Anak Punya Teman Khayalan, Kapan Harus Khawatir?
Author: Fitri Permata
Editor: dr. Lucyana Alim Santoso, Sp.A
Topik: Imaginary Friend, Parenting, Teman Khayalan, Parenting Lifestyle
Anak memiliki teman khayalan selama masa kecilnya, dan mungkin MomDad juga pernah memilikinya. Sebenarnya, teman khayalan ini dapat membantu anak untuk berinteraksi dengan orang lain dan lingkungannya. Namun, terkadang mungkin MomDad khawatir, teman khayalan seperti apa yang masih “normal” atau justru menandakan suatu kondisi kesehatan mental yang perlu perhatian khusus.
Perkembangan sosio-emosional pada anak
Anak berinteraksi dengan lingkungannya segera setelah ia lahir. Pada bayi, kontak mata dapat terjadi dengan orang tua misalnya saat menyusui. Anak juga tampak terdiam dan memperhatikan ketika MomDad berbicara dengannya. Bahkan, di usia 1-2 bulan, ia mulai tersenyum ketika MomDad berbicara kepadanya. Bayi mulai menunjukkan berbagai ekspresi dan perilaku serta mulai melihat respon apa yang ia dapatkan terhadap perilaku tertentu.
Sekitar usia 2 tahun, anak akan senang bermain dengan temannya. Ia juga senang mengikuti apa yang dikerjakan orang dewasa di sekitarnya, misalnya menyapu, menjawab telepon. Imajinasinya akan berkembang dan permainan pura-pura, misalnya pura-pura menyuapi boneka, berpakaian, bermain dengan boneka/boneka tangan mengenai kehidupannya sehari-hari dapat menjadi permainan favorit.
Sekitar usia 3 tahun, anak akan mulai menghubungkan imajinasinya dengan kemampuan bermain bersama. Ia mungkin dapat mengarang cerita yang cukup detail yang melibatkan teman bermain, anggota keluarga, binatang peliharaan bahkan teman khayalan.
Sekitar usia 4 – 5 tahun, imajinasi anak akan semakin berkembang dan terkadang ia sulit membedakan antara imajinasi dengan kenyataan. Pada usia ini, tontonan atau cerita yang mereka lihat dan dengar dapat menyebabkan mimpi buruk karena hal itu terasa begitu nyata bagi mereka. Seiring anak semakin dewasa dan mengembangkan kemampuan sosialnya, ia akan semakin mampu membedakan kenyataan dan imajinasi mereka.
Mengapa anak sering memiliki “teman khayalan”?
Memiliki teman khayalan tidak berarti bahwa seorang anak merasa kesepian atau tidak memiliki teman di dunia nyata. Anak-anak menggunakan teman khayalannya untuk memberi kenyamanan, serta mencoba berbagai kemampuan sosial, dinamika bermain dalam grup, dan cara berkomunikasi antar anak. Hal ini juga dapat membantunya melihat sesuatu dari perspektif yang berbeda serta berlatih berempati, karena dengan memiliki teman khayalan, ia dapat menempatkan diri menjadi “teman” tersebut termasuk apa yang “teman”nya rasakan dan katakan. Teman khayalan ini seharusnya membuat ia merasa nyaman dan harus dapat dikendalikan, yang artinya, “teman” tersebut dapat pergi ketika anak selesai bermain.
Kapan orangtua harus khawatir?
Nah, yang kerap dikhawatirkan orang tua adalah, sampai batas mana teman khayalan ini dianggap normal atau tidak. Well, MomDad perlu khawatir apabila si Kecil menunjukkan tanda:
- Orangtua khawatir akan adanya gangguan perkembangan lain misalnya keterlambatan bicara, cara bicara misalnya kegagapan, atau gangguan dalam interaksi sosial.
- Teman khayalan anak tidak pernah “pergi” atau “selalu berbicara”
- Teman khayalan dapat “mengancam” dan menyarankan tindakan-tindakan yang melibatkan kekerasan terhadap diri sendiri maupun orang lain.
- Terdapat perubahan tiba-tiba pada anak dalam hal interaksi sosial, kebersihan diri, kemampuan bicara atau kemampuan konsentrasi.
- Ada riwayat keluarga dengan gangguan/masalah kejiwaan, terutama keluarga dekat.
Ingatlah, anak-anak memiliki imajinasi yang sangat kaya dan mereka sangat ingin membagikannya dengan MomDad, nikmatilah momen-momen ini, namun jangan ragu untuk membicarakannya dengan ahli jika ada sesuatu yang terasa mengganjal.
Referensi: Munshi D. My child plays with an imaginary friend. Should I be concerned? https://www.healthychildren.org/English/tips-tools/ask-the-pediatrician/Pages/invisible-friend-should-i-be-concerned.aspx