Meski telah diwajibkan oleh pemerintah, masih ada orang tua yang memutuskan untuk tidak memberikan imunisasi pada anaknya. Salah satu penyebabnya karena para orang tua mungkin mendapat informasi yang salah atau menyesatkan tentang vaksin melalui media sosial, internet, atau sumber-sumber tidak resmi lainnya. Padahal, jika anak tidak diimunisasi, maka bisa memberikan dampak jangka panjang untuk masa depannya, seperti penjelasan berikut.Anak Lebih Rentan Alami Sakit BeratAnak yang tidak menerima imunisasi lengkap dan tepat waktu akan lebih rentan mengalami berbagai penyakit yang seharusnya bisa dicegah dengan imunisasi, seperti hepatitis, TBC, batuk rejan, dan difteri. Selain itu, risiko komplikasi pada anak juga rentan terjadi. Misalnya saat anak terkena campak, kemungkinan ia juga akan mengalami komplikasi seperti diare, pneumonia, kebutaan, dan malnutrisi.Menyebarkan Penyakit Menular ke Anggota KeluargaAnak yang sedang sakit dan tidak menerima imunisasi lebih berisiko menularkan penyakit ke orang lain di sekitar, khususnya anggota keluarga. Begitupun sebaliknya, anak yang tidak diimunisasi lebih berisiko tertular penyakit.Orang dewasa merupakan sumber infeksi utama pertusis (batuk rejan) pada balita. Penyakit ini bahkan dapat menyebabkan kematian pada bayi. Imunisasi tidak hanya melindungi diri anak, tetapi juga orang tua dan anggota keluarga lain, tetapi juga orang-orang di lingkungan sekitar yang mungkin kesulitan mendapatkan akses vaksinasi.Membutuhkan Biaya Tinggi untuk BerobatKejadian sakit dan komplikasi penyakit membutuhkan biaya tinggi dan perawatan yang memakan waktu. Pasien difteri misalnya, membutuhkan rawat inap segera di fasilitas kesehatan yang mampu menangani penyakit ini beserta komplikasi-komplikasinya. Pasien akan ditempatkan di ruang isolasi dan diberikan obat-obatan khusus. Penyakit campak rata-rata memerlukan hingga 15 hari perawatan, termasuk rata-rata kehilangan lima atau enam hari kerja atau sekolah bagi karyawan atau pelajar. Orang dewasa yang terkena hepatitis, rata-rata tidak bisa bekerja selama satu bulan. Sementara&nbsp; bayi yang terlahir dengan sindrom rubela kongenital (SRK), ia akan membutuhkan pengobatan seumur hidup dan bantuan, serta terapi medis yang membutuhkan biaya tinggi.Risiko Penurunan Harapan HidupAnak yang tidak diimunisasi secara lengkap dapat memengaruhi penurunan harapan hidup. Sebaliknya, jika anak diimunisasi lengkap hingga berusia 5 tahun, maka dapat meningkatkan angka harapan hidup. Data menunjukkan bahwa anak yang tidak menerima imunisasi lengkap lebih mungkin tertular berbagai penyakit saat masih kanak-kanak, sehingga angka harapan hidupnya pun menurun.Mobilitas TerbatasBeberapa negara mensyaratkan imunisasi lengkap bagi warga asing yang hendak berkunjung. Jika tidak diimunisasi, anak dapat kehilangan kesempatan untuk&nbsp; mengenyam pendidikan di negara-negara ini.Selain itu, saat ini sudah semakin banyak sekolah yang mencantumkan ‘imunisasi lengkap’ sebagai syarat pendaftaran. Tujuannya agar semua anak dan warga sekolah terlindung dari penyakit yang dapat dicegah oleh vaksin. Dengan demikian, anak dapat menikmati hak belajarnya secara penuh di sekolah dengan aman.Secara keseluruhan, tidak memberikan imunisasi kepada anak tidak hanya membahayakan kesehatan anak tersebut, tetapi juga berpotensi membahayakan kesehatan masyarakat luas. Oleh karena itu, imunisasi merupakan langkah penting dalam menjaga kesehatan individu dan masyarakat. Selalu pantau jadwal imunisasi anak dan lakukan <a class="e-rte-anchor" href="https://primaku.page.link/bookvaksin" title="https://primaku.page.link/bookvaksin" target="_blank">Booking Vaksin</a> di PrimaKu untuk dapatkan berbagai diskon di setiap transaksi. MomDad juga bisa konsultasi dengan Dokmin melalui WhatsApp di nomor 0877-8688-881 sebelum melakukan vaksinasi.Referensi: UNICEF 2021

Anak Tidak Diimunisasi? Awas, Dampaknya Bisa Begini!

anak-tidak-diimunisasi--awas--dampaknya-bisa-begini--1717583753621

Menerapkan pola dasar tidur sehat bagi anak memiliki berbagai manfaat yang signifikan, baik bagi kesehatan fisik maupun perkembangan mental dan emosional anak. Dengan mendapatkan tidur yang cukup dan berkualitas, pertumbuhan anak pun dapat optimal karena hormon pertumbuhan diproduksi selama tidur. Nah, bagaimana sih cara menerapkan pola tidur sehat pada anak? Yuk, ikuti prinsip-prinsip dasarnya sebagai berikut:<ul><li>Tetapkan waktu tidur dan rutinitas tidur yang tetap untuk si Kecil.</li><li>Waktu tidur dan bangun sebaiknya sama setiap malam, baik malam sekolah maupun malam non-sekolah. Perbedaan waktu antara satu hari dan hari lainnya tidak boleh lebih dari sekitar 1 jam.</li><li>Buatlah satu jam sebelum tidur menjadi waktu tenang bersama. Hindari aktivitas yang berenergi tinggi, seperti bermain, dan aktivitas yang merangsang, seperti menonton televisi atau bermain gadget, tepat sebelum tidur.</li><li>Jangan membuat si Kecil tidur dalam keadaan lapar. Camilan ringan (misalnya susu dan kue) sebelum tidur bisa diterapkan. Namun, makan berat dalam waktu 1 atau 2 jam sebelum tidur dapat mengganggu tidur.</li><li>Hindari produk yang mengandung kafein, setidaknya beberapa jam sebelum tidur. Ini termasuk minuman bersoda berkafein, kopi, teh, dan cokelat.</li><li>Pastikan si Kecil menghabiskan waktu di luar setiap hari, jika memungkinkan dan terlibat dalam olahraga secara teratur.</li><li>Jaga agar kamar tidur si Kecil tetap tenang dan gelap. Lampu malam dengan tingkat rendah dapat diterima bagi anak-anak yang merasa takut dengan kamar yang sepenuhnya gelap.</li><li>Jaga suhu kamar tidur si Kecil pada tingkat yang nyaman selama semalaman (&lt;24°C atau 75°F).</li><li>Jangan gunakan kamar tidur si Kecil sebagai tempat hukuman.</li><li>Jauhkan televisi dari kamar tidur si Kecil. Anak dapat dengan mudah mengembangkan kebiasaan buruk seperti "membutuhkan" televisi untuk tertidur. Selain itu, lebih sulit mengontrol tontonannya jika televisi ada di kamar tidur.</li></ul>Secara keseluruhan, menerapkan pola dasar tidur sehat bagi anak memberikan manfaat jangka pendek dan jangka panjang yang penting bagi kesehatan. Tidur yang cukup dan berkualitas adalah fondasi untuk pertumbuhan dan perkembangan yang optimal dalam berbagai aspek kehidupan anak.Referensi: Nelson Textbook of Pediatrics 22nd Edition 2024 Vol.02&nbsp;

Tips Terapkan Pola Dasar Tidur Sehat untuk Anak, Ikuti Prinsipnya!

tips-terapkan-pola-dasar-tidur-sehat-untuk-anak--ikuti-prinsipnya--1717583602949

Salah satu kunci agar tumbuh kembang anak optimal adalah memastikan bahwa berat badannya naik berdasarkan standar usia. Oleh karena itu, penting bagi MomDad untuk memberikan MPASI adekuat agar nutrisinya terpenuhi. Pastikan si Kecil mendapatkan nutrisi yang cukup dari makanan sehari-hari, seperti protein, karbohidrat, dan lemak. Nah, agar berat badan si Kecil terjaga, yuk ikuti panduan takaran MPASI dari dr. Meta Hanindita, Sp.A(K) berikut!Karbohidrat (Takaran Per-kali Makan)Usia 6-8 bulan:<ul><li>20-30 gram nasi, atau</li><li>50 gram nasi tim, atau</li><li>50 gram atau ½ kentang berukuran sedang</li></ul>Usia 9-11 bulan: <ul><li>25-40 gram nasi, atau</li><li>60-80 gram nasi tim, atau</li><li>70 gram kentang</li></ul>Usia 12-23 bulan: <ul><li>50-70 gram nasi, atau</li><li>80-130 gram nasi tim, atau</li><li>75-130 gram kentang</li></ul>Protein (Takaran Per-hari) Usia 6-8 bulan:<ul><li>30-45 gram daging ayam (sekitar 1 potong sedang), atau</li><li>20-30 gram hati ayam (sekitar 1 potong sedang), atau</li><li>30-45 gram daging ikan (sekitar ⅓ potong sedang), atau</li><li>25-40 gram udang basah (sekitar 4-6 udang berukuran sedang), atau</li><li>50-75 gram tempe (2-2 ½ potong tempe ukuran sedang), atau</li><li>1 butir telur ayam (per-hari)</li></ul>Usia 9-11 bulan: <ul><li>45-60 gram daging ayam (sekitar 1-1 ½ potong ayam ukuran sedang), atau</li><li>30-50 gram hati ayam (sekitar 1-1 ½ potong sedang), atau</li><li>45-60 gram daging ikan, atau</li><li>37 1/2-55 gram udang basah (sekitar 5-8 udang berukuran sedang), atau</li><li>75-110 gram tempe (2 ½ - 3 ¼ potong tempe ukuran sedang), atau</li><li>1-1 ½ butir telur ayam</li></ul>Usia 11-23 bulan: <ul><li>80-120 gram daging ayam (sekitar 2-3 potong sedang), atau</li><li>60-90 gram hati ayam (sekitar 2-3 potong sedang), atau</li><li>80-120 gram daging ikan, atau</li><li>70-100 gram udang basah (sekitar 10-15 udang berukuran sedang), atau</li><li>140-200 gram tempe (2 ¾ - 3 ½ potong tempe ukuran sedang), atau</li><li>2-3 butir telur ayam</li></ul>Lemak (Takaran Per-kali Makan) Usia 6-8 bulan:<ul><li>2,5 ml atau ½ sendok teh (sdt) minyak kelapa</li><li>2,5 ml atau ½ sendok teh (sdt) minyak jagung</li><li>2,5 ml atau ½ sendok teh (sdt) minyak kedelai</li><li>20 gram santan</li></ul>Usia 9-11 bulan: <ul><li>5 ml atau 1 sendok teh (sdt) minyak kelapa</li><li>5 ml atau 1 sendok teh (sdt) minyak jagung</li><li>5 ml atau 1 sendok teh (sdt) minyak kedelai</li><li>30-40 gram santan</li></ul>Usia 12-23 bulan: <ul><li>7,5 ml atau 1 ½ sendok teh (sdt) minyak kelapa</li><li>7,5 ml atau 1 ½ sendok teh (sdt) minyak jagung</li><li>7,5 ml atau 1 ½ sendok teh (sdt) minyak kedelai</li><li>40-50 gram santan</li></ul>Tak hanya asupan nutrisinya saja yang perlu diperhatikan, tetapi jangan lupa terapkan responsive feeding​ agar jadwal makan anak teratur, ya.Referensi: Mommyclopedia 78 Resep MPASI oleh dr. Meta Hanindita, Sp.A(K)

Takaran MPASI Menurut Ahli agar BB Anak Naik Setiap Bulan

takaran-mpasi-menurut-ahli-agar-bb-anak-naik-setiap-bulan-1722592522332

Memberikan snack atau camilan masih kerap dikaitkan dengan kondisi kelebihan berat badan atau obesitas pada anak. Hal ini didukung dengan pengamatan bahwa snack yang sering dikonsumsi adalah makanan penutup, minuman manis, dan makanan ringan yang asin. Oleh karena itu, MomDad perlu bijak dalam pemberian snack pada anak.&nbsp;Terdapat beberapa hal yang dinilai kurang tepat, namun masih kerap dilakukan dalam memberikan snack pada anak. Ketahui, yuk hal apa saja yang perlu dihindari!Mengunyah Sepanjang HariAnak yang makan snack sepanjang hari dapat membuatnya tidak akan lapar saat tiba waktunya makan. Apalagi jika mau mencoba makanan baru. Sebaiknya, tetapkan waktu pemberian snack, seperti pada pertengahan pagi dan sore hari.Terus-menerus Diberikan SnackSeringkali ketika bepergian menggunakan kendaraan, anak dibekali banyak snack untuk mengalihkan perhatian atau mengisi waktu bosan. Hal ini menyebabkan anak tidak fokus pada makanannya, sehingga tidak benar-benar tahu isyarat tubuhnya tentang rasa lapar dan kenyang. Sebaiknya, jaga dan hanya berikan snack jika anak benar-benar lapar. Bawalah buku atau mainan kecil sebagai pengganti untu mengalihkan perhatian atau mengisi waktu ketika anak bosan.Memberikan Snack Tepat sebelum Waktu MakanMemberikan snack tepat sebelum waktu makan dapat mengurangi nafsu makan anak. Demikian pula dengan pemberian snack tepat setelah waktu makan, dapat mengganggu waktu makan malam anak. Sebaiknya, hindari pemberian snack tepat sebelum atau setelah waktu makan. Jika rasa lapar anak muncul dekat dengan waktu makan, pertimbangkan untuk memajukan waktu makannya lebih awal, alih-alih memberikan snack.&nbsp;Dengan menghindari kesalahan-kesalahan di atas, MomDad dapat membantu si Kecil mengembangkan kebiasaan makan yang sehat dan memastikannya mendapatkan nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan yang optimal.Referensi: Pengalaman Eksplorasi Oral, Penting Lho! oleh dr. Luh Karunia Wahyuni, SpKFR-K

3 Kesalahan Pemberian Snack yang Wajib MomDad Tahu!

3-kesalahan-pemberian-snack-yang-wajib-momdad-tahu--1717402959331

MomDad, tau gak sih? Ternyata asma merupakan penyakit saluran pernapasan kronis yang kalo nggak ditangani dengan tepat bisa menyebabkan kematian, lho! 😱Mengingat angka kematiannya cukup tinggi, PrimaKu bersama AstraZeneca ingin mengedukasi MomDad semua akan betapa pentingnya deteksi dini asma pada balita. Momin jamin ilmunya sangat bermanfaat.&nbsp;Yuk, saksikan tayangan ulang webinar nya!

Kenali Prediksi Asma pada Balita | PrimaKu x AstraZeneca

kenali-prediksi-asma-pada-balita---primaku-x-astrazeneca-1717399114356

Memantau bayi saat tidur sangat penting dilakukan untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan. Normalnya, bayi akan tertidur dalam posisi terlentang dan mungkin sesekali terjadi perubahan posisi, salah satunya miring. Jika bayi berada dalam posisi tidur miring, sebaiknya apa sih yang perlu dilakukan orang tua? Perlukah orang tua mengubah posisi tidurnya atau dibiarkan saja? Posisi Tidur Miring pada Bayi<img src="https://s3.ap-southeast-3.amazonaws.com/assets.primaku.com/editor/15d3a9bdc8d0192fc51074386892a21c2_1717148837266.jpg" class="e-rte-image e-imginline" alt="bayi tidur miring (1).jpg" width="auto" height="auto" style="min-width: 0px; max-width: 1203px; min-height: 0px;"> American Academy of Pediatrics (AAP) menyarankan bahwa side sleeping atau tidur miring tidak aman untuk bayi dan tidak memiliki manfaat. Posisi tidur miring ini juga tidak lebih baik untuk bayi yang mengalami refluks [1]. Posisi tidur miring memiliki risiko bayi akan berpindah posisi menjadi tengkurap. Ketika bayi masih terlalu muda untuk mempertahankan kepala dan leher, maka hal ini berisiko membuat wajah bayi terjebak di matras dan menyebabkan sufokasi. Mayoritas bayi dapat mendukung kepala dan mengangkat kepala mereka pada usia 4 bulan. Usia 3-4 bulan bayi juga umumnya mulai berguling ke sisi kanan/kiri, dan pada usia sekitar 4-6 bulan sudah mampu berguling bolak balik. Pada usia tersebut (sekitar 6 bulan) jika setelah diletakkan posisi terlentang, bayi berpindah ke posisi tengkurap maka tidak diperlukan reposisi. [2]Tidak ada posisi tidur miring yang disarankan. Beberapa peralatan yang dikatakan dapat mempertahankan anak pada posisi tertentu (infant sleep positioners) tidak boleh digunakan. Hal ini justru meningkatkan risiko SIDS karena dapat menyebabkan sufokasi dan mencegah bayi berguling ke posisi aman.Risiko Bayi Tidur MiringKematian mendadak pada bayi atau sudden infant death syndrome (SIDS) adalah kematian yang tidak dapat dijelaskan pada bayi sehat &lt; 1 tahun, biasanya terjadi saat bayi tidur. SIDS kadang juga dikenal sebagai crib death, karena seringkali terjadi di tempat tidur atau ranjang bayi, dan dapat merupakan risiko tidur miring.Faktor Lingkungan Tidur yang Menyebabkan SIDSBeberapa faktor lingkungan tidur yang dapat menyebabkan SIDS pada bayi, antara lain: [3,4,5].<ul><li>Tidur tengkurap atau miring. Bayi yang tertidur pada posisi ini dapat mengalami kesulitan bernapas dibandingkan bayi yang tidur dalam posisi terlentang.</li><li>Tidur di permukaan yang terlalu empuk. Matras tidur yang terlalu empuk atau lunak dapat menutup jalan napas bayi secara tidak sengaja.</li><li>Bed-sharing. Risiko SIDS meningkat pada bayi yang tidur seranjang dengan orangtua, saudara atau binatang peliharaan, namun risiko SIDS lebih rendah jika bayi tidur di kamar yang sama (room-sharing, bukan bed-sharing).</li><li>Kondisi kamar yang terlalu panas</li></ul>Pencegahan SIDS saat Bayi Tidur<img src="https://s3.ap-southeast-3.amazonaws.com/assets.primaku.com/editor/e70c27e7271f4ca851bed4a81103ae410_1717148969977.jpg" class="e-rte-image e-imginline" alt="bayi tidur miring (2).jpg" width="auto" height="auto" style="min-width: 0px; max-width: 1203px; min-height: 0px;"> Untuk mencegah SIDS pada bayi saat tidur, MomDad perlu memperhatikan hal penting berikut:<ul><li>Letakkan bayi tidur pada posisi telentang, terutama pada satu tahun pertama kehidupan. Jika bayi sudah dapat tengkurap bolak balik tanpa bantuan, tidak perlu membangunkan bayi atau membalikkan posisinya lagi saat tidur.</li><li>Jangan letakkan apapun di ranjang bayi. Gunakan matras tidur yang kokoh, dan hindari menaruh bayi pada alas tidur yang terlampau lunak, kulit binatang atau selimut tebal. Jangan menaruh mainan, boneka atau bantal di ranjang bayi karena dapat menutup jalan napas bayi secara tidak sengaja.</li><li>Hindari membuat bayi kepanasan. Gunakan pakaian dengan ketebalan yang cukup, atau kantong tidur yang tidak dapat menutupi kepala bayi.</li><li>Room-sharing. Bayi disarankan berada di ruangan yang sama dengan orangtua, namun pada tempat tidur yang terpisah selama setidaknya 6 bulan pertama, dan jika mungkin hingga usia 1 tahun. Bed-sharing di ranjang dewasa seringkali tidak aman untuk bayi karena jalan napas bayi dapat tertutup jika bayi berguling secara tidak sengaja ke batasan antar dinding-ranjang, atau headboard-ranjang. Orang dewasa yang berguling dalam tidurnya secara tidak sadar juga berisiko menutupi hidung dan mulut bayi.</li><li>Jika bayi tertidur di carseat, stroller, bouncer, ​atauswing, letakkan bayi pada alas yang kokoh sesegera mungkin.</li></ul>Tidak ada batasan waktu yang dikatakan aman berdasarkan penelitian untuk memperkenalkan bayi tidur miring, namun AAP merekomendasikan untuk meletakkan bayi dalam posisi terlentang saat tidur dalam 1 tahun pertama kehidupan. [1]Referensi:1. <a class="e-rte-anchor" href="https://safetosleep.nichd.nih.gov/" title="https://safetosleep.nichd.nih.gov/" target="_blank">Safe to Sleep</a>2. <a class="e-rte-anchor" href="https://www.medicalnewstoday.com/articles/baby-sleeping-on-side" title="https://www.medicalnewstoday.com/articles/baby-sleeping-on-side" target="_blank">Baby sleeping on side: Risks and changing positions</a>3. <a classname="e-rte-anchor" href="https://www.nhs.uk/conditions/sudden-infant-death-syndrome-sids/" title="https://www.nhs.uk/conditions/sudden-infant-death-syndrome-sids/">https://www.nhs.uk/conditions/sudden-infant-death-syndrome-sids/ </a>4. <a classname="e-rte-anchor" href="https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/sudden-infant-death-syndrome/symptoms-causes/syc-20352800" title="https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/sudden-infant-death-syndrome/symptoms-causes/syc-20352800">https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/sudden-infant-death-syndrome/symptoms-causes/syc-20352800 </a>5. <a class="e-rte-anchor" href="https://www.healthychildren.org/English/ages-stages/baby/sleep/Pages/Preventing-SIDS.aspx" title="https://www.healthychildren.org/English/ages-stages/baby/sleep/Pages/Preventing-SIDS.aspx" target="_blank">Reduce the Risk of SIDS &amp; Suffocation - HealthyChildren.org</a>

Bayi Tidur Miring, Bermanfaat atau Berbahaya?

bayi-tidur-miring--bermanfaat-atau-berbahaya--1717149107107

Saat anak melakukan kesalahan, umumnya orang tua akan memberikan hukuman agar ia mengerti atas konsekuensi dan tidak mengulanginya kembali. Namun, ada juga yang mungkin justru mendiamkan anak atau memberikan silent treatment untuk membuatnya jera. Silent treatment adalah suatu bentuk “hukuman” dengan cara menolak berbicara atau mendiamkan anak setelah mereka melakukan suatu kesalahan. Silent treatment dapat pula berupa penghindaran kontak mata dan menganggap anak tidak ada di sekitar orang tua. Padahal, melakukan silent treatment tidak dianjurkan, lho karena bisa berdampak negatif pada anak.Dampak Silent Treatment<img src="https://s3.ap-southeast-3.amazonaws.com/assets.primaku.com/editor/f64fc425c10526a485adafcd8ab297fef_1717148626483.jpg" class="e-rte-image e-imginline" alt="silent treatment (1).jpg" width="auto" height="auto" style="min-width: 0px; max-width: 1203px; min-height: 0px;"> Ketika anak mengalami silent treatment, mereka dapat mengalami perasaan diabaikan. Selain itu, dapat pula timbul perasaan cemas, gelisah, ketakutan, hingga merasa tidak aman.&nbsp; Akibatnya, anak mencari perhatian dengan cara berperilaku menantang, mencari perhatian, atau berbuat berbagai hal untuk menghentikan orang tua bersikap demikian. Konsekuensi jangka panjang dari silent treatment dapat memengaruhi kemampuan anak untuk membangun hubungan dengan orang lain di kemudian hari, hingga selalu merasa khawatir akan ditinggalkan oleh orang-orang di sekitarnya.Mengatasi Konflik dengan AnakOrang tua perlu membangun komunikasi yang baik dengan anak. Sebelumnya, MomDad tentu harus memiliki regulasi emosi yang baik. Ketika memiliki konflik dengan si Kecil, MomDad perlu membangun koneksi kembali dengannya, memastikan ia dapat meregulasi emosinya, dan mengkomunikasikan konflik dengan bahasa yang mudah dipahami anak. MomDad juga dapat menggunakan teknik positive discipline dalam mengatasi konflik dengan anak.Jika pun MomDad terlanjur memberikan silent treatment pada si Kecil, berikut cara untuk memulihkan hubungan dan memperbaiki komunikasi:<ul><li>Pastikan MomDad dalam kondisi emosional yang stabil</li><li>Setelah MomDad dapat meregulasi emosi sendiri, dekati anak dan jelaskan bagaimana perasaan MomDad terhadap perilaku anak yang menantang tersebut</li></ul>Untuk menghindari dampak negatif silent treatment, sangat penting bagi MomDad atau&nbsp; pengasuh untuk berkomunikasi dengan si Kecil secara terbuka. Mendengarkan si Kecil, mengakui perasaannya, dan berbicara dengan cara yang konstruktif, serta penuh kasih sayang adalah langkah-langkah penting dalam membangun hubungan yang sehat dan positif.Referensi: Rittenour, C., Kromka, S., Saunders, R., et. al., (2019) Socializing the Silent Treatment: Parent and Adult Child Communicated Displeasure, Identification, and Satisfaction. Journal of Family Communication, Vol. 19, (1).