-backdrop-blur: ; --tw-backdrop-brightness: ; --tw-backdrop-contrast: ; --tw-backdrop-grayscale: ; --tw-backdrop-hue-rotate: ; --tw-backdrop-invert: ; --tw-backdrop-opacity: ; --tw-backdrop-saturate: ; --tw-backdrop-sepia: ; --tw-contain-size: ; --tw-contain-layout: ; --tw-contain-paint: ; --tw-contain-style: ;"><span style="--tw-border-spacing-x: 0; --tw-border-spacing-y: 0; --tw-translate-x: 0; --tw-translate-y: 0; --tw-rotate: 0; --tw-skew-x: 0; --tw-skew-y: 0; --tw-scale-x: 1; --tw-scale-y: 1; --tw-pan-x: ; --tw-pan-y: ; --tw-pinch-zoom: ; --tw-scroll-snap-strictness: proximity; --tw-gradient-from-position: ; --tw-gradient-via-position: ; --tw-gradient-to-position: ; --tw-ordinal: ; --tw-slashed-zero: ; --tw-numeric-figure: ; --tw-numeric-spacing: ; --tw-numeric-fraction: ; --tw-ring-inset: ; --tw-ring-offset-width: 0px; --tw-ring-offset-color: #fff; --tw-ring-color: rgb(59 130 246 / 0.5); --tw-ring-offset-shadow: 0 0 #0000; --tw-ring-shadow: 0 0 #0000; --tw-shadow: 0 0 #0000; --tw-shadow-colored: 0 0 #0000; --tw-blur: ; --tw-brightness: ; --tw-contrast: ; --tw-grayscale: ; --tw-hue-rotate: ; --tw-invert: ; --tw-saturate: ; --tw-sepia: ; --tw-drop-shadow: ; --tw-backdrop-blur: ; --tw-backdrop-brightness: ; --tw-backdrop-contrast: ; --tw-backdrop-grayscale: ; --tw-backdrop-hue-rotate: ; --tw-backdrop-invert: ; --tw-backdrop-opacity: ; --tw-backdrop-saturate: ; --tw-backdrop-sepia: ; --tw-contain-size: ; --tw-contain-layout: ; --tw-contain-paint: ; --tw-contain-style: ; font-size: 12pt;">Si Kecil sering flu, pilek, atau alergi? Waah… hati-hati, MomDad! Bisa jadi pemicu infeksi telinga tengah yang berbahaya buat si Kecil! 😱<p style="--tw-border-spacing-x: 0; --tw-border-spacing-y: 0; --tw-translate-x: 0; --tw-translate-y: 0; --tw-rotate: 0; --tw-skew-x: 0; --tw-skew-y: 0; --tw-scale-x: 1; --tw-scale-y: 1; --tw-pan-x: ; --tw-pan-y: ; --tw-pinch-zoom: ; --tw-scroll-snap-strictness: proximity; --tw-gradient-from-position: ; --tw-gradient-via-position: ; --tw-gradient-to-position: ; --tw-ordinal: ; --tw-slashed-zero: ; --tw-numeric-figure: ; --tw-numeric-spacing: ; --tw-numeric-fraction: ; --tw-ring-inset: ; --tw-ring-offset-width: 0px; --tw-ring-offset-color: #fff; --tw-ring-color: rgb(59 130 246 / 0.5); --tw-ring-offset-shadow: 0 0 #0000; --tw-ring-shadow: 0 0 #0000; --tw-shadow: 0 0 #0000; --tw-shadow-colored: 0 0 #0000; --tw-blur: ; --tw-brightness: ; --tw-contrast: ; --tw-grayscale: ; --tw-hue-rotate: ; --tw-invert: ; --tw-saturate: ; --tw-sepia: ; --tw-drop-shadow: ; --tw-backdrop-blur: ; --tw-backdrop-brightness: ; --tw-backdrop-contrast: ; --tw-backdrop-grayscale: ; --tw-backdrop-hue-rotate: ; --tw-backdrop-invert: ; --tw-backdrop-opacity: ; --tw-backdrop-saturate: ; --tw-backdrop-sepia: ; --tw-contain-size: ; --tw-contain-layout: ; --tw-contain-paint: ; --tw-contain-style: ;"><span style="--tw-border-spacing-x: 0; --tw-border-spacing-y: 0; --tw-translate-x: 0; --tw-translate-y: 0; --tw-rotate: 0; --tw-skew-x: 0; --tw-skew-y: 0; --tw-scale-x: 1; --tw-scale-y: 1; --tw-pan-x: ; --tw-pan-y: ; --tw-pinch-zoom: ; --tw-scroll-snap-strictness: proximity; --tw-gradient-from-position: ; --tw-gradient-via-position: ; --tw-gradient-to-position: ; --tw-ordinal: ; --tw-slashed-zero: ; --tw-numeric-figure: ; --tw-numeric-spacing: ; --tw-numeric-fraction: ; --tw-ring-inset: ; --tw-ring-offset-width: 0px; --tw-ring-offset-color: #fff; --tw-ring-color: rgb(59 130 246 / 0.5); --tw-ring-offset-shadow: 0 0 #0000; --tw-ring-shadow: 0 0 #0000; --tw-shadow: 0 0 #0000; --tw-shadow-colored: 0 0 #0000; --tw-blur: ; --tw-brightness: ; --tw-contrast: ; --tw-grayscale: ; --tw-hue-rotate: ; --tw-invert: ; --tw-saturate: ; --tw-sepia: ; --tw-drop-shadow: ; --tw-backdrop-blur: ; --tw-backdrop-brightness: ; --tw-backdrop-contrast: ; --tw-backdrop-grayscale: ; --tw-backdrop-hue-rotate: ; --tw-backdrop-invert: ; --tw-backdrop-opacity: ; --tw-backdrop-saturate: ; --tw-backdrop-sepia: ; --tw-contain-size: ; --tw-contain-layout: ; --tw-contain-paint: ; --tw-contain-style: ; font-size: 12pt;">Gak cuma bikin sakit telinga, kalau gak ditangani dengan baik, infeksi ini bisa ganggu tumbuh kembang anak, lho!😭<p style="--tw-border-spacing-x: 0; --tw-border-spacing-y: 0; --tw-translate-x: 0; --tw-translate-y: 0; --tw-rotate: 0; --tw-skew-x: 0; --tw-skew-y: 0; --tw-scale-x: 1; --tw-scale-y: 1; --tw-pan-x: ; --tw-pan-y: ; --tw-pinch-zoom: ; --tw-scroll-snap-strictness: proximity; --tw-gradient-from-position: ; --tw-gradient-via-position: ; --tw-gradient-to-position: ; --tw-ordinal: ; --tw-slashed-zero: ; --tw-numeric-figure: ; --tw-numeric-spacing: ; --tw-numeric-fraction: ; --tw-ring-inset: ; --tw-ring-offset-width: 0px; --tw-ring-offset-color: #fff; --tw-ring-color: rgb(59 130 246 / 0.5); --tw-ring-offset-shadow: 0 0 #0000; --tw-ring-shadow: 0 0 #0000; --tw-shadow: 0 0 #0000; --tw-shadow-colored: 0 0 #0000; --tw-blur: ; --tw-brightness: ; --tw-contrast: ; --tw-grayscale: ; --tw-hue-rotate: ; --tw-invert: ; --tw-saturate: ; --tw-sepia: ; --tw-drop-shadow: ; --tw-backdrop-blur: ; --tw-backdrop-brightness: ; --tw-backdrop-contrast: ; --tw-backdrop-grayscale: ; --tw-backdrop-hue-rotate: ; --tw-backdrop-invert: ; --tw-backdrop-opacity: ; --tw-backdrop-saturate: ; --tw-backdrop-sepia: ; --tw-contain-size: ; --tw-contain-layout: ; --tw-contain-paint: ; --tw-contain-style: ;"><span style="--tw-border-spacing-x: 0; --tw-border-spacing-y: 0; --tw-translate-x: 0; --tw-translate-y: 0; --tw-rotate: 0; --tw-skew-x: 0; --tw-skew-y: 0; --tw-scale-x: 1; --tw-scale-y: 1; --tw-pan-x: ; --tw-pan-y: ; --tw-pinch-zoom: ; --tw-scroll-snap-strictness: proximity; --tw-gradient-from-position: ; --tw-gradient-via-position: ; --tw-gradient-to-position: ; --tw-ordinal: ; --tw-slashed-zero: ; --tw-numeric-figure: ; --tw-numeric-spacing: ; --tw-numeric-fraction: ; --tw-ring-inset: ; --tw-ring-offset-width: 0px; --tw-ring-offset-color: #fff; --tw-ring-color: rgb(59 130 246 / 0.5); --tw-ring-offset-shadow: 0 0 #0000; --tw-ring-shadow: 0 0 #0000; --tw-shadow: 0 0 #0000; --tw-shadow-colored: 0 0 #0000; --tw-blur: ; --tw-brightness: ; --tw-contrast: ; --tw-grayscale: ; --tw-hue-rotate: ; --tw-invert: ; --tw-saturate: ; --tw-sepia: ; --tw-drop-shadow: ; --tw-backdrop-blur: ; --tw-backdrop-brightness: ; --tw-backdrop-contrast: ; --tw-backdrop-grayscale: ; --tw-backdrop-hue-rotate: ; --tw-backdrop-invert: ; --tw-backdrop-opacity: ; --tw-backdrop-saturate: ; --tw-backdrop-sepia: ; --tw-contain-size: ; --tw-contain-layout: ; --tw-contain-paint: ; --tw-contain-style: ; background-color: unset; text-align: inherit; font-size: 12pt;">Yuk, cegah infeksi telinga tengah pada anak dengan belajar bareng dr. Melia Yunita, Msc, Sp.A&nbsp; lewat tayangan ulang webinar ini! Kita bakal kupas tuntas semuanya yang berhubungan sama infeksi telinga tengah.

Infeksi Telinga Tengah Bahaya Tersembunyi Penghambat Tumbuh Kembang Anak | Webinar PrimaKu

infeksi-telinga-tengah-bahaya-tersembunyi-penghambat-tumbuh-kembang-anak---webinar-primaku-1732605863881

MomDad, siapa di sini yang pernah merasa frustrasi ketika si Kecil tiba-tiba menolak makan dan melakukan aksi Gerakan Tutup Mulut (GTM)? Momen ini pasti bikin khawatir, ya. Apalagi jika si Kecil sedang dalam masa-masa penting pertumbuhan dan asupan makanan tentu sangat dibutuhkan. Tapi tenang, GTM sebenarnya hal yang lumrah terjadi dan biasanya bisa diatasi, kok.Yuk, kita bahas lebih dalam soal GTM dan bagaimana cara MomDad bisa membantu si Kecil agar semangat makan lagi! Kenapa anak bisa GTM?GTM sering kali muncul ketika anak mulai masuk usia 6 bulan ke atas dan diperkenalkan dengan makanan padat atau MPASI. Saat pertama kali mengenal makanan, anak mungkin menunjukkan rasa penasaran, tapi seiring berjalannya waktu, si Kecil bisa saja menolak makanan yang diberikan. Kenapa, ya?Ternyata, ada beberapa alasan kenapa anak bisa mengalami GTM:<ol><li>Bosan dengan menu yang sama: si Kecil butuh variasi rasa dan tekstur. Kalau menunya terlalu monoton, dia bisa merasa jenuh dan mogok makan.</li><li>Tidak lapar atau sudah kenyang: Terkadang jadwal makan yang kurang teratur atau camilan yang berlebihan bisa membuat si Kecil menolak makan di waktu makan utama.</li><li>Tidak enak badan: saat si Kecil sedang kurang fit, seperti flu atau tumbuh gigi, biasanya GTM bisa terjadi.</li><li>Trauma makan: pengalaman buruk saat makan, misalnya tersedak atau dipaksa makan, bisa membuat anak takut saat makan.</li></ol> Menurut IDAI, GTM juga bisa disebabkan oleh pola makan yang kurang tepat, terutama jika makanan yang diberikan tidak sesuai dengan usia dan kebutuhan si Kecil. MomDad, kalau GTM ini berlangsung lama, si Kecil berisiko kehilangan asupan kalori yang dibutuhkan, dan ini bisa memengaruhi berat badan serta pertumbuhannya. Jadi, sangat penting untuk segera mencari solusinya. Solusi agar si Kecil mau makan lagi<img src="https://s3.ap-southeast-3.amazonaws.com/assets.primaku.com/editor/5f293101094ba92aa5188d710f37c2d1c46_1732516615319.jpg" class="e-rte-image e-imginline" alt="WhatsApp Image 2024-11-25 at 11.44.29 (1).jpeg" width="auto" height="auto" style="min-width: 0px; max-width: 1459px; min-height: 0px;"> Sekarang, bagaimana caranya mengatasi GTM? Pertama-tama, MomDad perlu mencoba beberapa trik sederhana untuk membuat waktu makan jadi lebih menyenangkan:<ol><li>Atur jadwal makan yang konsisten: jadwal makan yang teratur bisa membantu membangun rutinitas dan menyesuaikan rasa lapar anak. Cobalah memberi makan 3 kali sehari dengan tambahan 2 kali camilan sehat.</li><li>Ciptakan suasana makan yang menarik: makan bersama di meja makan atau membuat suasana yang ceria bisa mengubah pengalaman makan menjadi lebih menyenangkan. Libatkan si Kecil dalam proses makan, dan biarkan dia mencoba makanannya sendiri.</li><li>Hindari memaksa anak makan: jika si Kecil menolak, jangan langsung panik atau memaksa. Berikan jeda dan tawarkan makanan lagi setelah beberapa menit.</li><li>Variasi menu dan rasa: memperkenalkan variasi makanan adalah kunci untuk menjaga selera makan anak. Jangan ragu untuk bereksperimen dengan tekstur dan rasa yang berbeda ya, MomDad!</li></ol>Tambahkan bumbu lezat MPASI untuk meningkatkan selera makannyaSalah satu cara yang sering diabaikan untuk mengatasi GTM adalah menambahkan bumbu pada MPASI. Menambahkan rasa pada makanan bisa jadi trik jitu untuk membuat si Kecil lebih tertarik pada makanannya.Mungkin MomDad pernah bertanya, "Bolehkah menambahkan bumbu pada makanan bayi?" Jawabannya adalah boleh, asalkan bumbu yang digunakan aman dan sesuai anjuran. Misalnya, menambahkan garam. Menurut National Health Service, asupan maksimal garam yang direkomendasikan adalah:<ul><li>Pada bayi (0-12 bulan) adalah &lt;1 g per hari (setara dengan (0,4 g natrium)</li><li>Pada anak 1-3 tahun adalah 2 g per hari (setara 0,8 g natrium)</li></ul> Memperkenalkan variasi rasa sejak dini tidak hanya membantu si Kecil terhindar dari kebosanan, tapi juga melatih indra pengecapnya untuk terbuka terhadap berbagai jenis makanan.YuMamam: solusi praktis bumbu lezat MPASI<img src="https://s3.ap-southeast-3.amazonaws.com/assets.primaku.com/editor/05be4d44c93f2924f26bbed9ebf22c5f_1732516857925.jpg" class="e-rte-image e-imginline" alt="WhatsApp Image 2024-11-25 at 11.44.30.jpeg" width="auto" height="auto" style="min-width: 0px; max-width: 1459px; min-height: 0px;">Jika MomDad merasa kesulitan mencari bumbu yang tepat dan aman untuk si Kecil, ada solusi praktis yang bisa dicoba! <a class="e-rte-anchor" href="https://shopee.co.id/iniyumamam?categoryId=100629&amp;entryPoint=ShopByPDP&amp;itemId=29162358936" title="https://shopee.co.id/iniyumamam?categoryId=100629&amp;entryPoint=ShopByPDP&amp;itemId=29162358936" target="_blank">YuMamam</a> adalah bumbu tabur pelengkap nutrisi anak yang lezat dan bergizi serta dapat digunakan untuk MPASI dan makanan anak. Dengan <a class="e-rte-anchor" href="https://shopee.co.id/iniyumamam?categoryId=100629&amp;entryPoint=ShopByPDP&amp;itemId=29162358936" title="https://shopee.co.id/iniyumamam?categoryId=100629&amp;entryPoint=ShopByPDP&amp;itemId=29162358936" target="_blank">YuMamam</a>, MomDad bisa menambahkan cita rasa pada MPASI si Kecil dengan langsung ditaburkan ke hidangan MPASI anak sebagai topping.YuMamam terdiri dari 3 varian rasa, yaitu rasa ayam, rasa sapi, dan rasa teri, yang aman dikonsumsi oleh anak mulai dari usia 6 bulan pada saat MPASI karena terbuat dari bahan alami dan mengandung lebih dari 40% ekstrak daging murni tanpa tambahan pengawet, gula atau garam, dan tanpa MSG.Saran penggunaan pun sangat mudah, cukup taburkan 1 sendok teh YuMamam pada MPASI si Kecil, dan MomDad bisa menyajikan hidangan yang lebih menggugah selera! Penasaran ingin tahu lebih lanjut soal YuMamam dan manfaatnya untuk si Kecil, jangan ragu untuk follow Instagram @Yumamam.id. Referensi:<ul><li><a classname="e-rte-anchor" href="https://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/gerakan-tutup-mulut-gtm-pada-batita" title="https://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/gerakan-tutup-mulut-gtm-pada-batita">https://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/gerakan-tutup-mulut-gtm-pada-batita</a></li><li><a classname="e-rte-anchor" href="https://www.idai.or.id/artikel/klinik/keluhan-anak/penangan-kesulitan-makan-feeding-difficulty-pada-si-kecil" title="https://www.idai.or.id/artikel/klinik/keluhan-anak/penangan-kesulitan-makan-feeding-difficulty-pada-si-kecil">https://www.idai.or.id/artikel/klinik/keluhan-anak/penangan-kesulitan-makan-feeding-difficulty-pada-si-kecil</a></li><li><a classname="e-rte-anchor" href="https://www.idai.or.id/artikel/klinik/pengasuhan-anak/sulit-makan-pada-bayi-dan-anak" title="https://www.idai.or.id/artikel/klinik/pengasuhan-anak/sulit-makan-pada-bayi-dan-anak">https://www.idai.or.id/artikel/klinik/pengasuhan-anak/sulit-makan-pada-bayi-dan-anak </a></li></ul>

Si Kecil GTM? Ini Cara Mengatasinya agar Lahap Makan Lagi!

si-kecil-gtm--ini-cara-mengatasinya-agar-lahap-makan-lagi--1732517123610

PrimaKu dan Kemenkes Hadirkan Solusi Digital untuk Anak dengan Diabetes

primaku-dan-kemenkes-hadirkan-solusi-digital-untuk-anak-dengan-diabetes-1732512515118

BAHAN:6 lembar roti tawar60 ml atau 4 sdm susu cair1 butir telur ayamDaun pisang ISI:60 gram daging ayam atau&nbsp;1½ potong bagian ayam ukuran sedang (ambil dagingnya), giling20 gram wortel, potong dadu kecil3 siung bawang putih, iris tipis¼ buah bawang bombai,&nbsp;iris tipis100 ml kaldu ayam1 sdm minyak sayur untuk menumisGaram secukupnya (jika diperlukan)Merica secukupnya (jika diperlukan) CARA MEMBUAT:1. Rendam roti dalam susu cair dan telur ayam. Sisihkan.2. Tumis bawang putih dan bawang bombai hingga harum.3. Masukkan daging ayam giling, wortel, garam, dan merica, lalu aduk hingga tercampur rata.4. Masukkan kaldu, masak hingga kuah menyusut.5. Ambil daun pisang, taruh roti yang sudah direndam.6. Pipihkan roti, beri isian daging, dan tutup lagi dengan adonan roti.7.&nbsp;Bentuk seperti lontong.8. Kukus sekitar 15 menit.9. Potong menjadi dua ketika disajikan.

Resep Camilan MPASI: Roti Arem Ayam

resep-camilan-mpasi--roti-arem-ayam-1731663069956

BAHAN:100 gram atau 1 kentang rebus ukuran sedang, haluskan60 gram daging ayam atau1½ potong bagian ayam ukuran sedang (ambil dagingnya), cincang10 gram wortel parut½ cm jahe100 ml kaldu ayam10 ml atau 2 sdt minyak untuk menumis BUMBU HALUS:1 siung bawang putih1 buah bawang merah CARA MEMBUAT:1.⁠ ⁠Tumis bumbu halus hingga harum, tambahkan jahe, lalu masukkan kaldu ayam, ayam, dan wortel.2.⁠ ⁠Masak hingga matang.3.⁠ ⁠Ambil jahenya.4.⁠ ⁠Campur dengan kentang lumat, lalu saring hingga halus.

Resep MPASI: Bubur Kentang Sop Ayam

resep-mpasi--bubur-kentang-sop-ayam-1731662329268

MomDad, si Kecil sudah memasuki usia sekolah? Ini adalah momen besar, bukan hanya bagi perkembangan sosialnya, tetapi juga untuk kesehatannya. Ketika anak mulai bersosialisasi lebih intens dengan teman-teman di sekolah, risiko terpapar berbagai penyakit juga meningkat. Itulah mengapa sangat penting memastikan si Kecil sudah melengkapi vaksinasi sebelum mulai berinteraksi di lingkungan yang lebih luas. Pentingnya Vaksinasi untuk Anak Usia Sekolah Di usia sekolah, si Kecil akan bertemu banyak teman baru. Lingkungan yang ramai seperti sekolah sering kali menjadi tempat penyebaran berbagai penyakit menular. Dengan vaksinasi, MomDad bisa memberikan perlindungan ekstra kepada si Kecil. Vaksin yang diberikan di usia ini, seperti booster untuk penyakit difteri, tetanus, pertusis, dan polio, bertujuan memastikan sistem imun si Kecil tetap siap siaga melawan infeksi. Selain itu, dengan vaksinasi, jika si Kecil terkena penyakit, gejalanya akan lebih ringan dan proses pemulihannya lebih cepat. Ini sangat penting untuk menjaga daya tahan tubuh si Kecil agar tetap optimal, sehingga ia bisa belajar, bermain, dan tumbuh kembang dengan maksimal. Jika Vaksinasinya Terlambat, Apakah Bisa Dikejar? Bagaimana jika ternyata vaksinasi terlambat dilakukan? Tenang, sebagian besar vaksinasi masih bisa dikejar dengan vaksinasi kejar. Segera konsultasikan dengan dokter jika si Kecil belum menerima beberapa vaksin yang seharusnya, agar dapat disesuaikan jadwalnya. Namun, ada beberapa vaksin yang memiliki batas usia maksimal. Jadi, jangan tunda terlalu lama ya, MomDad, agar si Kecil tetap mendapatkan perlindungan yang maksimal dan tidak perlu mengulang vaksin yang sudah diberikan sebelumnya. Jenis Vaksinasi yang Dibutuhkan untuk Anak Usia Sekolah (6 Tahun ke Atas) <img src="https://s3.ap-southeast-3.amazonaws.com/assets.primaku.com/editor/de3a32cca310d3b4795d981fc422de945_1731660898753.png" class="e-rte-image e-imginline" alt="Jadwal Imunisasi Anak.png" width="auto" height="auto" style="min-width: 0px; max-width: 1202px; min-height: 0px;"> Setelah memastikan vaksinasi prasekolah selesai, ada beberapa jenis vaksin yang perlu diberikan saat si Kecil berusia 6 tahun ke atas. Ini adalah tahap di mana si Kecil semakin aktif dan lebih sering terpapar berbagai risiko penyakit, terutama di lingkungan sekolah. Berikut adalah beberapa jenis vaksin yang disarankan: Usia 6 Tahun<ul><li>Influenza (tahunan)</li><li>Demam Berdarah 1</li></ul> Usia 6 Tahun 3 Bulan<ul><li>Demam Berdarah 2</li></ul> Usia 7 – 8 Tahun<ul><li>Influenza (tahunan)</li><li>Tifoid (3 tahunan)</li><li>Usia 9 Tahun</li><li>HPV 1</li><li>Influenza (tahunan)</li></ul> Usia 9,5 Tahun<ul><li>HPV 2</li></ul> Usia 10 Tahun<ul><li>DTP 6 (dalam bentuk Tdap)</li><li>Influenza (tahunan)</li></ul> Usia 11 – 18 Tahun<ul><li>Influenza (ulangan tiap tahun)</li><li>Tifoid (ulangan tiap 3 tahun)</li></ul> Memastikan si Kecil mendapatkan vaksinasi tepat waktu adalah langkah besar untuk melindungi kesehatannya, terutama saat ia mulai bersosialisasi lebih aktif di sekolah. Vaksinasi bukan hanya melindungi si Kecil dari penyakit serius, tetapi juga memastikan pertumbuhannya berjalan optimal karena ia lebih jarang sakit dan bisa belajar serta bermain dengan baik. Pastikan jadwal vaksinasi si Kecil selalu teratur dan jangan ragu untuk berkonsultasi dengan dokter jika ada vaksin yang terlewat. MomDad bisa memanfaatkan fitur <a class="e-rte-anchor" href="https://primaku.page.link/bookvaksin" title="https://primaku.page.link/bookvaksin" target="_blank">Booking Vaksin</a> di aplikasi PrimaKu yang membantu mencatat dan memantau imunisasi si Kecil. Cek jadwalnya sekarang, dan pastikan imunisasi si Kecil sudah lengkap! Yuk, lindungi kesehatan si Kecil dengan vaksinasi lengkap, agar ia siap menjelajah dunia sekolah dengan perlindungan maksimal. ReferensI:<ul><li><a classname="e-rte-anchor" href="https://www.idai.or.id/publications/buku-idai/pedoman-imunisasi-di-indonesia-edisi-7-tahun-2024" title="https://www.idai.or.id/publications/buku-idai/pedoman-imunisasi-di-indonesia-edisi-7-tahun-2024">https://www.idai.or.id/publications/buku-idai/pedoman-imunisasi-di-indonesia-edisi-7-tahun-2024</a></li><li><a classname="e-rte-anchor" href="https://my.clevelandclinic.org/health/articles/11288-childhood-immunization-schedule" title="https://my.clevelandclinic.org/health/articles/11288-childhood-immunization-schedule" style="text-align: inherit;">https://my.clevelandclinic.org/health/articles/11288-childhood-immunization-schedule</a></li></ul>

Vaksin Wajib untuk Anak Usia Sekolah: Mengapa Penting?

vaksin-wajib-untuk-anak-usia-sekolah--mengapa-penting--1731661201522

Berat badan (BB) anak selalu menjadi concern utama untuk sebagian besar orang tua, apalagi di 1000 hari pertama kehidupan. Sebab, berat badan erat kaitannya dengan tumbuh kembang. Nah, jika diperhatikan, si Kecil lebih mudah naik berat badan saat masih bayi dibandingkan ketika sudah masuk usia balita. Mengapa bisa begitu, ya?Bayi Lebih Mudah Naik Berat Badan dibandingkan Anak Usia 1-5 TahunSaat si Kecil baru lahir, berat badannya mungkin akan turun sedikit dalam beberapa hari pertama. Namun, jangan khawatir, ini adalah hal yang normal. Biasanya, berat badannya akan kembali ke berat lahir sekitar usia 10 -14 hari. Dalam 3 bulan pertama, bayi bisa mengalami penambahan berat badan sekitar 900 gram per bulan. Tetapi, setelah itu, kenaikan berat badan akan mulai melambat seiring bertambahnya usia. Semua ini sesuai dengan kurva pertumbuhan berat badan menurut usia yang dianjurkan oleh WHO.Nah, MomDad, penting untuk diingat bahwa selain berat badan, pertambahan tinggi badan juga sangat penting untuk diperhatikan. Jadi, ketika memantau pertumbuhan si Kecil, sebaiknya tidak hanya fokus pada berat badan saja, tapi juga tinggi badan dan semua aspek pertumbuhan antropometri lainnya.Salah satu alasan mengapa berat badan si Kecil, khususnya dalam usia 1-5 tahun, sulit naik adalah kurangnya asupan nutrisi yang seimbang. Nutrisi yang tepat sangat penting untuk menunjang pertumbuhan. Pastikan kalori yang diberikan sesuai dengan usia dan berat badan ideal si Kecil.Selain itu, ada beberapa faktor lain yang bisa membuat si Kecil sulit naik berat badan, seperti infeksi yang tidak terdeteksi. Misalnya, infeksi saluran kemih atau tuberkulosis (TB) bisa menjadi penyebab tersembunyi. Anak yang memiliki kelainan bawaan atau mengalami defisiensi zat besi juga berisiko mengalami kesulitan dalam menaikkan berat badan. Oleh karena itu, pemeriksaan medis yang menyeluruh sangat dianjurkan apabila terjadi penurunan berat badan atau weight faltering. Tabel Kenaikan BB Anak yang Ideal Usia 0-60 bulanMenurut Nelson, ada tabel acuan kenaikan berat badan yang bisa MomDad perhatikan untuk memastikan si Kecil tumbuh dengan optimal. Sebagai contoh, kenaikan berat badan yang ideal pada anak 1-3 tahun adalah sekitar 8 gram per hari atau 226 gram per bulan. Sedangkan, untuk anak usia 4-5 tahun, kenaikan berat badan normalnya sekitar 6 gram per hari atau 170 gram per bulan. Seperti pada tabel di bawah ini:<img alt="A screenshot of a cell phone Description automatically generated" src="https://lh7-rt.googleusercontent.com/docsz/AD_4nXeLtWwlIbHfLUrAT-KyRN9HMB1pf4nvhsF24IuhLoc-sgqsvO780f8BvaAaul0zEMZg-VWNHNqhzs9R8VI_d6UwH5VNYk7e6imHw-4zjjaXD-Ss1G5o1D7pPfOt7_T5toRRXZgJBd-TYEsZkxqOyjH3Fvj3?key=IFXtHxebf_Cac6ZOZbyfeg" width="602" height="307" style="margin-left: 0px; margin-top: 0px;" class="e-rte-image e-imginline"> ￼Jika kenaikan berat badan dan tinggi badan si Kecil tidak sesuai dengan kurva pertumbuhan, sebaiknya segera konsultasikan dengan dokter anak. Penyebabnya bisa bermacam-macam, mulai dari kurangnya asupan nutrisi, gangguan pencernaan, hingga kondisi medis lain seperti penyakit jantung bawaan yang dapat mengganggu proses pertumbuhan.&nbsp;Kapan Harus Waspada?<img src="https://lh7-rt.googleusercontent.com/docsz/AD_4nXeFYEizTdpF4SYqI9lbREE01qW51CpZD2TRbh6M8YWp1SXs1ug4t5Mzlhrk-u2se20kH3wmRPzSEG3_r27wTd_pm9xhW6Dv4JPMCAA-DDNxDgtidJ7V7-Z1_sEYV6TjgFcjoe1xRddZaBSvJ87Cps2EAmTg?key=IFXtHxebf_Cac6ZOZbyfeg" width="602" height="451" style="margin-left: 0px; margin-top: 0px;" class="e-rte-image e-imginline"> &nbsp;￼Saat si Kecil sudah mulai MPASI, berat badannya tetap harus mengikuti kurva pertumbuhan yang baik. Namun, jika MomDad melihat adanya weight faltering atau kenaikan berat badan yang tidak memadai, segera lakukan pemeriksaan lebih lanjut.MomDad harus waspada apabila berat badan si Kecil tidak naik sesuai dengan kurva pertumbuhan. Ini bisa menjadi tanda bahwa ada masalah yang perlu diatasi, seperti asupan nutrisi yang kurang, komposisi MPASI yang belum tepat, atau adanya masalah kesehatan yang mungkin menghambat kenaikan berat badan.Pastikan selalu memantau perkembangan si Kecil secara rutin, baik dari segi berat badan maupun tinggi badan. Jika ada kekhawatiran mengenai pertumbuhan si Kecil, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan dokter anak dan melakukan pemeriksaan menyeluruh.Jangan lupa untuk terus memantau pertumbuhan si Kecil melalui aplikasi PrimaKu, agar pertumbuhannya tetap terjaga sesuai dengan standar kesehatan.&nbsp;<div> </div>

Kenapa Anak Lebih Gampang Naik Berat Badan saat Bayi?

kenapa-anak-lebih-gampang-naik-berat-badan-saat-bayi--1731656245665

Sebelum si Kecil bisa berdiri dan berjalan dengan lincah, ada beberapa tahap pertumbuhan yang akan dilalui, salah satunya adalah merangkak. Fase merangkak ini sangat penting untuk perkembangan motoriknya, lho! Merangkak bukan hanya sekadar bergerak, tetapi juga membantu si Kecil mengembangkan keterampilan fisik dan mental yang dibutuhkan untuk berjalan dan beraktivitas. Tapi, ada juga bayi yang melewatkan fase ini. Nah, MomDad, apa ya dampaknya kalau bayi tidak merangkak? Kapan Sebenarnya Bayi Bisa Merangkak? Kebanyakan, bayi dapat merangkak di usia antara 7 hingga 10 bulan, namun tidak semua bayi merangkak. Bayi dapat menggunakan metode lain untuk berpindah, seperti merayap. Beberapa bayi bahkan tidak merayap sama sekali dan langsung berdiri, merambat dan berjalan. Ketika bayi merangkak, ia belajar mempelajari sesuatu yang dapat menunjang tumbuh kembangnya, seperti:<ul><li>Kekuatan dan stabilitas: merangkak membantu bayi mengembangkan kekuatan dan kestabilan bahu, punggung, pinggul dan otot batang tubuh yang akan merupakan fondasi ketika ia berjalan.</li><li>Koordinasi sisi kanan dan kiri tubuh.</li><li>Input sensori: merangkak memberikan kesempatan bayi menjelajahi berbagai permukaan dan lingkungan yang membantu mengembangkan keseimbangan, kesadaran akan posisi tubuh, penglihatan dan persepsi kedalaman.</li><li>Mengembangkan kemampuan lengkung tangan, di mana bayi akan lebih baik dalam penggunaan ibu jari, telunjuk dan jari tengah yang sangat penting dalam pengerjaan aktivitas motor halus.</li><li>Pengembangan corpus callosum: merangkak membantu pengembangan corpus callosum yang merupakan “jembatan” antara kedua sisi otak yang membantu komunikasi sisi kanan dan kiri.</li><li>Membantu meningkatkan kepercayaan diri anak ketika bermain.</li></ul> Tapi, MomDad, tidak semua bayi melewati fase merangkak. Jika bayi tidak merangkak tetapi sudah menunjukkan keinginan untuk bergerak, seperti merambat di furnitur atau bahkan langsung berjalan, tidak perlu khawatir. Namun, jika bayi tampak tidak tertarik untuk berpindah, tidak bisa menggunakan salah satu tangan atau kakinya, atau kesulitan mengoordinasikan gerakan, sebaiknya konsultasikan dengan dokter. Apabila ingin menstimulasi si Kecil untuk belajar merangkak, MomDad dapat memulainya dengan cara berikut:<ul><li>Mulailah dengan tummy time sejak bayi pulang dari rumah sakit. Tummy time membantu menguatkan otot yang dipakai saat ia merangkak.</li><li>Pastikan leher dan kepalanya sudah tegak.</li><li>Berlatih duduk, dapat dimulai di usia 4 bulan (tentunya setelah berkonsultasi dengan dokter). Berlatih duduk merupakan cara agar bayi mulai belajar menjaga keseimbangan batang badannya. Caranya adalah dengan mendudukkan bayi dengan tegak dengan topangan bantal maupun tubuh MomDad.</li><li>Motivasi bayi agar bergerak, melalui meraih mainan maupun mengejar barang atau orang yang dia inginkan.</li></ul> Nah, jika si Kecil mulai aktif merangkak, MomDad perlu memperhatikan hal berikut untuk menjaga keamanannya:<ul><li>Benda tajam di permukaan lantai atau tempat bayi merangkak</li><li>Ujung furnitur yang lancip atau tajam</li><li>Saklar atau steker listrik</li><li>Binatang peliharaan yang dapat berpotensi melukai bayi</li><li>Alat atau bahan kimia berbahaya yang disimpan dan terjangkau bayi ketika merangkak</li></ul> Merangkak memang berperan besar dalam membangun kekuatan otot, keseimbangan, serta perkembangan kognitif dan koordinasi tubuh si Kecil. Semua ini penting untuk perkembangan motorik selanjutnya, seperti berdiri dan berjalan. Jadi, MomDad, jangan khawatir jika si Kecil melewatkan fase ini! Referensi:<ul><li>What to Expect. 2023. Developmental Milestones for Babies &amp; Toddlers by Age <a classname="e-rte-anchor" href="https://www.whattoexpect.com/milestones/" title="https://www.whattoexpect.com/milestones/">https://www.whattoexpect.com/milestones/ </a></li><li>Baby Center. 2023. When do babies start crawling?</li><li><a classname="e-rte-anchor" href="https://www.babycenter.com/baby/baby-development/baby-milestone-crawling_6501" title="https://www.babycenter.com/baby/baby-development/baby-milestone-crawling_6501">https://www.babycenter.com/baby/baby-development/baby-milestone-crawling_6501 </a></li></ul>

Infeksi Telinga Tengah Bahaya Tersembunyi Penghambat Tumbuh Kembang Anak | Webinar PrimaKu

Infeksi Telinga Tengah Bahaya Tersembunyi Penghambat Tumbuh Kembang Anak | Webinar PrimaKu

Si Kecil GTM? Ini Cara Mengatasinya agar Lahap Makan Lagi!

Si Kecil GTM? Ini Cara Mengatasinya agar Lahap Makan Lagi!

PrimaKu dan Kemenkes Hadirkan Solusi Digital untuk Anak dengan Diabetes

PrimaKu dan Kemenkes Hadirkan Solusi Digital untuk Anak dengan Diabetes

Resep Camilan MPASI: Roti Arem Ayam

Resep Camilan MPASI: Roti Arem Ayam

Resep MPASI: Bubur Kentang Sop Ayam

Resep MPASI: Bubur Kentang Sop Ayam

Vaksin Wajib untuk Anak Usia Sekolah: Mengapa Penting?

Vaksin Wajib untuk Anak Usia Sekolah: Mengapa Penting?

Kenapa Anak Lebih Gampang Naik Berat Badan saat Bayi?

Kenapa Anak Lebih Gampang Naik Berat Badan saat Bayi?

Merangkak: Adakah Dampaknya jika Bayi Melewatkan Fase Ini?

Merangkak: Adakah Dampaknya jika Bayi Melewatkan Fase Ini?