Anak Stunting, Masih Bisakah Disembuhkan?
Oleh: dr. Afiah Salsabila
Topik: Stunting
Stunting adalah gangguan pertumbuhan yang ditandai dengan perawakan pendek dan gangguan perkembangan yang terjadi akibat malnutrisi, infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak adekuat. Meskipun definisi WHO hanya memasukkan infeksi berulang sebagai salah satu penyebab stunting, namun sebenarnya stunting juga dapat terjadi sebagai akibat dari berbagai penyakit kronis lain. Anak dengan kelainan jantung, kelainan ginjal, thalasemia dan berbagai penyakit kronis lain akan sulit untuk tumbuh dengan baik.
Menurut WHO, anak disebut stunted jika tinggi sesuai umur nya berada di bawah dua deviasi standar dari median kurva pertumbuhan anak WHO 2006. Dengan menggunakan kurva WHO 2006, sekitar 22% populasi anak di seluruh dunia disebut mengalami stunting. Tentu saja ini dengan mengasumsikan bahwa negara-negara tersebut menggunakan kurva pertumbuhan anak WHO 2006. Di negara-negara yang tidak menggunakan kurva pertumbuhan WHO 2006 untuk memantau pertumbuhan anaknya, seperti misalnya China, Jepang, Singapura, Saudi Arabia, Uni Emirat Arab dan hampir seluruh negara Eropa, definisi stunting tetaplah hampir sama, yaitu tinggi sesuai umur di bawah dua deviasi standar dari median kurva pertumbuhan anak negara masing-masing. Anda yang pernah membesarkan putra-putrinya di negara-negara tersebut atau berobat ke salah satu negara-negara tersebut tentu bisa merasakan bedanya.
Stunting dapat menurunkan kualitas hidup seorang anak secara jangka panjang maupun jangka pendek. Anak dengan stunting memiliki risiko untuk infeksi yang lebih besar daripada anak yang tidak stunting. Hal ini, ditambah dengan malnutrisi yang dialami, dapat menyebabkan kegagalan penyintasnya untuk mencapai potensi fisik maupun kognitifnya. Lantas, apakah stunting masih bisa disembuhkan?
Tentu saja, untuk menyembuhkan stunting, kita harus mengetahui dulu apa penyebab stunting. Bila karena penyakit kronis, seperti kelainan jantung atau masalah ginjal, atau karena infeksi kronis seperti tuberkulosis, kita harus berusaha mengobatinya dulu. Panjang/ tinggi dan berat badan anak dengan sindrom genetik seperti misalnya sindrom Down, sindrom Prader-Willi, achondroplasia dan lain-lain harus dinilai dengan kurva pertumbuhan yang sesuai agar tidak menimbulkan harapan yang berlebihan dan tidak masuk akal.
Target intervensi untuk stunting adalah catch-up growth, yaitu kecepatan pertumbuhan di atas normal yang terjadi setelah periode perlambatan pertumbuhan untuk mengejar keterlambatan pertumbuhan yang terjadi. Anak dengan stunting yang diberikan asuhan nutrisi sedini mungkin dapat mencapai catch-up growth dan perbaikan perkembangan kognitif sesuai umur. Perbaikan nutrisi juga dapat memberikan dampak positif pada pasien stunting walaupun sudah di atas 5 tahun. Sebuah studi di Peru menemukan bahwa anak dengan stunting berumur di atas lima tahun yang diberi perbaikan nutrisi memiliki performa akademis yang lebih baik daripada anak dengan riwayat stunting yang tidak mendapatkan perbaikan nutrisi. Namun, sebuah studi kohort di India menunjukkan bahwa anak dengan riwayat stunting pada usia 2 tahun cenderung memiliki kemampuan kognitif yang lebih rendah dari anak yang tidak pernah stunting sama sekali. Hal ini menunjukkan bahwa anak di atas usia lima tahun dengan stunting masih responsif terhadap intervensi nutrisi, tetapi tidak semaksimal jika intervensi nutrisi diberikan pada 1000 hari pertama kehidupan, yaitu ketika plastisitas otak anak sedang tinggi-tingginya.
Perbaikan nutrisi pada anak stunting memerlukan pemberian makanan yang tinggi protein, khususnya yang mengandung asam amino esensial seperti lysine, leucine, dan tryptophan. Sebanyak 10-15% kebutuhan energi anak harus datang dari protein, khususnya dari sumber makanan hewani karena bioavailabilitasnya yang tinggi. Pada anak dengan kondisi khusus yang membuat anak sulit dan bahkan tidak bisa mengonsumsi ASI/MPASI, Pangan Olahan untuk Keperluan Medis Khusus (PKMK) dapat menjadi pilihan terapi nutrisi untuk mencapai kebutuhan protein dan energi.
Tujuan tatalaksana adalah untuk mencetuskan catch-up growth dan mitigasi gangguan perkembangan yang dapat terjadi. Usaha yang perlu dilakukan adalah dengan asuhan nutrisi dengan memberikan diet dengan protein energy ratio 10-15%, vaksinasi, dan stimulasi perkembangan yang sebaiknya dilakukan sedini mungkin sepanjang masih dalam masa pertumbuhan dan perkembangan. PKMK juga bisa digunakan sebagai bagian dari asuhan nutrisi jika diindikasikan.
Referensi:
- Endrinikapoulos A, Afifah DN, Mexitalia M, Andoyo R, Hatimah I, Nuryanto N. Study of the importance of protein needs for catch-up growth in Indonesian stunted children: a narrative review. SAGE Open Med. 2023 Apr 17;11:20503121231165562. doi: 10.1177/20503121231165562. PMID: 37101818; PMCID: PMC10123915.
- KEMENKES RI. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Stunting. 2022
ID.2024.46564.PDS.1 (v1.0)