Apakah Suplementasi DHA pada Bayi Aterm Diperlukan?
Oleh: dr. Afiah Salsabila
Topik: Suplemen, DHA, Otak
Nutrisi sangat penting untuk perkembangan otak seorang anak, khususnya pada 1000 pertama kehidupan. Salah satu zat nutrisi yang memegang peran penting dalam pembentukan jaringan otak, dan konsekuensinya, fungsi otak, adalah Docosahexaenoic acid (DHA). DHA diakumulasi sepanjang seluruh masa kanak-kanak seorang individu, namun paling banyak dikumpulkan sejak sebelum dilahirkan ketika trimester ketiga kehamilan hingga usia 24 bulan setelah dilahirkan. Perkembangan otak yang baik berhubungan dengan kemampuan kognitif dan perilaku pada anak. Setelah dilahirkan, asupan utama DHA pada anak datang dari air susu ibu (ASI). Perlu diperhatikan bahwa kadar DHA pada ASI beragam dari ibu ke ibu. Maka dari itu, apakah anak masih perlu diberikan suplementasi DHA untuk bisa tumbuh optimal?
Kadar DHA pada ASI ditentukan oleh asupan nutrisi ibu. Angka kebutuhan DHA meningkat pada saat kehamilan dan menyusui. Ibu hamil dan menyusui direkomendasikan untuk mengonsumsi 200 mg DHA per hari. Angka kebutuhan tersebut bisa dicapai dengan memakan satu hingga dua porsi ikan berlemak per minggu atau meminum suplemen minyak ikan. Menurut penelitian, wanita di negara barat gagal untuk memenuhi kebutuhan DHA tersebut; median asupan pada ibu hamil di Australia hanya sekitar 96 mg per hari. Hal ini tentu dapat mengurangi kadar DHA pada ASI. Terlepas dari itu, semakin banyak anak yang mengonsumsi susu formula sebagai alternatif dari ASI. Dengan asupan susu formula, risiko bayi untuk defisien dalam DHA meningkat karena penambahan DHA pada susu formula tidak diwajibkan di banyak negara.
Pada studi observasional yang dilakukan pada 11.875 subyek, konsumsi makanan laut yang rendah (<340 g per minggu) diasosiasikan dengan keluaran neurokognitif yang suboptimal. Pada studi tersebut, anak-anak umur 6-8 tahun yang lahir dari ibu-ibu dengan diet rendah makanan laut memiliki verbal IQ yang lebih rendah, memiliki perilaku pro-sosial yang lebih rendah serta memiliki kemampuan sosial dan komunikasi yang tidak sebaik anak dari ibu dengan diet tinggi makanan laut. Studi yang dilakukan pada suku Inuit yang memiliki diet tinggi makanan laut juga menunjukkan kalau asupan DHA tinggi dapat meningkatkan ketajaman penglihatan, usia gestasi yang lebih panjang (tidak prematur), dan performa psikomotor yang baik. Tak hanya dari makanan, asupan DHA maternal juga bisa didapatkan melalui suplemen minyak ikan. Berdasarkan sebuah studi jangka panjang, suplementasi minyak ikan pada ibu hamil dapat meningkatkan keluaran neurokognitif anak hingga 4 tahun selanjutnya. Perlu diperhatikan bahwa semua studi tersebut dilakukan di negara barat di mana status gizi rata-rata penduduknya baik. Pada penelitian yang dilakukan di Bangladesh, pemberian suplementasi minyak ikan tidak menunjukkan peningkatan fungsi kognitif secara signifikan. Hasil yang berbeda tersebut bisa dipengaruhi oleh beberapa hal dan perlu diteliti lebih lanjut.
Bukti ilmiah mengenai suplementasi DHA pada susu formula pada bayi aterm masih belum jelas. Kebanyakan dari studi yang membandingkan fungsi neurokognitif pada anak yang minum susu formula dengan suplementasi DHA dan tanpa DHA menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan. Hal ini diutarakan dalam sebuah tinjauan Cochrane yang telah diperbaharui sebanyak tiga kali. Hal ini bisa dikarenakan variabilitas dosis dan sumber DHA yang dipakai dari studi ke studi. Pada salah satu penelitian yang termasuk dalam tinjauan Cochrane tersebut, penelitian yang memberi DHA sebanyak lebih dari 0.3% dari asam lemak total lebih memiliki kecenderungan untuk meningkatkan fungsi neurokognitif dan penglihatan.
Selain melalui susu formula, suplementasi DHA juga bisa diberikan sebagai suplemen minyak ikan. Namun penelitian-penelitian yang menggunakan suplementasi langsung jauh lebih sedikit daripada penelitian yang meneliti efek suplementasi DHA melalui susu. Pada sebuah randomized-controlled trial (RCT) yang meneliti fungsi neurokognitif bayi yang diberikan minyak ikan dosis tinggi (>250 mg DHA dan 60 mg EPA) dibandingkan dengan plasebo (minyak zaitun), kelompok bayi yang diberikan minyak ikan dapat melakukan jauh lebih banyak gestur komunikasi dibandingkan dengan plasebo pada pada umur 12 dan 18 bulan. Banyaknya gestur yang dapat dilakukan seorang bayi dapat memprediksi kemampuan komunikasi nantinya. Perlu dipahami bahwa jumlah gestur dihitung oleh orang tuanya sendiri dan bau dari minyak ikan berpotensi untuk berbeda dari minyak zaitun. Maka, masih ada bias yang dapat memengaruhi hasil studi tersebut.
DHA adalah zat nutrisi yang esensial untuk perkembangan fungsi otak. Namun, data mengenai suplementasinya masih belum terlalu jelas. Ada beberapa studi yang menunjukkan manfaatnya, tapi ada juga yang tidak. Yang diketahui secara pasti adalah asupan DHA maternal sangat penting untuk anak yang masih mengonsumsi ASI. Bagi anak yang tidak ASI eksklusif, suplemen DHA yang diberikan dalam bentuk minyak ikan memiliki potensi untuk bisa meningkatkan keluaran neurokognitif, namun masih perlu lebih banyak penelitian untuk menginvestigasi hal tersebut karena jumlah studi yang meneliti hal tersebut masih sangat sedikit.
Referensi:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3834239/