Mengenal Masa Phallic, saat Anak Mulai Suka Memegang Area Genital
Author: Annasya
Editor: dr. Dini Astuti Mirasanti, Sp.A
Topik: Phallic, Area Genital
Sigmund Freud mengajukan teori perkembangan pada anak terjadi melalui 5 fase psikoseksual, yaitu oral, anal, phallic, laten, dan genital. Fase phallic merupakan salah satu fase perkembangan psikoseksual anak yang terjadi di usia 3-6 tahun sebagai sumber utama kenyamanan. Di setiap fase perkembangan tersebut, energi seksual (libido) diekspresikan melalui beberapa cara melalui bagian tubuh yang berbeda. Perkembangan ini dinamakan psikoseksual karena setiap tahap merepresentasikan fiksasi libido pada area tubuh yang berbeda. Freud menggunakan istilah “seksual” secara general untuk merepresentasikan segala pikiran dan tindakan yang bersifat menyenangkan dan memuaskan diri [1].
Pada fase ini, anak semakin mengerti tentang tubuhnya, semakin tertarik pada alat kelaminnya dan lawan jenisnya. Anak mulai mengerti perbedaan jenis kelamin secara anatomi. Periode ini akan selesai melalui identifikasi diri, yaitu ketika anak mengadopsi karakteristik orang tua dengan jenis kelamin yang sama (anak lelaki dengan ayahnya, anak perempuan dengan ibunya).
Ciri Phallic yang Wajar dan Tidak Wajar
Fase phallic dilalui oleh semua anak, baik laki-laki maupun perempuan dan merupakan fase yang wajar. Bila anak tidak melalui fase ini dengan baik, maka akan timbul masalah di masa dewasa, seperti perilaku agresif sebagai laki-laki, keinginan untuk mendominasi pria oleh seorang perempuan, dan lain-lain.
Jika anak perlu diberitahu, bagaimana cara yang tepat memberitahu si Kecil? Fase phallic merupakan fase yang normal, perilaku ini tidak dianggap sebagai perilaku seksual yang menyimpang, asal tidak dilakukan berlebihan. Apabila ingin memberitahu si Kecil, MomDad bisa menjelaskan kepada anak bahwa area kelamin adalah area sensitif yang harus dijaga kebersihannya, sehingga tidak boleh dimainkan. Alihkan juga perhatian anak ke mainan atau aktivitas fisik lain. Selain itu hindari membentak atau menghukum anak karena ia menyentuh alat kelaminnya, hal tersebut dapat memberikan image negatif terhadap alat kelamin dan juga seksualitas [2].
Sumber foto: Freepik
Referensi: